27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:33 AM WIB

Stop Perluasan Pelabuhan Benoa, Koster Ungkap Fakta Mengejutkan

DENPASAR –  Gubernur Bali Wayan Koster meminta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk segera menghentikan reklamasi seluas 85 hektar untuk perluasan pelabuhan.

Permintaan itu disampaikan Gubernur Koster dalam surat resmi kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan

kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.

Keluarnya surat ini dipicu oleh ditemukannya sejumlah pelanggaran dalam pengurukan lahan serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.

Berdasar dokumen yang ada, reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III terhadap lahan seluas 85 Ha yang terdiri atas lokasi Dumping I seluas 38 Ha dan lokasi Dumping II seluas 47 Ha

telah dilakukan melalui proses administrasi mulai tahun 2012. Kegiatan pengembangan mulai tahun 2017, dan pada saat ini sedang berjalan dengan capaian progress 88,81%.

“Dampak lingkungan yang terjadi berupa rusaknya lingkungan yang sangat parah dan mengakibatkan kematian vegetasi hutan mangrove beserta ekosistem lainnya seluas + 17 Ha berlokasi

di timur laut lokasi Dumping II. Kondisi tersebut terjadi karena ada pelanggaran pengerjaan teknis yaitu tidak dibangunnya tanggul penahan/revetment

dan tidak dipasangnya silt screen sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) pada dokumen AMDAL,” papar Gubernur Koster.

 Selain itu kegiatan pengembangan yang semakin meluas mengakibatkan terganggunya wilayah yang disucikan dan hilangnya keindahan alam di kawasan perairan Teluk Benoa.

Kondisi ini memunculkan protes dan reaksi dari berbagai komponen masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran serta kerusakan vegetasi mangrove ini ditemukan oleh Tim Monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali.

 “Sejak Februari 2019, Tim Monitoring sudah melakukan empat kali kunjungan lapangan dan menemukan sejumlah pelanggaran serta kerusakan lingkungan.

Temuan ini telah kami laporkan kepada Bapak Gubernur,” Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja mengungkapkan.

Gubernur Koster mengingatkan bahwa Visi Pembangunan Daerah Bali yaitu “NANGUN SAT KERTHA LOKA BALI” Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.

Maknanya adalah menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan Kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, Sekala-niskala,

diwujudkan dengan menata secara  fundamental  dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama: alam, krama, dan kebudayaan Bali.

“Sejalan dengan visi tersebut, DPRD Provinsi Bali telah mengesahkan Revisi Perda No.16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali

yang telah menegaskan bahwa Teluk Benoa merupakan Kawasan Konservasi,” tegas gubernur yang juga adalah Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu.

 Oleh karena itu, Gubernur Koster menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai Marine Tourism Hub di Kota Denpasar tidak sesuai dengan Visi Pembangunan Daerah Bali; Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

 “Perlu dipahami bahwa segala dampak akibat pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Bali yang mengganggu keseimbangan dan kesucian Alam,

Krama, dan Kebudayaan Bali pada akhirnya merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota Se-Bali,” pungkasnya.

DENPASAR –  Gubernur Bali Wayan Koster meminta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk segera menghentikan reklamasi seluas 85 hektar untuk perluasan pelabuhan.

Permintaan itu disampaikan Gubernur Koster dalam surat resmi kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan

kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.

Keluarnya surat ini dipicu oleh ditemukannya sejumlah pelanggaran dalam pengurukan lahan serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.

Berdasar dokumen yang ada, reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III terhadap lahan seluas 85 Ha yang terdiri atas lokasi Dumping I seluas 38 Ha dan lokasi Dumping II seluas 47 Ha

telah dilakukan melalui proses administrasi mulai tahun 2012. Kegiatan pengembangan mulai tahun 2017, dan pada saat ini sedang berjalan dengan capaian progress 88,81%.

“Dampak lingkungan yang terjadi berupa rusaknya lingkungan yang sangat parah dan mengakibatkan kematian vegetasi hutan mangrove beserta ekosistem lainnya seluas + 17 Ha berlokasi

di timur laut lokasi Dumping II. Kondisi tersebut terjadi karena ada pelanggaran pengerjaan teknis yaitu tidak dibangunnya tanggul penahan/revetment

dan tidak dipasangnya silt screen sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) pada dokumen AMDAL,” papar Gubernur Koster.

 Selain itu kegiatan pengembangan yang semakin meluas mengakibatkan terganggunya wilayah yang disucikan dan hilangnya keindahan alam di kawasan perairan Teluk Benoa.

Kondisi ini memunculkan protes dan reaksi dari berbagai komponen masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran serta kerusakan vegetasi mangrove ini ditemukan oleh Tim Monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali.

 “Sejak Februari 2019, Tim Monitoring sudah melakukan empat kali kunjungan lapangan dan menemukan sejumlah pelanggaran serta kerusakan lingkungan.

Temuan ini telah kami laporkan kepada Bapak Gubernur,” Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja mengungkapkan.

Gubernur Koster mengingatkan bahwa Visi Pembangunan Daerah Bali yaitu “NANGUN SAT KERTHA LOKA BALI” Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.

Maknanya adalah menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan Kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia, Sekala-niskala,

diwujudkan dengan menata secara  fundamental  dan komprehensif pembangunan Bali yang mencakup tiga aspek utama: alam, krama, dan kebudayaan Bali.

“Sejalan dengan visi tersebut, DPRD Provinsi Bali telah mengesahkan Revisi Perda No.16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali

yang telah menegaskan bahwa Teluk Benoa merupakan Kawasan Konservasi,” tegas gubernur yang juga adalah Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu.

 Oleh karena itu, Gubernur Koster menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan Pengembangan Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai Marine Tourism Hub di Kota Denpasar tidak sesuai dengan Visi Pembangunan Daerah Bali; Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

 “Perlu dipahami bahwa segala dampak akibat pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Bali yang mengganggu keseimbangan dan kesucian Alam,

Krama, dan Kebudayaan Bali pada akhirnya merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota Se-Bali,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/