DENPASAR – Kementerian Pariwisata langsung menyikapi masalah Bali yang dikacaukan aksi mafia Tiongkok dalam berbisnis.
Selain Kementerian Perdagangan sudah mengirim Tim Khusus, Kementrian Pariwisata kemarin menggelar FGD (Focus Group Discussion) di Hotel Anvaya, Kuta.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Gde Pitana memastikan, usaha illegal yang melakukan praktek jahat mesti ditutup dan diproses secara hukum.
Acara FGD ini dibuka oleh Wakil Gubernur Bali Cok Ace melibatkan banyak pihak seperti Kepolisian, hingga seluruh komponen pariwisata.
Hadir Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Gde Pitana dari Kemenpar, termasuk juga Wakil Konjen Tiongkok untuk Bali.
Acara ini membahas, permasalahan Mafia Tiongkok yang membangun usaha di Bali, yaitu Toko Shopping yang menjual Latex, Panci, perhiasan, Kristal, Sutra yang jelas – jelas produk Tiongkok, namun disebutkan produk Indonesia.
Dengan pola subsidi wisatawan agen perjalanan, namun dengan cara seperti “memaksa” harus belanja di toko shopping tersebut.
Kemudian membahas terkait banyak tenaga kerja Tiongkok di Bali hanya bermodal visa turis. Kemudian guide illegal, foto pre weding dengan fotografet luar, dan usaha pariwisata online hanya bermodal laptop.
Dan, masalah lainnya banyak lagi. Namun FGD kemarin khusus, menyangkut masalah yang disebabkan oleh pasar Tiongkok.
Diawal FGD, ada yang membuka gambaran umum kasus jaringan permainan Mafia Tiongkok. Perwakilan dari Komite Tiongkok DPP Asita Feberyanto yang menjelaskan fakta – fakta yang menyakitkan bagi Bali.
Misalnya di Tiongkok sudah sangat banyak meredar di media sosial terkait citra jelek Bali. Bahkan. saat ini beredar, Bali disebut sebagai negara penipu.
“Bali adalah sebuah Negara yang penuh dengan penipu. Jadi, Bali itu dianggap negara bagi sebagian warga Negara Tiongkok yang tidak tahu. Mereka menyebut Bali sebuah Negara dengan penuh penipu,” jelasnya.
Kondisi ini terjadi, karena banyak pola – pola penipuan bagi wisatawan. Termasuk juga yang dilakukan oleh para pemilik toko shopping yang adalah milik orang Tiongkok juga.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Gde Pitana mengatakan bahwa, tidak perlu memperdebatkan pariwisata murah atau mahal.
Karena di Bali sudah memiliki segmen, bisa melayani yang mahal dengan hotel – hotel mahal, namun bisa juga melayani yang murah dengan penginapan kecil kecil.
“Jangan ributkan masalah murah dan mahal, bukan disana masalahnya. Urusan murah dan mahal di Bali bisa melayani,” jelas Mantan Kadisparda Bali ini
Yang jadi masalah, adanya usaha – usaha illegal yang merugikan Bali. Yang merusak citra Bali. “Artinya ada usaha – usaha illegal, melakukan pelanggaran,
toko – toko yang melanggar, sampai ada mempekerjakan tenaga kerja asing sebagai penjaga toko. Itu yang ditutup,” jelasnya.
Pitana mengatakan, ada praktek – praktek, sudah tokonya illegal kemudian memeras, memaksa.Praktek kejahatan sampai memeras dan lainnya ini yang harus dibersihkan dan ditutup.
“Usaha illegal, bahkan melakukan praktek kejahatan seperti memeras, memaksa untuk belanja, menipu. Itu yang harus ditutup. Bahkan ada yang sudah punya izin, namun menerapkan praktek itu, mesti ditertibkan,” jelasnya.
Sedangkan Cok Ace mengharapkan agar segera ada tindakan – tindakan tegas atas pelanggaran – pelanggaran ini dituntaskan.
“Kami harapkan segera ada tindakan tegas, jika sudah terbukti illegal mesti ditertibkan segera. Satpol PP sudah bergerak,” jelas Cok Ace.
Terlepas dari penjelasan Wagub Cok Ace, ada kabar menarik yang di beredar diarena FGD. Ternyata toko – toko yang mempekerjakan warga Tiongkok secara illegal menjadi penjaga toko dan lainnya, sudah mulai terdesak.
Bahkan sebagian, bahkan jumlah lebih dari seratus, sudah meninggalkan Bali “mudik” pulang kampong ke Tiongkok pada Rabu (24/10) malam dan Kamis (25/10) pagi.
“Kabarnya sudah pada meninggalkan Bali, jumlahnya ratusan. Namun ada juga yang masih berani di Bali, namun sembunyi ketika mulai ada sidak,” jelas sumber.
Dikonfirmasikan ke Wagub Cok Ace mengatakan, dia mendengar kabar itu. Baginya ini kabar baik. Jelas tidak nyaman di Bali dikejar – kejar.
“Jelas tidak nyaman dikejar – kejar, akhirnya mereka meninggalkan Bali. Asalkan jangan mereka kembali lagi ke Bali, untuk bekerja jadi penjaga toko. Ini yang harus diantisipasi terus,” kata Cok Ace.