DENPASAR – Kerja tulus dan lurus yang dicanangkan Gubernur Bali, Wayan Koster mengacu tema Hari Jadi Provinsi Bali tahun 2019 tampaknya tak berjalan mulus.
Sebaliknya, menuai sorotan miring sejak bergulirnya mutasi besar-besaran pada 2 Januari 2020 lalu.
Puluhan pegawai yang bercokol di “lahan basah” dimutasi ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain.
Mutasi ini memantik sejumlah ASN “korban mutasi” membuka tabir gelap salah satu OPD di Pemprov Bali. “Bau amis” tercium lantaran di OPD tersebut diduga membudayakan pungutan liar alias pungli.
Aib bau amis tradisi pungli ini “dibuka” salah satu sumber di lingkaran OPD Pemprov Bali, Selasa (28/1) kemarin.
Beber sumber dugaan pungli dimaksud berupa pemotongan insentif yang dilakukan pimpinan. Pemotongan insentif ini tanpa laporan keuangan. Insentif yang disunat itu bernilai fantastis.
Imbuh sumber yang mewanti-wanti namanya tak ditulis, ia mengaku nekat memberikan informasi terkait pungli karena digeser dari OPD yang dimaksud.
Bebernya, setiap pegawai sebelumnya menerima insentif atau upah pungut sebanyak empat kali atau lebih setiap tahun.
Namun, upah pungut di triwulan IV tahun 2019 yang menjadi insentif terakhir, khususnya bagi pegawai yang kena mutasi dipotong.
Sumber mengaku kesal begitu mengetahui insentif terakhirnya juga dipotong oleh pimpinan lama, kendati sudah berada di tempat kerja OPD yang baru.
“Telah terjadi pemotongan insentif terakhir untuk saya dan itu semestinya menjadi hak saya secara penuh. Padahal Pak Gubernur Koster, kan membawa spirit baru dalam
menjalankan roda pemerintahan demi mensejahterakan masyarakat secara sekala dan niskala atau lahir dan batin. Kalau terus begini dibiarkan
bisa mencoreng nama Pak Gubernur. Katanya semua harus kerja tulus dan lurus agar semua memiliki semangat yang sama,” keluh sumber.
Mengacu Undang-undang dan Peraturan Menteri Keuangan sumber menjelaskan semua pegawai di OPD tempatnya bekerja dulu berhak atas insentif atau upah pungut jika kinerjanya dinilai di atas target yang ditetapkan.
Sumber juga menuturkan pegawai rendahan di OPD terkait juga menderita persentase pemotongan upah pungut yang nilainya sangat tinggi.
Bila digabungkan dengan pegawai lain, dipastikan jumlahnya mencapai miliaran rupiah tiap triwulan.
“Saya saja dipotong jutaan. Kalau digabungkan itu pungli yang dikenakan untuk seluruh pegawai dapat berapa dia? Yang katanya untuk setoran
dan biaya operasional,” bebernya berharap kesaksiannya bisa membuka kebenaran dan menghentikan dugaan kasus pungli yang membudaya tersebut.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali, I Ketut Lihadnyana kala dikonfirmasi mengaku tak tahu-menahu perihal dugaan pungli yang “membudaya” di salah satu OPD Pemprov Bali tersebut.
Sebaliknya, Lihadnyana justru bertanya balik di mana bau amis dimaksud agar bisa ditindak sesuai prosedur yang berlaku.
“Di mana ada bau amis? Tiang sangat berterima kasih kalau dikasi info dan data yang lengkap dan segera. Serta pasti ditindaklanjuti.
Tolong juga yang ditulis berdasarkan fakta dan data agar tiang bisa cepat menindaklanjuti,” tandasnya.