26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:48 AM WIB

Aksi Demo Tolak Rapid Test di Renon Dituding Langgar Protokol Covid-19

DENPASAR – Aksi demonstrasi tolak rapid test dan swab test di depan Monumen Bajra Sandhi, Renon Denpasar Minggu (26/7) menuai pro dan kontra. 

Pasalnya aksi tersebut disebut melanggar protokol kesehatan Covid-19. Dimana massa aksi lebih dari 25 orang berkumpul tanpa memakai masker 

Aksi tersebut dilakukan oleh Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (FRONTIER Bali) bersama Komunitas Bali Tolak Rapid yang tergabung dalam Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA). 

Aksi itu juga dihadiri oleh musisi JRX dari Superman Is Dead (SID) dan beberapa musisi dan aktivis asal Bali lainnya. 

Kasatpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan, aksi tersebut tidak mematuhi protokol kesehatan. 

Meski ada dasarnya, aksi menyampaikan pendapat di muka umum sah-sah saja dan dilindungi undang-undang. 

“Ya demo kan boleh-boleh saja, tetapi tetap mengedepankan protokol kesehatan,” kata Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Senin (27/7). 

Menurut dia, aksi itu bisa disebut sebagai provokasi. Dimana mengajak orang lain untuk melanggar protokol kesehatan. 

“Memprovokasi mengajak orang lain untuk tidak mematuhi itu tidak benar. Kalau terjadi sesuatu berakibat mereka terpapar Covid karena provokasi itu, siapa yang mau disalahkan?” tanyanya.

Aksi tidak menjaga jarak dan tidak memakai masker itu disebut melanggar. Namun, Darmadi mengaku belum bisa memastikan apakah para pendemo itu diberi sanksi atau tidak.

“Protokol kesehatan belum menyebutkan sanksi. Seperti 15 sektor yang dikeluarkan gubernur itu tidak menyebutkan sanksi. 

Cuma kita melakukan pembinaan, pengawasan dan mendorong mereka untuk patuh terhadap protokol kesehatan. 

Upaya kemarin itu memang tidak dipenuhi oleh mereka. Kami pelajari dulu dan akan kami komunikasi lebih lanjut,” tandasnya. 

Sebelumnya  diberitakan, Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (FRONTIER Bali) bersama Komunitas Bali Tolak Rapid yang tergabung 

dalam Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA) melakukan aksi penolakan terhadap Rapid/SWAB tes sebagai syarat administrasi serta perjalanan. 

Aksi itu digelar pada  Minggu (26/7). Ratusan Massa aksi berkumpul di parkir timur lapangan Renon dan sekitar pukul 09.00 Wita 

melakukan long march dari parkir timur lapangan Renon menuju depan monumen Bajra Sandhi Renon.

Sekretaris Jenderal FRONTIER Bali Made Krisna Dinata menyampaikan bahwa aksi kali ini adalah untuk melawan kebijakan 

Pemerintah Propinsi Bali yang menetapkan Rapid test dan/atau SWAB test sebagai syarat administrasi sertifikasi Tata Kehidupan Era Baru atau New Normal serta syarat perjalanan. 

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan hasil Rapid/SWAB tes tidak dapat menjamin seseorang tidak terpapar virus Covid-19. 

“Itu disampaikan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Dan Kedokteran Laboraturium Indonesia,” tegasnya.

Lebih jauh, Krisna menegaskan bahwa Gubernur Bali serta jajarannya telah mengeluarkan kebijakan melakukan rapid tes sebagai sertifikasi dalam tata kehidupan era baru (new normal). 

Ia menilai kebijakan tersebut adalah kebijakan yang tidak ada hubungannya dengan syarat administrasi serta perjalanan.

Karena menurut para ahli-ahli, rapid test tidak berguna dan tidak tepat dijadikan pendeteksi virus, sehingga rapid test tidak tepat dijadikan syarat administrasi. 

