DENPASAR– Kondisi terkini, Bali darurat bencana. Seluruh kabupaten/ kota di Bali dilanda bencana. Baik skala kecil maupun besar. Bahkan sampai ada korban jiwa.Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali menilai bahwa alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh pembangunan Infrastruktur yang merusak lingkungan menjadi salah satu penyebab dominan terjadinya bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Terlebih rencana proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi dan Terminal LNG di kawasan Mangrove juga akan membawa Bali pada bencana alam yang lebih serius.
Made Krisna Dinata selaku Direktur WALHI Bali menegaskan alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh pembangunan Infrastruktur yang merusak lingkungan menjadi salah satu penyebab dominan terjadinya bencana seperti banjir dan tanah longsor, pihaknya menilai bahwa itu menunjukkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Bali sangat kurang dari sistem drainase.
“Alih fungsi lahan mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan suhu permukaan bumi dalam peningkatan tingginya curah Hujan di berbagai lokasi sehingga sangat berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah di Bali,” jelas Krisna Dinata, yang akrab dipanggil Krisna Bokis ini kepada awak media, Selasa (18/10) di Sekretatiat WALHI Bali Jalan Dewi Madri IV No. 2 Denpasar.
Dia juga menilai dengan adanya proyek-proyek yang mengorbankan hutan dan sawah tentunya semakin memicu potensi buruk bagi keberlangsungan iklim sehingga akan
mengurangi daya dukung Bali dalam memitigasi bencana. Salah satunya, dengan adanya Pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur tentu akan memperburuk mitigasi bencana Bali.
Mengingat hutan mangrove sangat memiliki fungsi vital dalam memitigasi bencana. Namun dengan adanya rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai yang akan membabat 14,5 ha mangrove justru akan menimbulkan dampak yang buruk ke depan sehingga Bali sedang mengalami
krisis iklim. Adanya pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di kawasan mangrove, tentunya akan berkontribusi terhadap alih fungsi lahan. “Hal ini akan memperparah kondisi perubahan iklim, dan tentunya akan berpotensi menimbulkan
bencana yang lebih serius, terlebih mangrove sangat memiliki fungsi yang amat signifikan untuk memitigasi perubahan iklim,” terangnya.
Selain itu Krisna Bokis juga menyoroti adanya proyek pembangunan Jalan Tol Gilimanuk- Mengwi. Adanya Proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi juga merupakan proyek yang turut
andil dalam alih fungsi lahan. Dalam Dokumen KA Andal Jalan Tol Gilimanuk- Mengwi terhadap 488,13 ha perkebunan, kawasan hutan lindung Bali Barat seluas 75,14 ha, permukiman/rumah tinggal seluas 20 ha, serta kebun milik Pemprov Bali seluas 49,6 ha.
Dalam data tersebut dikatakan jika ada lahan pertanian yang terkena sejumlah 188,31 ha merupakan area sawah irigasi. Sedangkan data temuan WALHI Bali berbeda yakni tercatat
ada 480,54 a persawahan yang terkena trase tol. Jika dikalkulasikan maka akan ada sekitar 1.300 ha lahan yang akan beralih fungsi menjadi jalan tol. Namun dalam konsultasi-konsultasi penyusunan Andal, WALHI Bali sudah sangat sering memberikan tanggapan atau surat protes terkait hal ini yang harapannya masukannya bisa dijadikan pertimbangan.
Sebab trase tol melewati sawah yang berfungsi sebagai Jasa Penyedia pangan Bali intensitas sedang hingga tinggi menurut data Pusat pengendalian Pembangunan (P3) Ekoregion Bali Nusra. Hilangnya sawah dengan luasan 480,58 ha akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan di Bali.
“Jika dikalkulasikan, 1 ha lahan sawah sedikitnya menghasilkan beras 6 ton. Maka, proyek pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang menerabas area sawah seluas 480,54 ha, mengurangi produksi beras di Bali sebanyak 2.883,24 ton,” bebernya.
Selain itu pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi juga menyebabkan hilangnya banyak subak. Temuan WALHI ada 98 titik subak yang terkena di sepanjang jalur pembangunan Jalan Tol Gilimanuk- Mengwi. Jika Lahan pertanian dan subak hilang maka sistem irigasi hidrologis alami yang dapat menjaga volume air dari hulu ke hilir sehingga mempercepat terjadinya banjir. Karena setiap 1 Ha sawah mampu menampung 3.000 ton air apabila tinggi airnya 7 centimeter.
Maka apabila 480,54 ha sawah hilang, maka akan ada 1.441.520 ton air yang tidak teririgasi dan tertampung oleh persawahan. “Hilangnya lahan pertanian tentu bertentangan dengan misi Gubernur Bali yaitu memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas memadai bagi kehidupan krama Bali, kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani,” tegasnya.
Mereka juga memperlihatkan video Mangrove Tahura Ngurah Rai yang akan dijadikan tapak proyek Terminal LNG, di mana mangrove yang akan terancam sangatlah padat dan rapat.
Selain itu juga memperlihatkan peta terkait titik Subak yang terkena Trase Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi, serta berbagai dokumentasi yang menunjukkan bagaimana persawahan produktif juga akan hilang karena pembangunan Jalan Tol Gilimanuk- Mengwi. (made dwija putra/wayan widyantara/radar bali)