29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:50 AM WIB

Cegah Gesekan Warga, Kelian Adat Sakah Dorong SP3 Kasus Ngaben Sudaji

DENPASAR – Pemegang kebijakan di Provinsi Bali kini tak hanya dipusingkan oleh coronavirus disease alias Covid-19.

Status tersangka Ketua Panitia Ngaben Desa Sudaji, Buleleng I Gede Suwardana kembali hangat dibahas banyak pihak.

Di sisi lain, Kapolresta Denpasar AKBP Jansen Avitus Panjaitan menyatakan ulah segelintir oknum yang menyalakan flare, kembang api, dan menabuh bedug

di depan Masjid Baiturrahmah Dusun Wanasari Denpasar pada Sabtu (23/5) atau sehari jelang hari suci Idul Fitri merupakan aksi spontan yang tidak disengaja.

Imbasnya, masyarakat marah dan media sosial dipenuhi hujatan, baik kepada aparat kepolisian, Pemprov Bali maupun Pemkot Denpasar.

Tak sedikit yang menilai ada “pilih kasih” tindakan hukum dan hanya runcing bagi warga adat Bali. Guna meredam dan mencegah konflik,

Kelian Adat Banjar Sakah Anak Agung Gede Agung Aryawan menilai penegak hukum idealnya segera menghentikan pemeriksaan kasus Ngaben Sudaji alias di-SP3.

Jika kasus tersebut dilanjutkan sementara peristiwa di Mesjid Baiturrahmah Dusun Wanasari Denpasar berakhir dengan permohonan maaf bermaterai Rp 6000, maka konflik besar berpotensi pecah.

Lebih-lebih, pihak kepolisian terkesan tutup mata dengan peristiwa kerumunan lain di masa pandemi Covid-19 yang terjadi di sejumlah instansi pemerintahan, fasilitas umum, dan penggerebekan tajen beberapa waktu lalu.

“Conflict of interest dalam kondisi ekonomi masyarakat yang tidak menentu berpotensi menimbulkan chaos. Kita menghormati penegak hukum, namun dalam kondisi seperti sekarang

menuntut kebijaksanaan pemegang kebijakan. Dua kasus, yakni di Sudaji dan Kampung Jawa seyogianya bisa diatensi pihak kepolisian,” ucap tokoh adat yang akrab disapa Gung De itu.

Imbuhnya, kasus Sudaji dan Kampung Jawa sejatinya bisa diproses oleh pemuka agama serta adat setempat.

“Seperti kasus Ngaben Sudaji oleh Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang memberi wejangan atau denda. Di sisi lain untuk kasus Kampung Jawa

biar Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Bali yang memberi sanksi. Dengan begitu tidak menimbulkan mosi tidak percaya satu dengan yang lain di media sosial.

Namun dalam proses pemberian sanksi dilakukan majelis, kita juga hadirkan polri sebagai pendamping,” terangnya.

Gung De menekankan dua kasus tersebut idealnya tak sampai masuk ranah pidana. Hal ini mengacu apa yang disampaikan ahli hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra,

bahwa pelanggar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak dapat dipidanakan. Lebih-lebih, baik Buleleng maupun Denpasar belum menerapkan PSBB.

Merujuk keterangan Yusril, imbuh Gung De hanya UU (Undang-undang) yang dapat menjatuhkan sanksi pidana.

Sementara PSBB diberlakukan berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2020 tentang PSBB yang diturunkan dari UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan.

Meski diturunkan dari UU Kekarantinaan, ia menegaskan bahwa hanya pelanggaran terhadap penerapan karantina yang dapat dijatuhi sanksi sesuai yang diatur dalam UU tersebut.

“Jadi jelas jika merujuk pada apa yang dijelaskan oleh pakar Hukum Yusril. Kasus di Sudaji tidak dapat diancam pidana.

Pelanggaran PSBB saja tidak dapat dipidana, apalagi ini. Apakah saat terjadi ngaben Sudaji ditetapkan PSBB atau karantina?” tanyanya. 