“Untuk apa kita membuang-buang uang untuk rapid test,” imbuhnya.

DENPASAR – Aksi demonstrasi tolak rapid test dan swab test di depan Monumen Bajra Sandhi, Renon Denpasar Minggu (26/7) menuai pro dan kontra. 

Pasalnya aksi tersebut disebut melanggar protokol kesehatan Covid-19. Dimana massa aksi lebih dari 25 orang berkumpul tanpa memakai masker 

Aksi tersebut dilakukan oleh Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (FRONTIER Bali) bersama Komunitas Bali Tolak Rapid yang tergabung dalam Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA). 

Aksi itu juga dihadiri oleh musisi JRX dari Superman Is Dead (SID) dan beberapa musisi dan aktivis asal Bali lainnya. 

Kasatpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan, aksi tersebut tidak mematuhi protokol kesehatan. 

Meski ada dasarnya, aksi menyampaikan pendapat di muka umum sah-sah saja dan dilindungi undang-undang. 

“Ya demo kan boleh-boleh saja, tetapi tetap mengedepankan protokol kesehatan,” kata Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Senin (27/7). 

Menurut dia, aksi itu bisa disebut sebagai provokasi. Dimana mengajak orang lain untuk melanggar protokol kesehatan. 

“Memprovokasi mengajak orang lain untuk tidak mematuhi itu tidak benar. Kalau terjadi sesuatu berakibat mereka terpapar Covid karena provokasi itu, siapa yang mau disalahkan?” tanyanya.

Aksi tidak menjaga jarak dan tidak memakai masker itu disebut melanggar. Namun, Darmadi mengaku belum bisa memastikan apakah para pendemo itu diberi sanksi atau tidak.

“Protokol kesehatan belum menyebutkan sanksi. Seperti 15 sektor yang dikeluarkan gubernur itu tidak menyebutkan sanksi. 

Cuma kita melakukan pembinaan, pengawasan dan mendorong mereka untuk patuh terhadap protokol kesehatan. 

Upaya kemarin itu memang tidak dipenuhi oleh mereka. Kami pelajari dulu dan akan kami komunikasi lebih lanjut,” tandasnya. 

Sebelumnya  diberitakan, Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (FRONTIER Bali) bersama Komunitas Bali Tolak Rapid yang tergabung 

dalam Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA) melakukan aksi penolakan terhadap Rapid/SWAB tes sebagai syarat administrasi serta perjalanan. 

Aksi itu digelar pada  Minggu (26/7). Ratusan Massa aksi berkumpul di parkir timur lapangan Renon dan sekitar pukul 09.00 Wita 

melakukan long march dari parkir timur lapangan Renon menuju depan monumen Bajra Sandhi Renon.

Sekretaris Jenderal FRONTIER Bali Made Krisna Dinata menyampaikan bahwa aksi kali ini adalah untuk melawan kebijakan 

Pemerintah Propinsi Bali yang menetapkan Rapid test dan/atau SWAB test sebagai syarat administrasi sertifikasi Tata Kehidupan Era Baru atau New Normal serta syarat perjalanan. 

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan hasil Rapid/SWAB tes tidak dapat menjamin seseorang tidak terpapar virus Covid-19. 

“Itu disampaikan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Dan Kedokteran Laboraturium Indonesia,” tegasnya.

Lebih jauh, Krisna menegaskan bahwa Gubernur Bali serta jajarannya telah mengeluarkan kebijakan melakukan rapid tes sebagai sertifikasi dalam tata kehidupan era baru (new normal). 

Ia menilai kebijakan tersebut adalah kebijakan yang tidak ada hubungannya dengan syarat administrasi serta perjalanan.

Karena menurut para ahli-ahli, rapid test tidak berguna dan tidak tepat dijadikan pendeteksi virus, sehingga rapid test tidak tepat dijadikan syarat administrasi. 

“Untuk apa kita membuang-buang uang untuk rapid test,” imbuhnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/