DENPASAR – Bursa calon Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mulai ramai diperbincangkan hingga ke daerah.
Nama Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar dan KH Din Syamsudin ketokohannya dinilai cukup layak memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggantikan KH Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI.
Nama kedua tokoh Islam cukup berpengaruh itu, muncul dalam video conference digelar Majelis Daerah (MD) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Badung
yang diikuti beberapa kalangan seperti mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama dan masyarakat lainnya.
Dialog Online digelar mengusung tema Mencari Sosok Kreteria Ideal Calon Ketua Umum MUI Pusat untuk Kemaslahatan Umat, menghadirkan beberapa narasumber, Rabu kemarin (23/9)
Narasumber memberikan pandangannya Rais Syuriah PWNU Bali KH Nur Hadi, Ketua MUI Kota Denpasar KH Saefudin Zaeni, Korwil Pergunu Bali yang juga Ketua MD KAHMI Buleleng H Lewa Karma.
Keberadaan organisasi Majalies Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga independen tempat bernaung para ilmuwan, cendekiawan tokoh dari berbagai organisasi Islam
Tanah Air diharapkan bisa tertap mengayomi umat memberikan keteladanan dan mengedepankan politik kebangsaan.
Demikian beberapa pemikiran yang menguat dalam webiner yang digelar Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badung
yang diikuti beberapa kalangan seperti mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama dan masyarakat lainnya.
Dalam paparannya, KH Saefudin Zaeni mengatakan, MUI memiliki peranan penting bagi umat Islam sehingga mereka yang memimpin organisasi ini, harus memiliki bekal keilmuan yang mumpuni.
Tidak hanya sekedar pandai, pintar namun juga harus memiliki guru atau sanad yang jelas runutannya.
“Figur keiimuannya harus punya sanad jelas, dengan siapa berguru jika dirunut sampai ke Nabi Muhammad SAW,” ungkap pria asal Magelang Jawa Tengah ini.
Kemudian KH Nur Hadi yang juga pengasuh Ponpes Roudlatul Huffadz Tabanan menekankan seorang Ketua MUI Pusat harus memiliki sanad keilmuan yang jelas.
“Sosok Ketua MUI harus sanad Ilmunya jelas, sehingga kapasitas keilmuannya jelas,” jelas KH Nur Hadi lagi.
Menurut Ulama sepuh yang memiliki pesantren Hafidz di Tabanan ini menilai banyak sosok yang memiliki kriteria tersebut.
Sementara itu, H.Lewa Karma menyampaikan bahwa seorang ketua MUI tidak boleh terlibat politik praktis.
“Seorang ketua MUI tidak boleh berpolitik praktis, karena ketua MUI harus menjadi sosok pemersatu,” ungkapnya lagi.
H.Lewa menekankan pemilihan Ketua MUI bukan proses politik, dalam pemilihan perlu diberikan waktu untuk mendengar langsung paparan calon etua MUI.
“Ketua MUI harus memahami fungsinya, Perjalanan MUI perlu reorientasu, titik tekan saya calon ketua MUI tidak boleh berpolitik,” pungkasnya.