DENPASAR – Di tengah rencana Gubernur Bali Wayan Koster ingin mewujudkan wajib belajar 12 tahun, muncul tantangan nyata di depan mata.
Hal ini terjadi setelah beasiswa miskin (BSM) tahun 2018 untuk SMA/SMK swasta di Bali ditiadakan.
Tak pelak, sejumlah para kepala sekolah SMA/SMK swasta yang menamakan diri Ikatan Kepala SMA/SMK Swasta se-Bali mengadu ke DPRD Provinsi Bali.
Mereka diterima Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta. Para kepala sekolah itu pun meluapkan unek-uneknya. Dan kegelisahan karena terus ditanyakan oleh para siswa serta orang tua siswa.
Nyoman Witari, Kepala SMK Vidya Usadha Singaraja menyebut bahwa anggaran beasiswa miskin itu dikebiri. Padahal awalnya sudah dialokasikan sebesar Rp 8 miliar.
Pihaknya mengaku para siswa yang miskin sudah mengumpulkan berkas serta surat keterangan tidak mampu dari masing-masing orang tua.
Mereka sangat berharap bantuan untuk meringankan beban biaya sekolah. “Pemerintah harus adil, jangan hanya negeri. Swasta juga harus diberikan hak yang sama,” kata dia.
Bahkan, jika dibandingan dengan SMA Bali Mandara, ini tidak ada artinya. SMA Bali Mandara ini menjadi anak emas. Buktinya, sekolah yang diinisiasi eks Gubernur Pastika sangat banyak mendapatkan alokasi dana yang besar.
Sedangkan sekolah swasta tidak dapat sama sekali. Padahal, yang sekolah di SMA/SMK swasta adalah anak-anak orang Bali juga. Seharusnya mendapatkan hak yang sama.
“Keinginan kami agar dicairkan. Orang tua sudah mendesak. Mereka berpikir dana akan turun. Kami menghadapi kegalauan. Kami takut sekolah yang dianggap tidak mencairkan,” ujarnya.
Wirati pun meminta akan Disdikpora Bali mengeluarkan surat bahwa dana tidak ada. Sehingga beasiswa tidak bisa cair. Dan sekolah pun bisa memberi tahu kepada orang tua.
“Kami meminta Disdikpora mengeluarkan surat bahwa dana itu tidak ada. Sehingga kami bisa memberi tahu kepada orang tua,” tukasnya.
Ia menjelaskan, sebelum SMA/SMK diserahkan ke Pemerintah Provinsi, besaran beasiswa miskin berjumlah Rp 3.200.000 pada tahun 2016.
Setelah diampu Pemprov menurun menjadi Rp 1 juta. Sedangkan tahun 2018 ini tidak ada. “Detik detik terakhir nggak ada dana. Padahal kuota sudah dibagi.
Betapa berharap anak itu mendapatkan beasiswa. Ini yang ini kamu perjuangkan agar dana itu ada. Tadi baru kami dapat menghadap ke gubernur. Katanya gubernur akan menindaklanjuti,” tuturnya.