25.9 C
Jakarta
22 September 2024, 6:47 AM WIB

Peralihan Musim, BMKG Ingatkan Potensi Puting Beliung dan Hujan Es

DENPASAR – Deputi Bidang Klimatologi Herizal menjelaskan, dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia,

sebanyak 22.8 persen diprediksi akan mengawali musim kemarau pada April 2021, yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali dan sebagian Jawa.

Kemudian 30.4 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Mei 2021, meliputi sebagian Nusa Tenggara, sebagian Bali, Jawa, Sumatera, sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua.

Selanjutnya sebanyak 27.5 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2021, meliputi sebagian Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan Papua.

“Bulan April-Mei merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, oleh karena itu kami mengimbau agar perlu  di waspadai

potensi hujan lebat dengan durasi singkat, angin kencang, puting beliung dan potensi hujan es yang biasa terjadi pada periode tersebut,” ujar Herizal.

Kalau dibandingkan dengan rerata klimatologis awal musim kemarau pada periode 1981-2010, maka awal musim kemarau 2021

di Indonesia diperkirakan mundur pada 197 ZOM (57,6 persen), sama pada 97 ZOM (28,4 persen) dan maju pada 48 ZOM (14,0 persen).

Selain itu, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis akumulasi curah hujan musim kemarau periode 1981-2010,

maka secara umum kondisi musim kemarau 2021 diperkirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 182 ZOM atau 53,2 persen.

“Musim Kemarau pada tahun 2021 akan datang lebih lambat, dengan akumulasi curah hujan yang mirip dengan kondisi musim kemarau biasanya.

Artinya musim kemarau 2021 cenderung normal dan kecil peluang terjadinya kekeringan ekstrim, seperti musim kemarau tahun 2015 dan 2019,” jelas Herizal.

Sementara 119 ZOM atau sebanyak 34,8 persen nantinya akan mengalami kondisi kemarau atas normal atau musim kemarau lebih basah, yaitu curah hujan musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis.

Sedangkan 41 ZOM atau 12,0 persen akan mengalami bawah normal atau musim kemarau lebih kering, yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya.

Puncak musim kemarau 2021 diprediksi terjadi pada bulan Agustus 2021. Karena itu Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait,

dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, dan rawan terjadi kekurangan air bersih. 

DENPASAR – Deputi Bidang Klimatologi Herizal menjelaskan, dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia,

sebanyak 22.8 persen diprediksi akan mengawali musim kemarau pada April 2021, yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali dan sebagian Jawa.

Kemudian 30.4 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Mei 2021, meliputi sebagian Nusa Tenggara, sebagian Bali, Jawa, Sumatera, sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua.

Selanjutnya sebanyak 27.5 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2021, meliputi sebagian Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan Papua.

“Bulan April-Mei merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, oleh karena itu kami mengimbau agar perlu  di waspadai

potensi hujan lebat dengan durasi singkat, angin kencang, puting beliung dan potensi hujan es yang biasa terjadi pada periode tersebut,” ujar Herizal.

Kalau dibandingkan dengan rerata klimatologis awal musim kemarau pada periode 1981-2010, maka awal musim kemarau 2021

di Indonesia diperkirakan mundur pada 197 ZOM (57,6 persen), sama pada 97 ZOM (28,4 persen) dan maju pada 48 ZOM (14,0 persen).

Selain itu, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis akumulasi curah hujan musim kemarau periode 1981-2010,

maka secara umum kondisi musim kemarau 2021 diperkirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 182 ZOM atau 53,2 persen.

“Musim Kemarau pada tahun 2021 akan datang lebih lambat, dengan akumulasi curah hujan yang mirip dengan kondisi musim kemarau biasanya.

Artinya musim kemarau 2021 cenderung normal dan kecil peluang terjadinya kekeringan ekstrim, seperti musim kemarau tahun 2015 dan 2019,” jelas Herizal.

Sementara 119 ZOM atau sebanyak 34,8 persen nantinya akan mengalami kondisi kemarau atas normal atau musim kemarau lebih basah, yaitu curah hujan musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis.

Sedangkan 41 ZOM atau 12,0 persen akan mengalami bawah normal atau musim kemarau lebih kering, yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya.

Puncak musim kemarau 2021 diprediksi terjadi pada bulan Agustus 2021. Karena itu Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait,

dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, dan rawan terjadi kekurangan air bersih. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/