DENPASAR – Setelah Gubernur Bali Wayan Koster meminta proyek reklamasi Pelabuhan Benoa dihentikan, langkah serupa dilakukan DPRD Bali,
Majelis Utama Desa Adat (MUDA), Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bali melakukan langkah serupa.
Mereka menyatakan sepakat menghentikan reklamasi yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III di kawasan Pelabuhan Benoa.
DPRD Bali mengirim surat dukungan kepada gubernur Bali Wayan Koster dengan surat nomor : 091.1/2692/DPRD perihal dukungan penghentian kegiatan reklamasi.
Secara rinci, DPRD Bali memberikan sejumlah alasan mendukung Gubernur Wayan Koster menghentikan proyek reklamasi perluasan Pelabuhan Benoa.
1. Bahwa pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa mengakibatkan rusaknya lingkungan serta kematian vegetasi hutan mangrove beserta ekosistem serta terganggunya wilayah yang disucikan dan hilangnya keindahan alam di kawasan perairan Teluk Benoa.
Bahwa dampak pelaksanaan pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa dimaksud tidak sesuai visi daerah Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui pola pembangunan semesta
berencana menuju Bali era baru yang mengandung makna “menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan karma Bali yang sejahtera dan bahagia sekala niskala.
2. Memperhatikan poin 1 dan 2 maka DPRD Provinsi Bali mendukung Gubernur Bali terhadap penghentian kegiatan reklamasi
pelaksanaan pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa, serta langkah-langkah perbaikan sebagai akibat dampak pengembangan dimaksud.
Selain itu, kesepakatan ketiga lembaga MUDA, PHDI, dan FKUB untuk menghentikan reklamasi di Tanjung Benoa ini disampaikan dalam konferensi press dengan awak media di Sekretariat MUDA, Kantor Dinas Kebudayaan Bali Lantai II, pada Senin (26/8)
“Saya mewakili FKUB, ada enam agama yang saya wakili di Bali dan sebagai Bendesa Agung dan atas nama masyarakat desa adat Provinsi Bali,
kami sangat mendukung surat yang dikeluarkan Gubernur Bali Wayan Koster untuk menghentikan reklmasi,” kata Bendesa Agung MUDA yang juga ketua Umum Asosiasi FKUB Indonesia, Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet.
Selain mendukung, pihaknya juga mengaku senang dan akan mengawal keputusan tersebut.
Menurutnya, sejak awal pelaksanaan reklamasi tahun 2012 lalu, telah banyak terjadi polemik di masyarakat.
Dan, menurutnya, memang reklamasi yang dilaksanakan Pelindo di Tanjung Benoa ini memang banyak menuai masalah baik darj segi perijinan maupun dampak lingkungan.
“Sebanyak 85 hektare yang direklamasi sudah mematikan mangrove, biota laut, dan secara teknis setelah kami cermati
laporan-laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, secara teknis juga sangat bermasalah,” katanya.
Oleh karenanya pihaknya meminta Pelindo dan jajarannya segera menghentikan dan memulihkan kembali suasana di lokasi reklamasi.
“Kami semua mendukung keputusan gubernur, bahwa di sana tidak boleh dijadikan wilayah komersial dan kami minta dijadikan kawasan hijau,” imbuhnya.
Sukahet mengatakan langkah yang dilakukan Koster sangat tepat dan bijaksana dikarenakan kebijakan tersebut berdasarkan aspirasi dari masyarakat dan juga kajian dari berbagai disiplin ilmu yang dihimpun.
Langkah ini dianggapnya sebagai upaya untuk mengembalikan ketenteraman supaya pembangunan di Bali sungguh-sungguh didasarkan semangat dan jiwa Tri Hita Karana.
“Agar visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali tercapai memang harus dilaksanakan konsekuen dan bertanggungjawab serta ketegasan dari gubernur,” katanya.