29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:25 AM WIB

Menohok, Pesisir Bali Dikepung Sampah, Tanggungjawab Produsen Nol

DENPASAR – Seperti tahun-tahun sebelumnya, sepanjang pesisir Pantai Kedonganan, Kuta, Badung, kembali menjadi lautan sampah plastik.

Pasir Pantai Kedonganan berubah menjadi lautan plastik pada Sabtu lalu (27/1). Kondisi ini mengindikasikan kegagalan pemerintah dalam menangani dan mengelola sampah.

Aksi bersih-bersih sampah plastik dianggap sebagai rutinitas jangka pendek bukan solusi. Alhasil, setiap datang angin kencang sampah selalu menyerbu.

“Sejauh ini tidak tampak keseriusan pemerintah untuk menanggulangi dan mengelola sampah dengan baik. Sampah hanya diambil, ditumpuk di truk, kemudian di buang ke TPA,” ujar

I Made Juli Untung Pratama, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, didampingi aktivis lingkungan Suryadi Darmoko, kemarin (27/1).

Juli meminta pemerintah tidak berasumsi semua sampah yang datang adalah sampah kiriman dari luar Bali.

Dia mencontohkan saat perjalanan ke Nusa Penida, Klungkung, kerap menemukan barisan sampah di tengah laut.

Nah, ketika angin kencang seperti saat ini, sampah-sampah tersebut menepi ke darat.  Menurut Juli, jika pemerintah mau serius pemerintah bisa mengidentifikasi sampah dari merek dan produsennya melalui kemasan.

Setelah mendata merek dan produsen, maka pemerintah bisa menuntut produsen menarik sampah-sampah yang memenuhi pantai.

Pemerintah harus berani mendesak produsen mengambil sampah-sampah itu. “Seruannya selalu kesadaran dan perilaku masyarakat.

Tapi, perilaku produsen sebagai badan usaha yang menerima keutungan dibiarkan. Produsen harus ikut bertanggungjawab atas sampah yang berceceran,” tukasnya.

Selain itu, pemerintah juga tidak pernah memikirkan penanganan sampah di daerah aliran sungai (DAS), sehingga tidak ada sampah masuk ke sungai.

Sampah selalu membanjiri Pantai Kuta dan sekitarnya karena banyak muara sungai menuju Pantai Kuta dan sekitarnya.

Juli mencontohkan muara sungai yang ada di sebelah utara Kuta, sehingga sampah terakumulasi di Pantai Kuta dan sekitarnya.

“Pembersihan saat ada sampah itu sudah pasti. Tetapi itu hanya rutinitas setiap tahun. Sampah tidak akan tertanggulangi karena sumber utama dari sampah tidak diatasi,” bebernya.

Ditegaskan Juli, pada dasarnya manajemen pengelolaan sampah di Bali masih sangat konvensional dan sangat buruk.

Pemerintah cenderung membiarkan. Sejauh ini tidak tampak keseriusan pemerintah untuk menanggulangi dan mengelola sampah secara tuntas.

Pemerintah juga dinilai tidak konsisten dalam memberikan contoh. Misalnya meminta agar sampah di tingkat rumah tangga dipilah terlebih dahulu.

Sampah plastik atau nonorganik tidak dicampur sampah organik. Faktanya, setelah sampah itu dinaikkan ke atas truk dijadikan satu.

Masyarakat akhirnya berpikiran percuma memilah sampah karena mengangkutnya dijadikan satu. 

DENPASAR – Seperti tahun-tahun sebelumnya, sepanjang pesisir Pantai Kedonganan, Kuta, Badung, kembali menjadi lautan sampah plastik.

Pasir Pantai Kedonganan berubah menjadi lautan plastik pada Sabtu lalu (27/1). Kondisi ini mengindikasikan kegagalan pemerintah dalam menangani dan mengelola sampah.

Aksi bersih-bersih sampah plastik dianggap sebagai rutinitas jangka pendek bukan solusi. Alhasil, setiap datang angin kencang sampah selalu menyerbu.

“Sejauh ini tidak tampak keseriusan pemerintah untuk menanggulangi dan mengelola sampah dengan baik. Sampah hanya diambil, ditumpuk di truk, kemudian di buang ke TPA,” ujar

I Made Juli Untung Pratama, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, didampingi aktivis lingkungan Suryadi Darmoko, kemarin (27/1).

Juli meminta pemerintah tidak berasumsi semua sampah yang datang adalah sampah kiriman dari luar Bali.

Dia mencontohkan saat perjalanan ke Nusa Penida, Klungkung, kerap menemukan barisan sampah di tengah laut.

Nah, ketika angin kencang seperti saat ini, sampah-sampah tersebut menepi ke darat.  Menurut Juli, jika pemerintah mau serius pemerintah bisa mengidentifikasi sampah dari merek dan produsennya melalui kemasan.

Setelah mendata merek dan produsen, maka pemerintah bisa menuntut produsen menarik sampah-sampah yang memenuhi pantai.

Pemerintah harus berani mendesak produsen mengambil sampah-sampah itu. “Seruannya selalu kesadaran dan perilaku masyarakat.

Tapi, perilaku produsen sebagai badan usaha yang menerima keutungan dibiarkan. Produsen harus ikut bertanggungjawab atas sampah yang berceceran,” tukasnya.

Selain itu, pemerintah juga tidak pernah memikirkan penanganan sampah di daerah aliran sungai (DAS), sehingga tidak ada sampah masuk ke sungai.

Sampah selalu membanjiri Pantai Kuta dan sekitarnya karena banyak muara sungai menuju Pantai Kuta dan sekitarnya.

Juli mencontohkan muara sungai yang ada di sebelah utara Kuta, sehingga sampah terakumulasi di Pantai Kuta dan sekitarnya.

“Pembersihan saat ada sampah itu sudah pasti. Tetapi itu hanya rutinitas setiap tahun. Sampah tidak akan tertanggulangi karena sumber utama dari sampah tidak diatasi,” bebernya.

Ditegaskan Juli, pada dasarnya manajemen pengelolaan sampah di Bali masih sangat konvensional dan sangat buruk.

Pemerintah cenderung membiarkan. Sejauh ini tidak tampak keseriusan pemerintah untuk menanggulangi dan mengelola sampah secara tuntas.

Pemerintah juga dinilai tidak konsisten dalam memberikan contoh. Misalnya meminta agar sampah di tingkat rumah tangga dipilah terlebih dahulu.

Sampah plastik atau nonorganik tidak dicampur sampah organik. Faktanya, setelah sampah itu dinaikkan ke atas truk dijadikan satu.

Masyarakat akhirnya berpikiran percuma memilah sampah karena mengangkutnya dijadikan satu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/