31.1 C
Jakarta
29 Oktober 2024, 20:13 PM WIB

Kurangi Beban Biaya Pengobatan, BPJS Kesehatan Langgar UU SJSN

RadarBali.com – Wacana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan tak akan lagi menanggung biaya sejumlah penyakit sebesar 100 persen menjadi kontroversi.

Pasalnya, kabar itu membuat warganet dan masyarakat luas resah. Mereka menganggap semakin sedikit manfaat dan keuntungan dari BPJS, padahal setiap bulan mereka membayar iuran sesuai dengan kelasnya.

BPJS Kesehatan akan mengurangi beban biaya pengobatan delapan jenis penyakit katastropik. Yakni jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia dan hemofilia.

Mengurangi beban biaya pengobatan ini karena BPJS mengalami defesit pengeluaran pembiayaan yang tak sebanding dengan besar iuran pemasukan BPJS.

Berdasar data yang diperoleh dari pihak BPJS Kesehatan regional XI wilayah Bali, NTB dan NTT. Total cakupan kepesertaan JKN KIS mencapai 10.513.004 jiwa.

Dari jumlah cakupan tersebut beban iuran yang harus dibayar BPJS kesehatan mencapai Rp 1,57 triliIun dengan jumlah pemasukan sebesar Rp 766 milIar.

Dari data tersebut BPJS kesehatan alami defisit. Dimana lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan yang diterima oleh BPJS kesehatan.

Namun Kebijakan akan mengurangi beban biaya pengobatan delapan jenis penyakit katastropik menuai kecaman dan penolakan keras.

Achmad Baidhowi  koordinator wilayah masyarakat peduli badan penyelenggara jaminan sosial (Korwil MP BPJS Bali Nusa Tenggara) menilai,

kebijakan mengurangi manfaat nilai guna beban biaya pengobatan delapan jenis penyakit kronis dinilai melanggar UU No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Pada Pasal 22 ayat (1) menyebutkan manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

Selanjutnya dalam ayat (2) juga menyebutkan untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.

“Dari dua ayat dalam UU SJSN, BPJS kesehatan wajib melayani seluruh peserta JKN atas seluruh jenis pelayanan kesehatan termasuk kuratif, dan urun biaya bisa dikenakan bila ada penyalahgunaan pelayanan,” jelasnya.

Dikatakan Baidhowi tidak ada kebijakan cost sharing itu saja sudah banyak rakyat yang masuk jebakan batman dari oknum rumah sakit nakal, dengan menambah biaya lain di luar iuran BPJS.

Apalagi wacana itu jadi kebijakan mengurangi manfaat nilai guna biaya pengobatan. Maka masyarakat yang ikut dalam kepersertaan BPJS Kesehatan jelas dirugikan. 

RadarBali.com – Wacana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan tak akan lagi menanggung biaya sejumlah penyakit sebesar 100 persen menjadi kontroversi.

Pasalnya, kabar itu membuat warganet dan masyarakat luas resah. Mereka menganggap semakin sedikit manfaat dan keuntungan dari BPJS, padahal setiap bulan mereka membayar iuran sesuai dengan kelasnya.

BPJS Kesehatan akan mengurangi beban biaya pengobatan delapan jenis penyakit katastropik. Yakni jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalasemia, leukimia dan hemofilia.

Mengurangi beban biaya pengobatan ini karena BPJS mengalami defesit pengeluaran pembiayaan yang tak sebanding dengan besar iuran pemasukan BPJS.

Berdasar data yang diperoleh dari pihak BPJS Kesehatan regional XI wilayah Bali, NTB dan NTT. Total cakupan kepesertaan JKN KIS mencapai 10.513.004 jiwa.

Dari jumlah cakupan tersebut beban iuran yang harus dibayar BPJS kesehatan mencapai Rp 1,57 triliIun dengan jumlah pemasukan sebesar Rp 766 milIar.

Dari data tersebut BPJS kesehatan alami defisit. Dimana lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan yang diterima oleh BPJS kesehatan.

Namun Kebijakan akan mengurangi beban biaya pengobatan delapan jenis penyakit katastropik menuai kecaman dan penolakan keras.

Achmad Baidhowi  koordinator wilayah masyarakat peduli badan penyelenggara jaminan sosial (Korwil MP BPJS Bali Nusa Tenggara) menilai,

kebijakan mengurangi manfaat nilai guna beban biaya pengobatan delapan jenis penyakit kronis dinilai melanggar UU No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Pada Pasal 22 ayat (1) menyebutkan manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

Selanjutnya dalam ayat (2) juga menyebutkan untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.

“Dari dua ayat dalam UU SJSN, BPJS kesehatan wajib melayani seluruh peserta JKN atas seluruh jenis pelayanan kesehatan termasuk kuratif, dan urun biaya bisa dikenakan bila ada penyalahgunaan pelayanan,” jelasnya.

Dikatakan Baidhowi tidak ada kebijakan cost sharing itu saja sudah banyak rakyat yang masuk jebakan batman dari oknum rumah sakit nakal, dengan menambah biaya lain di luar iuran BPJS.

Apalagi wacana itu jadi kebijakan mengurangi manfaat nilai guna biaya pengobatan. Maka masyarakat yang ikut dalam kepersertaan BPJS Kesehatan jelas dirugikan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/