DENPASAR – Pemegang kebijakan di Provinsi Bali kini tak hanya dipusingkan oleh coronavirus disease alias Covid-19.

Status tersangka Ketua Panitia Ngaben Desa Sudaji, Buleleng I Gede Suwardana kembali hangat dibahas banyak pihak.

Di sisi lain, Kapolresta Denpasar AKBP Jansen Avitus Panjaitan menyatakan ulah segelintir oknum yang menyalakan flare, kembang api, dan menabuh bedug

di depan Masjid Baiturrahmah Dusun Wanasari Denpasar pada Sabtu (23/5) atau sehari jelang hari suci Idul Fitri merupakan aksi spontan yang tidak disengaja.

Imbasnya, masyarakat marah dan media sosial dipenuhi hujatan, baik kepada aparat kepolisian, Pemprov Bali maupun Pemkot Denpasar.

Tak sedikit yang menilai ada “pilih kasih” tindakan hukum dan hanya runcing bagi warga adat Bali. Guna meredam dan mencegah konflik,

Kelian Adat Banjar Sakah Anak Agung Gede Agung Aryawan menilai penegak hukum idealnya segera menghentikan pemeriksaan kasus Ngaben Sudaji alias di-SP3.

Jika kasus tersebut dilanjutkan sementara peristiwa di Mesjid Baiturrahmah Dusun Wanasari Denpasar berakhir dengan permohonan maaf bermaterai Rp 6000, maka konflik besar berpotensi pecah.

Lebih-lebih, pihak kepolisian terkesan tutup mata dengan peristiwa kerumunan lain di masa pandemi Covid-19 yang terjadi di sejumlah instansi pemerintahan, fasilitas umum, dan penggerebekan tajen beberapa waktu lalu.

“Conflict of interest dalam kondisi ekonomi masyarakat yang tidak menentu berpotensi menimbulkan chaos. Kita menghormati penegak hukum, namun dalam kondisi seperti sekarang

menuntut kebijaksanaan pemegang kebijakan. Dua kasus, yakni di Sudaji dan Kampung Jawa seyogianya bisa diatensi pihak kepolisian,” ucap tokoh adat yang akrab disapa Gung De itu.

Imbuhnya, kasus Sudaji dan Kampung Jawa sejatinya bisa diproses oleh pemuka agama serta adat setempat.

“Seperti kasus Ngaben Sudaji oleh Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang memberi wejangan atau denda. Di sisi lain untuk kasus Kampung Jawa

biar Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Bali yang memberi sanksi. Dengan begitu tidak menimbulkan mosi tidak percaya satu dengan yang lain di media sosial.

Namun dalam proses pemberian sanksi dilakukan majelis, kita juga hadirkan polri sebagai pendamping,” terangnya.

Gung De menekankan dua kasus tersebut idealnya tak sampai masuk ranah pidana. Hal ini mengacu apa yang disampaikan ahli hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra,

bahwa pelanggar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak dapat dipidanakan. Lebih-lebih, baik Buleleng maupun Denpasar belum menerapkan PSBB.

Merujuk keterangan Yusril, imbuh Gung De hanya UU (Undang-undang) yang dapat menjatuhkan sanksi pidana.

Sementara PSBB diberlakukan berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2020 tentang PSBB yang diturunkan dari UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan.

Meski diturunkan dari UU Kekarantinaan, ia menegaskan bahwa hanya pelanggaran terhadap penerapan karantina yang dapat dijatuhi sanksi sesuai yang diatur dalam UU tersebut.

“Jadi jelas jika merujuk pada apa yang dijelaskan oleh pakar Hukum Yusril. Kasus di Sudaji tidak dapat diancam pidana.

Pelanggaran PSBB saja tidak dapat dipidana, apalagi ini. Apakah saat terjadi ngaben Sudaji ditetapkan PSBB atau karantina?” tanyanya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/