DENPASAR – Komisi III DPRD Bali menilai banjir yang mengepung Kota Denpasar dan Badung beberapa hari terakhir bukan semata karena curah hujan tinggi.
Dewan menilai banjir terjadi karena buruknya sistem drainase, sehingga tidak mampu menampung volume air ketika hujan lebat.
“Kami melihat banjir di Bali, khususnya di Kota Denpasar karena buruknya drainase. Selama ini Pemkot hanya mementingkan keindahan trotoar,
sementara drainase di bawahnya sempit,” sentil anggota Komisi III DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana ditemui kemarin.
Bahkan, Kariyasa menilai drainase di Kota Denpasar dibuat tanpa perencanaan dan kajian matang.
Drainase buruk ini juga terjadi di kampung turis atau kawasan pariwisata yang padat seperti Seminyak dan Legian di Badung.
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mesti bersinergi untuk memperbaiki sistem drainase secara total.
“Drainase merupakan hal yang utama dalam tata kelola kota. Namun, gorong-gorong untuk drainase kerap hanya ditutupi dengan trotoar untuk estetika belaka,” sodok politikus asal Buleleng itu.
Menurut Kariyasa, selama ini tidak ada perbaikan drainase yang memang bersifat rutin. Karena itu, setiap hujan lebat selalu terjadi banjir.
Bahkan, sejumlah titik yang jelas-jelas menjadi langganan banjir juga tak diperbaiki. Ditambah lagi kemungkinan masuknya air laut yang menganggu aliran air.
Dia menyarankan drainase diperbaiki secara total. Gubernur dan bupati/walikota harus membuat saluran drainase yang terintegrasi dan terkoneksi.
Drainase itu juga bisa dipakai untuk kabel bawah tanah, saluran air bersih, dan pembuangan limbah. “Perbaikan drainase jangan hanya sekedar tambal sulam,” tandasnya.
Menurut Kariyasa, jika banjir ini tidak segera ditangani maka akan menjadi santapan empuk negara asing yang menjadi pesaing Bali dalam bidang pariwisata.
Terlebih sekarang, banjir yang terjadi di Bali sudah disoroti oleh media asing. Hal ini akan mempengaruhi citra Bali sebagai destinasi pariwisata internasional.
“Media asing akan suka dengan hal-hal seperti banjir ini,” imbuhnya.