31.2 C
Jakarta
27 April 2024, 10:41 AM WIB

Rumah Mendiang I Dewa Putu Alit Didatangi Krama lalu Pasang Patok

 

GIANYAR – Krama dan prajuru Desa Adat Tegallinggah di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh pada Sabtu pagi (26/2) turun ke rumah almarhum I Dewa Putu Alit pada Sabtu pagi (26/2). Ada apa?

 

Informasi yang diperoleh, kedatangan warga dan prajuru Desa Adat Tegallinggah membagi atau ngepah pekarangan rumah kakak beradik menjadi tiga bagian lantaran sebelumnya berselisih soal bagi-bagi tanah berstatus ayahan desa (AyDs).

 

Pembagian tanah ayahan desa untuk tiga bersaudara ini sesuai awig-awig dan keputusan sidang Majelis Desa Adat Provinsi Bali Nomor 059/MDA-Prov Bali/I/2022 tertanggal 28 Desember 2021 tentang Wicara Karang Ayahan Desa.

 

Pembagian pekarangan rumah itu disaksikan Camat Blahbatuh, Perbekel Bedulu, serta Kepolisian dan TNI.

 

Sebelum pembagian, dilakukan pengarahan oleh Bendesa Adat Tegallinggah, I Ketut Riman, kepada sejumlah krama dan pecalang. Lalu pengukuran menggunakan benang putih dan cat pilok warna merah.

Krama yang sudah membawa linggis dan palu membuat lubang. Selanjutnya ditancapkan patok beton yang dicor menggunakan semen. Pekarangan tersebut dibagi menjadi tiga.

 

Bagian paling timur untuk Dewa Putu Tilem, 71, kemudian dibuatkan jalan di selatan menuju gang umum. Kemudian, bagian selatan untuk Dewa Nyoman Sama, 62. Dan bagian utara untuk Dewa Putu Raka Adnyana, 57.

 

Usai pemasangan patok, Bendesa Adat, I Ketut Riman menceritakan awal masalah dari ketidakharmonisan hubungan kakak-beradik tersebut.

 

“Kronologisnya, dari pihak keluarga dari Dewa Putu Tilem yang ingin membagi. Mungkin tidak nyaman,” kata Riman didampingi sejumlah prajuru adat. Namun, keinginan Dewa Putu Tilem ditolak adiknya. Masalah pun muncul. Kasus ini pun dibawa ke desa adat, kemudian di MDA Kabupaten Gianyar, hingga muncunya keputusan dari MDA Provinsi Bali.

 

Tugas desa adat, kata Riman, menjalankan hasil keputusan MDA Provinsi Bali.

“Kami hanya menyekat saja. Patok itu untuk mempertegas. Nanti urusan mau ditembok atau bagaimana itu urusan keluarga,” ujarnya.

 

Lanjut Riman, desa adat hanya membantu membagi atau ngepah saja. “Kami berharap, semua berharap dengan ngepah ini, bisa saja mereka damai. Karena dulu pernah ada yang seperti ini, akhirnya mereka damai sendiri,” jelasnya.

 

“Kami mengambil keputusan sesuai awig, sesuai kuno dresta. Artinya dulu pernah ada ngepah karang. Di awig kami diperbolehkan ngepah karang. Sudah berkali-kali berjalan. Bedanya, sebelumnya tidak sampai ke lembaga yang tinggi, bahkan sudah selesai (damai, red). Apa yang dilakukan sesuai keputusan krama dan disetujui Krama,” terangnya.

 

GIANYAR – Krama dan prajuru Desa Adat Tegallinggah di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh pada Sabtu pagi (26/2) turun ke rumah almarhum I Dewa Putu Alit pada Sabtu pagi (26/2). Ada apa?

 

Informasi yang diperoleh, kedatangan warga dan prajuru Desa Adat Tegallinggah membagi atau ngepah pekarangan rumah kakak beradik menjadi tiga bagian lantaran sebelumnya berselisih soal bagi-bagi tanah berstatus ayahan desa (AyDs).

 

Pembagian tanah ayahan desa untuk tiga bersaudara ini sesuai awig-awig dan keputusan sidang Majelis Desa Adat Provinsi Bali Nomor 059/MDA-Prov Bali/I/2022 tertanggal 28 Desember 2021 tentang Wicara Karang Ayahan Desa.

 

Pembagian pekarangan rumah itu disaksikan Camat Blahbatuh, Perbekel Bedulu, serta Kepolisian dan TNI.

 

Sebelum pembagian, dilakukan pengarahan oleh Bendesa Adat Tegallinggah, I Ketut Riman, kepada sejumlah krama dan pecalang. Lalu pengukuran menggunakan benang putih dan cat pilok warna merah.

Krama yang sudah membawa linggis dan palu membuat lubang. Selanjutnya ditancapkan patok beton yang dicor menggunakan semen. Pekarangan tersebut dibagi menjadi tiga.

 

Bagian paling timur untuk Dewa Putu Tilem, 71, kemudian dibuatkan jalan di selatan menuju gang umum. Kemudian, bagian selatan untuk Dewa Nyoman Sama, 62. Dan bagian utara untuk Dewa Putu Raka Adnyana, 57.

 

Usai pemasangan patok, Bendesa Adat, I Ketut Riman menceritakan awal masalah dari ketidakharmonisan hubungan kakak-beradik tersebut.

 

“Kronologisnya, dari pihak keluarga dari Dewa Putu Tilem yang ingin membagi. Mungkin tidak nyaman,” kata Riman didampingi sejumlah prajuru adat. Namun, keinginan Dewa Putu Tilem ditolak adiknya. Masalah pun muncul. Kasus ini pun dibawa ke desa adat, kemudian di MDA Kabupaten Gianyar, hingga muncunya keputusan dari MDA Provinsi Bali.

 

Tugas desa adat, kata Riman, menjalankan hasil keputusan MDA Provinsi Bali.

“Kami hanya menyekat saja. Patok itu untuk mempertegas. Nanti urusan mau ditembok atau bagaimana itu urusan keluarga,” ujarnya.

 

Lanjut Riman, desa adat hanya membantu membagi atau ngepah saja. “Kami berharap, semua berharap dengan ngepah ini, bisa saja mereka damai. Karena dulu pernah ada yang seperti ini, akhirnya mereka damai sendiri,” jelasnya.

 

“Kami mengambil keputusan sesuai awig, sesuai kuno dresta. Artinya dulu pernah ada ngepah karang. Di awig kami diperbolehkan ngepah karang. Sudah berkali-kali berjalan. Bedanya, sebelumnya tidak sampai ke lembaga yang tinggi, bahkan sudah selesai (damai, red). Apa yang dilakukan sesuai keputusan krama dan disetujui Krama,” terangnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/