DENPASAR – Rencana Gubernur Bali Wayan Koster memberlakukan tarif rapid test Rp 375 ribu sebagaimana yang diusulkan dalam Ranperda tentang
Perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum mengundang reaksi keras masyarakat Bali.
LBH Bali menilai usulan tarif baru rapid test mencerminkan komersialisasi kesehatan di tengah kesulitan hidup rakyat di tengah pandemi Covid-19.
Menurut Direktur LBH Bali Ni Kadek Vany Primaliraning, apabila dilihat secara utuh usulan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).
“Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain,” papar Ni Kadek Vany Primaliraning.
Untuk itulah, LBH Bali bersama AJI Denpasar, BaleBengong dan Alumni Sekolah Antikorupsi (Sakti) Bali mengeluarkan pernyataan sikap.
Pertama, menyatakan sikap untuk menolak komersialisasi kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Kedua, transparansi pengadaan barang dan jasa bidang kesehatan serta informasi penanganan Covid-19 selama pandemi.
Ketiga, mendorong Gubernur Bali dan DPRD Provinsi Bali untuk meningkatkan usaha penanganan Covid 19 terutama tracing (penelusuran) kasus baru dan tes yang mudah diakses publik.
Keempat, mendorong Pemerintah, Komisi Penyelenggara Perlindungan dan Anak Provinsi Bali, dan Ombudsman untuk melakukan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di tengah pandemi.
Kelima, mendorong Pemerintah Provinsi Bali dan instansi terkait memberikan akses kesehatan dalam sistem terpadu penanganan dan pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil, difabel, anak, dan lansia.