TABANAN – Sejumlah krama Banjar Dinas Dajan Teten, Desa Banjar Anyar, Kediri Tabanan ramai-ramai mendatangi Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Selasa (5/4).
Mereka yang datang sekitar puluhan orang sambil membawa poster, spanduk di PN Tabanan untuk memberikan dukungan pada gugatan soal tanah desa adat milik Desa Adat Banjar Anyar yang dikuasai menjadi hak milik pribadi oleh salah satu oknum mafia tanah.
“Hari ini kami bersama krama Banjar Dinas Dajan Teten, Banjar Anyar berada di Pengadilan Negeri Tabanan, karena ada gugatan di pengadilan soal tanah duwe desa adat yang disertifikatkan menjadi tanah milik pribadi. Selanjutnya tanah tersebut digunakan sebagai jaminan kredit di bank BPR dan kemudian disita dieksekusi oleh pihak pengadilan,” kata Bendesa Adat Banjar Anyar Kediri Tabanan I Made Raka bersama Kelian Banjar Pakraman Dajan Tenten, I Made Sutarja didampingi kuasa hukumnya I Wayan Adi Aryanta.
Sebagai informasi, dikatakan Raka, pihaknya mengetahui soal tanah desa adat Banjar Anyar dikuasai menjadi hak milik setelah adanya eksekusi yang akan dilakukan PN Tabanan sebulan yang lalu.
“Ya kami kaget ada surat tembusan ke desa, soal akan dilakukan eksekusi tanah seluas 469 M2 di Banjar Dinas Dajan Teten. Padahal tanah tersebut diketahui milik Desa Adat Banjar Anyar,” ungkapnya.
“Setelah dilakukan pengecekan ternyata tanah seluas 469 M2 tersebut secara diam-diam disertifikatkan oleh salah satu oknum yang bukan dari warga kami. Setelah sertifikat terbit, malah sertifikat tersebut digunakan untuk mencari uang di salah satu bank BPR di Denpasar,” terang Raka.
I Wayan Adi Aryanta selaku kuasa hukum warga mengungkapkan kedatangan warga Desa Adat Banjar Anyar ini ke PN Tabanan soal gugatan yang hendak dieksekusinya lahan milik desa adat oleh bank BPR tersebut karena telah dijual melalui lelang.
Tiga pihak lainnya yang digugat yaitu, pihak yang mengaku sebagai ahli waris, Badan Pertanahan Kabupaten Tabanan, dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Denpasar.
Ada pihak dengan inisial IGD S yang mengaku sebagai ahli waris almarhum Ni Nengah Sulatri. Dia adalah penjamin ketika krama desa adat Banjar Anyar almarhum Ni Nengah Sulatri meminjam uang atau kredit di BPR. Almarhum sendiri sesungguhnya Putung atau tidak memiliki penerus adat. Anak pertamanya menikah ke luar atau nyentana. Sementara anak kedua meninggal dunia pada usia muda,” beber I Wayan Adi Aryanta.
Belakangan barulah diketahui jika pihak yang mengaku ahli waris, diduga menggunakan KTP Palsu. Itu setelah ditelusuri, pihak yang mengaku sebagai ahli waris adalah orang lain yang tinggal di luar Desa Adat Banjar Anyar. Inisialnya IPP. Fotonya sama, namanya berbeda.
Pihaknya bahkan sebelumnya mengajukan keberatan kepada Tergugat II, atas dikonversinya Tanah Adat tersebut menjadi Tanah Milik. Namun, BPN/Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan tidak dapat memberikan jalan keluar.
Patut diduga pihak yang mengaku sebagai ahli waris telah menikmati hasil dari SHM Nomor 6018/2004/Banjar Anyar yang kemudian diganti dengan SHM Nomor 6607/2007/Banjar Anyar atas nama Ni Nengah Sulatri, seluas 469 M2 berdasarkan surat ukur nomor 3348/Banjaranyar/2006 Tanggal 22-12-2006. Dimana Ahli Waris menggunakan sertifikat tanah tersebut sebagai jaminan kredit/pinjaman pada Bank BPR P.
Para Penggugat kemudian meminta pertanggungjawaban para pihak, sehingga meminta kepada Pengadilan Negeri Tabanan agar memutuskan untuk mengembalikan tanah SHM nomor SHM Nomor 6018/2004/Banjar Anyar yang kemudian diganti dengan SHM Nomor 6607/2007/Banjar Anyar seluas 469 M2 berdasarkan surat ukur nomor 3348/Banjaranyar/2006 Tanggal 22-12-2006 menjadi Tanah Adat. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian in materiil penggugat I dan penggugat II senilai Rp 1 miliar.
“Nah pada gugatan ini kami berharap PN Tabanan melakukan pertimbangan yang matang dan berlaku adil untuk memutuskan bahwa tanah tersebut memang benar milik dari Desa Adat Banjar Anyar,” tandasnya.