25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:41 AM WIB

Gerhana Bulan Bukan Fenomena Biasa, Ini Versi Lontar Roga Sanggara…

DENPASAR – Gerhana bulan terlama abad ini, Micro Blood Moon sejauh 406.223 kilometer pada pergantian antara tanggal (27/7) ke (28/7) diyakini memberi dampak pada masyarakat Indonesia, khususnya Bali.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyebut Gerhana Bulan Total (GBT) yang diprediksi

mulai pukul 00.13 dan mencapai puncak pada pukul 03.22 (berdurasi 1 jam 43 menit) akan memberikan pelajaran bagi makluk hidup di dunia.

Kepada Jawa Pos Radar Bali kemarin (27/7), Sudiana menyebut, dari sisi kepercayaan, gerhana bulan dan matahari merupakan hari yang sangat baik; hari yang mempunyai makna spiritual bagi peredaran alam semesta.

“Dalam lontar Roga Sanggara bumi ada tanda-tanda gempa, gerhana matahari, gerhana bulan,” ulasnya sembari menyebut ada maksud di balik di setiap fenomena alam, khususnya gerhana bulan.

Gerhana pada sasih karo alias bulan dingin (bulan kedua dalam penanggalan kalender Bali, Red) bila dikaitkan dengan mitologi Hindu dapat dipadankan dengan suasana Yama Loka (sorga) saat Bhatara Yama membersihkan kawah.

“Sedang dibersihkan kawahnya untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Maka banyaklah para roh yang pergi ke dunia,” jelasnya.

Lebih lanjut, tandas Sudiana, dihubungkan dengan gerhana purnama di sasih karo masyarakat Bali wajib waspada terhadap konflik.

“Akan terjadi udara atau suhu politik yang hangat, manusia cepat tersinggung. Karena roh-roh itu pergi ke dunia. Hati-hati akan adanya konflik.

Hati-hati pengaruhnya terhadap bencana alam. Makna dari tanda-tanda itu (gerhana bulan di sasih karo, Red) masih tersembunyi. Kita sebagai manusia harus tetap mawasdiri; waspada,” tegasnya.

Ditambahkannya, bulan kepangan atau gerhana bulan memiliki cerita sendiri di Bali. Cerita gerhana bulan tidak lepas dari cerita Raksasa Kalarau,

putra dari Sang Wipracitti dan Sang Singhika yang merupakan raksasa yang terbentuk dari sebuah kepala tanpa badan.

Sosok raksasa yang abadi karena ikut meminum tirta amerta (air keabadian) saat menyamar sebagai dewa dalam pembagian tirta amerta saat pemutaran Gunung Mandara Giri.

“Gerhana bulan dalam mitologi Hindu merupakan perwujudan Sang Hyang Ratih ditelan oleh Kalarau,” pungkasnya.

DENPASAR – Gerhana bulan terlama abad ini, Micro Blood Moon sejauh 406.223 kilometer pada pergantian antara tanggal (27/7) ke (28/7) diyakini memberi dampak pada masyarakat Indonesia, khususnya Bali.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyebut Gerhana Bulan Total (GBT) yang diprediksi

mulai pukul 00.13 dan mencapai puncak pada pukul 03.22 (berdurasi 1 jam 43 menit) akan memberikan pelajaran bagi makluk hidup di dunia.

Kepada Jawa Pos Radar Bali kemarin (27/7), Sudiana menyebut, dari sisi kepercayaan, gerhana bulan dan matahari merupakan hari yang sangat baik; hari yang mempunyai makna spiritual bagi peredaran alam semesta.

“Dalam lontar Roga Sanggara bumi ada tanda-tanda gempa, gerhana matahari, gerhana bulan,” ulasnya sembari menyebut ada maksud di balik di setiap fenomena alam, khususnya gerhana bulan.

Gerhana pada sasih karo alias bulan dingin (bulan kedua dalam penanggalan kalender Bali, Red) bila dikaitkan dengan mitologi Hindu dapat dipadankan dengan suasana Yama Loka (sorga) saat Bhatara Yama membersihkan kawah.

“Sedang dibersihkan kawahnya untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Maka banyaklah para roh yang pergi ke dunia,” jelasnya.

Lebih lanjut, tandas Sudiana, dihubungkan dengan gerhana purnama di sasih karo masyarakat Bali wajib waspada terhadap konflik.

“Akan terjadi udara atau suhu politik yang hangat, manusia cepat tersinggung. Karena roh-roh itu pergi ke dunia. Hati-hati akan adanya konflik.

Hati-hati pengaruhnya terhadap bencana alam. Makna dari tanda-tanda itu (gerhana bulan di sasih karo, Red) masih tersembunyi. Kita sebagai manusia harus tetap mawasdiri; waspada,” tegasnya.

Ditambahkannya, bulan kepangan atau gerhana bulan memiliki cerita sendiri di Bali. Cerita gerhana bulan tidak lepas dari cerita Raksasa Kalarau,

putra dari Sang Wipracitti dan Sang Singhika yang merupakan raksasa yang terbentuk dari sebuah kepala tanpa badan.

Sosok raksasa yang abadi karena ikut meminum tirta amerta (air keabadian) saat menyamar sebagai dewa dalam pembagian tirta amerta saat pemutaran Gunung Mandara Giri.

“Gerhana bulan dalam mitologi Hindu merupakan perwujudan Sang Hyang Ratih ditelan oleh Kalarau,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/