DENPASAR – Pemprov Bali masih belum menyerah atas pembatalan megaproyek pembangunan bandara internasional di Buleleng oleh pemerintah pusat.
Gubernur Pastika menilai hasil tim survei World Bank yang dijadikan dasar pemerintah pusat tidak lengkap dan perlu dilakukan survei ulang.
“Saya menganggap survei (World Bank) ini tidak lengkap. Harusnya mereka melibatkan kami karena ini kepentingan rakyat bali dan nasional juga.
Itu yang saya sesalkan dan saya sampaikan pada mereka,” ujar Gubernur Pastika ditemui usai rapat paripurna di DPRD Bali.
Selain tidak melibatkan pemprov, tim studi World Bank juga tidak melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
Instansi dari pemprov yang diundang Dinas Perhubungan (Dihub) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Namun, kedua lembaga itu tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan kebijakan apapun. Dishub dan Bappeda juga tidak diberi kesempatan bicara saat studi.
Sedangkan ahli dari Universitas Udayana (Unud) sendiri yang dilibatkan satu orang. Itupun atas nama perorangan bukan lembaga.
Menurut Pastika, proyek strategis seperti pembangunan bandara di Buleleng harusnya melibatkan pemerintah daerah. Sebab, bandara itu menyangkut kepentingan rakyat Bali dan nasional.
Yang membuat Pastika terkejut, tim studi World Bank menurut Pastika memakai data sekunder 2015. Data itu tentu sudah lawas karena sekarang sudah terjadi perubahan pesat.
Dia melihat ada ketimpangan mencolok di Bali Selatan dan Utara, karena pembangunan infrastruktur, budaya dan ekonomi hanya berat di wilayah Bali Selatan.
Akibatnya wilayah Bali Timur, Barat dan Utara tidak berkembang. Sejarah dan kondisi psikologi masyarakat Buleleng harus dipahami.
“Padahal kami memimpikan bandara di utara (Buleleng) sudah puluhan tahun lalu,” ungkap gubernur kelahiran Seririt, Buleleng itu.