25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:46 AM WIB

Limbah Domestik Masih Jadi Momok, Berpotensi Cemari Lahan Pertanian & Sungai

SINGARAJA– Tata kelola limbah domestik saat ini masih menjadi momok. Sementara ini pengelolaan limbah domestik hanya diberlakukan bagi dunia usaha. Sementara bagi rumah tinggal, tak diwajibkan mengelola limbah domestik. Alhasil limbah yang muncul, berpotensi mencemari lahan pertanian maupun sungai.

 

Kini DPRD Buleleng tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Limbah Domestik. Kemarin (15/7) Panitia Khusus (Pansus) Limbah Domestik, melakukan pembahasan terkait hal tersebut. Rapat pembahasan berlangsung di Ruang Komisi III DPRD Buleleng, Jumat pagi.

 

Ketua Pansus Ranperda Limbah Domestik, Ketut Ngurah Arya mengatakan, limbah bukan hanya dihasilkan dunia usaha. Limbah juga dihasilkan oleh rumah tangga. Limbah itu disebut dengan limbah domestik.

 

Limbah yang muncul pun beragam. Limbah kakus misalnya, selama ini ditampung dalam septic tank yang dibuat. Biasanya limbah ini akan menghasilkan lumpur dan air yang berwarna gelap, alias black water. Ada pula limbah berupa sisa masakan, air cuci, dan air mandi. Limbah ini biasanya langsung dialirkan ke selokan. Bila menggenang, limbah ini akan berwarna abu-abu. Sehingga disebut gray water. Nah limbah gray water itu terbilang berbahaya. Sebab limbah itu berpotensi mengalir ke lahan pertanian, hingga bermuara ke sungai. Dampaknya limbah-limbah itu akan memicu pencemaran sungai.

 

Ketua Pansus Ranperda Limbah Domestik, Ketut Ngurah Arya mengatakan, ranperda itu akan mengatur lebih ketat tentang pengelolaan limbah rumah tangga non kakus alias limbah gray water. Sebab limbah yang tidak terkelola, berpotensi memicu kerusakan lingkungan yang lebih parah.

 

Dalam ranperda, pemerintah berencana menerapkan sanksi pidana 3 bulan penjara dan denda maksimal Rp 50 juta, apabila terjadi pelanggaran pembuangan limbah. Dewan menilai limbah yang dibuang ke kawasan lingkungan, harus memenuhi standar baku mutu. “Idealnya memang limbah itu ditampung ke pengelolaa limbah terpadu, setelah dikelola, baru dibuang. Sehingga tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan. Ini akan kami bahas lagi. Karena semangatnya adalah mencegah pembuangan limbah, biar tidak merusak lingkungan,” demikian Ngurah Arya. (eps)

SINGARAJA– Tata kelola limbah domestik saat ini masih menjadi momok. Sementara ini pengelolaan limbah domestik hanya diberlakukan bagi dunia usaha. Sementara bagi rumah tinggal, tak diwajibkan mengelola limbah domestik. Alhasil limbah yang muncul, berpotensi mencemari lahan pertanian maupun sungai.

 

Kini DPRD Buleleng tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Limbah Domestik. Kemarin (15/7) Panitia Khusus (Pansus) Limbah Domestik, melakukan pembahasan terkait hal tersebut. Rapat pembahasan berlangsung di Ruang Komisi III DPRD Buleleng, Jumat pagi.

 

Ketua Pansus Ranperda Limbah Domestik, Ketut Ngurah Arya mengatakan, limbah bukan hanya dihasilkan dunia usaha. Limbah juga dihasilkan oleh rumah tangga. Limbah itu disebut dengan limbah domestik.

 

Limbah yang muncul pun beragam. Limbah kakus misalnya, selama ini ditampung dalam septic tank yang dibuat. Biasanya limbah ini akan menghasilkan lumpur dan air yang berwarna gelap, alias black water. Ada pula limbah berupa sisa masakan, air cuci, dan air mandi. Limbah ini biasanya langsung dialirkan ke selokan. Bila menggenang, limbah ini akan berwarna abu-abu. Sehingga disebut gray water. Nah limbah gray water itu terbilang berbahaya. Sebab limbah itu berpotensi mengalir ke lahan pertanian, hingga bermuara ke sungai. Dampaknya limbah-limbah itu akan memicu pencemaran sungai.

 

Ketua Pansus Ranperda Limbah Domestik, Ketut Ngurah Arya mengatakan, ranperda itu akan mengatur lebih ketat tentang pengelolaan limbah rumah tangga non kakus alias limbah gray water. Sebab limbah yang tidak terkelola, berpotensi memicu kerusakan lingkungan yang lebih parah.

 

Dalam ranperda, pemerintah berencana menerapkan sanksi pidana 3 bulan penjara dan denda maksimal Rp 50 juta, apabila terjadi pelanggaran pembuangan limbah. Dewan menilai limbah yang dibuang ke kawasan lingkungan, harus memenuhi standar baku mutu. “Idealnya memang limbah itu ditampung ke pengelolaa limbah terpadu, setelah dikelola, baru dibuang. Sehingga tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan. Ini akan kami bahas lagi. Karena semangatnya adalah mencegah pembuangan limbah, biar tidak merusak lingkungan,” demikian Ngurah Arya. (eps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/