SINGARAJA– Belasan krama Desa Adat Sudaji mendatangi Mapolres Buleleng. Mereka mengadukan aksi vandalisme di sejumlah tempat suci yang ada di wewidangan Desa Adat Sudaji. Krama berharap polisi menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius, karena sudah meresahkan krama desa adat.
Krama melaporkan masalah tersebut ke Mapolres Buleleng. Pengaduan warga diterima personel di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Buleleng.
Salah seorang krama, Gede Eka Rediastana mengungkapkan, aksi vandalisme itu terjadi pada Senin (10/10) lalu. Saat itu warga hendak melangsungkan persembahyangan di Pura Desa Adat Sudaji. Sebab saat itu tengah berlangsung piodalan di pura tersebut.
Ketika hendak masuk pura, warga mendapati tangga di pintu masuk ke pura desa telah terdapat coretan berwarna merah bertuliskan “Bendesa Memitra”. Coretan itu ditulis menggunakan cat semprot berwarna merah.
“Jujur saat itu kami sebagai krama sangat kaget, resah, dan benci dengan perlakuan ini. Aksi vandalisme sangat kami kecam,” kata Gede Eka.
Ia menyebut ada empat titik coretan di pura. Yakni di bagian tangga pintu masuk ke pura desa, tembong penyengker di Pura Melanting, tembok penyengker di Pura Dalem Sudaji, serta tembok penyengker Pura Sang Peta Desa Sudaji.
Menurutnya aksi tersebut sangat meresahkan krama. Karena kondisi di Desa Adat Sudaji sebenarnya kondusif dan adem ayem.
“Kami sudah lapor kepada jro bendesa. Sesuai dengan hasil paruman, kami menindaklanjuti dengan laporan pada polisi. Kami harap polisi benar-benar menindaklanjuti laporan kami, agar suasana di desa adat tetap kondusif dan aman,” ujarnya.
Di sisi lain, Bendesa Adat Sudaji Nyoman Sunuada mengungkapkan, pihaknya menyerahkan proses pelaporan tersebut pada krama. Ia menjelaskan tulisan itu telah dihapus oleh krama.
“Saya tidak pernah melakukan perebuat seperti itu. Nama saya dicoreng, tidak masalah. Saya tidak mau menuduh orang, biar yang mahakuasa yang memberikan karma,” ujarnya.
Di sisi lain Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng Gde Made Metera menegaskan aksi vandalisme di areal pura tidak patut. Ia menegaskan pura merupakan tempat ibadah yang harus dijaga kesuciannya.
Menindaklanjuti peristiwa tersebut, ia menganjurkan agar desa adat menggelar upacara guru piduka atau permohonan maaf secara niskala. Hal itu perlu dilakukan untuk menjaga kenyamanan warga secara rohani dan spiritual.
“Alangkah baiknya dilakukan upacara guru piduka. Tentu kewenangan itu kami kembalikan pada prajuru dan krama di desa adat setempat. Karena harus disesuaikan dengan dresta setempat,” kata Metera. (eka prasetia/radar bali)