25.7 C
Jakarta
9 Desember 2024, 22:38 PM WIB

Tak Direspons Jokowi, Giliran DPRD Bali Kritisi Proyek Kereta Koster

DENPASAR – Pembangunan moda transportasi kereta api yang digembar-gemborkan Gubernur Bali Wayan Koster saat kampanye lalu sampai saat ini masih gabeng.

Anggota DPRD Bali menilai rencana mengadakan kereta api di Bali perlu dikaji matang. Respons ini seperti menjawab keengganan Presiden Jokowi membangun proyek infrastruktur kereta saat mengundang Gubernur Koster dan empat bupati di Bali di Istana Negara beberapa hari lalu. 

“Saya kira kereta api itu perlu kajian lebih matang karena Bali ini kecil. Kereta api itu nanti untuk siapa? Masalahnya kultur di Bali itu beda dengan negara (dan kota) lain,” ujar Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya.

Tama menjelaskan, di negara atau kota besar seperti Jakarta, orang naik kereta api untuk pergi ke kantor.

Ada perbedaan mendasar antara kultur atau kebudayaan orang Bali dengan orang luar. “Kalau di Bali katakan orang mau meajar-ajar

(upacara untuk mengiring para Dewa ke berbagai pura) tidak mungkin naik kereta api. Naiknya pasti mobil pribadi,” cetus politisi asal Badung, itu.

Tama meminta pemerintah mempertimbangkan kultur masyarakat agar nantinya proyek kereta api tidak mubazir. Sebab, untuk mengadakan kereta api perlu biaya besar.

“Kereta api ini harus dipikir ulang. Takutnya kereta api muter-muter tapi kosong. Biaya operasional besar bisa bangkrut nanti pemerintah,” selorohnya.

Menurut Tama, kalaupun kereta api di-setting untuk wisatawan, dampaknya harus dipikirkan. Pasalnya, jika semua wisatawan memakai kereta api, travel agent bisa mati.

“Travel agent bisa komplain nantinya,” tukasnya. Sebagai ganti proyek kereta api, Tama mengusulkan diperbanyak membangun infrastruktur jalan seperti shortcut atau jembatan pintas dan jalan bypass.

Shortcut seperti di Tabanan dan kini sedang digarap untuk jalur ke Buleleng dinilai sangat efektif mengefesiensikan perjalanan.

Sementara untuk kawasan padat seperti Bali Selatan, Tama mengusulkan memperbanyak underpass atau jalan bawah tanah.

Dengan adanya underpass, kemacetan yang kerap terjadi di simpang Bandara Ngurah Rai sudah terurai.

“Kalau jalan seperti short cut, bypass atau underpass, semua sangat bermanfaat mengatasi kemacetan karena semua bisa menggunakan,” pungkasnya. 

DENPASAR – Pembangunan moda transportasi kereta api yang digembar-gemborkan Gubernur Bali Wayan Koster saat kampanye lalu sampai saat ini masih gabeng.

Anggota DPRD Bali menilai rencana mengadakan kereta api di Bali perlu dikaji matang. Respons ini seperti menjawab keengganan Presiden Jokowi membangun proyek infrastruktur kereta saat mengundang Gubernur Koster dan empat bupati di Bali di Istana Negara beberapa hari lalu. 

“Saya kira kereta api itu perlu kajian lebih matang karena Bali ini kecil. Kereta api itu nanti untuk siapa? Masalahnya kultur di Bali itu beda dengan negara (dan kota) lain,” ujar Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya.

Tama menjelaskan, di negara atau kota besar seperti Jakarta, orang naik kereta api untuk pergi ke kantor.

Ada perbedaan mendasar antara kultur atau kebudayaan orang Bali dengan orang luar. “Kalau di Bali katakan orang mau meajar-ajar

(upacara untuk mengiring para Dewa ke berbagai pura) tidak mungkin naik kereta api. Naiknya pasti mobil pribadi,” cetus politisi asal Badung, itu.

Tama meminta pemerintah mempertimbangkan kultur masyarakat agar nantinya proyek kereta api tidak mubazir. Sebab, untuk mengadakan kereta api perlu biaya besar.

“Kereta api ini harus dipikir ulang. Takutnya kereta api muter-muter tapi kosong. Biaya operasional besar bisa bangkrut nanti pemerintah,” selorohnya.

Menurut Tama, kalaupun kereta api di-setting untuk wisatawan, dampaknya harus dipikirkan. Pasalnya, jika semua wisatawan memakai kereta api, travel agent bisa mati.

“Travel agent bisa komplain nantinya,” tukasnya. Sebagai ganti proyek kereta api, Tama mengusulkan diperbanyak membangun infrastruktur jalan seperti shortcut atau jembatan pintas dan jalan bypass.

Shortcut seperti di Tabanan dan kini sedang digarap untuk jalur ke Buleleng dinilai sangat efektif mengefesiensikan perjalanan.

Sementara untuk kawasan padat seperti Bali Selatan, Tama mengusulkan memperbanyak underpass atau jalan bawah tanah.

Dengan adanya underpass, kemacetan yang kerap terjadi di simpang Bandara Ngurah Rai sudah terurai.

“Kalau jalan seperti short cut, bypass atau underpass, semua sangat bermanfaat mengatasi kemacetan karena semua bisa menggunakan,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/