RadarBali.com – Lagu Satu Nusa Satu Bangsa ciptaan Liberty Manik bergema di Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung, Jumat (20/10) pukul 15.01 kemarin.
Lagu yang pertama kali diputar melalui siaran radio tahun 1947 itu diikuti pembacaan teks Pancasila dan pernyataan sikap oleh elemen masyarakat yang mengatasnamakan diri Forum Peduli NKRI.
Koordinator aksi, Eka Dharma Putra mengatakan perwakilan pemuda-pemudi Bali berkumpul dan menyatakan pendapat serta tanggapan terkait pernyataan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang baru saja dilantik.
“Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat. Penjajahan di depan mata selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh tapi di Jakarta bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme di depan mata,” ucap Dharma Putra mengulang pernyataan Anies Baswedan.
Ditegaskannya lontaran kalimat sang publik figur itu seolah-olah menyatakan dengan tegas bahwa perjuangan melawan kolonialisme penjajahan hanya dilakukan oleh rakyat Jakarta.
“Perlawanan terhadap kolonialisme penjajahan dan upaya merebut serta mempertahankan kemerdekaan itu adalah hasil perjuangan segenap anak bangsa,” ungkapnya.
Eka Dharma Putra menegaskan sejarah panjang perjuangan rakyat Bali dalam mempertahankan jengkal tanah mereka dari tangan penjajah tercatat dan didokumentasikan dengan baik.
“Rakyat Bali juga berperan dalam merebut kemerdekaan, berjuang melawan kolonialisme penjajahan. Bali punya sejarah Perang Puputan Badung, Puputan Margarana, memiliki pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai dan lain-lain,” paparnya.
Ditambahkannya bahwa pernyataan sikap itu merupakan penolakan komponen rakyat Bali atas pernyataan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta dalam pidato pelantikannya.
Beber sang korlap isi tuntutan dari pernyataan sikap mengandung tiga poin. Pertama, menolak segala bentuk organisasi, kelompok atau kegiatan apapun yang bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan serta melawan semua gerakan radikalisme mengatasnamakan agama, intoleran, dan SARA di Indonesia.
Kedua, menuntut dengan tegas agar Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta mencabut pernyataannya dan secara luas serta terbuka meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas pernyataan yang telah melukai perasaan rakyat tersebut.
Pernyataan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan perpecahan. Ketiga, meminta kepada Kepolisian Republik Indonesia agar mengusut tuntas dan menindaklanjuti pernyataan Anies Baswedan.
“Aksi ini bersifat spontanitas. Bagian dari kekecewaan kita. ternyata Anies Baswedan. Sebagai publik figur seharusnya statement yang disampaikannya bjjak.
Kalau ini tidak disikapi ini bisa jadi pembelajaran yang tidak sehat bagi masyarakat.Pernyataan ini bisa diayomi. Bisa memecah belah anak bangsa,” tutup Eka Dharma Putra