28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:22 AM WIB

Eksekusi Lahan di Pemaron Diwarnai Ketegangan

SINGARAJA– Proses eksekusi lahan di Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, berlangsung menegangkan. Puluhan orang massa sempat mengepung sebuah toko bangunan, setelah mendapat informasi adanya proses eksekusi.

Pagi kemarin (28/9), Pengadilan Negeri Singaraja memang hendak melakukan eksekusi terhadap dua bidang tanah milik Dewa Gede Suadnyana, yang ada di tepi Jalan Raya Singaraja-Seririt tepatnya di wilayah Desa Pemaron. Lahan itu sehari-harinya berfungsi sebagai toko bangunan yang secara khusus menjual batu-batu alam.

Sebelum tim juru sita PN Singaraja datang, puluhan massa telah mengepung toko bangunan tersebut. Mereka memasang poster dan spanduk yang menunjukkan rasa tidak puas dengan proses hukum. Dalam poster mereka menyatakan menolak proses eksekusi tanah dan bangunan. Selain itu mereka juga menolak berkompromi, karena ditengarai ada mafia tanah dibalik proses lelang dan eksekusi.

Sekitar pukul 10.30, tim juru sita PN Singaraja datang ke lokasi dengan dikawal satu peleton Pasukan Dalmas Polres Buleleng. Kabag Ops Polres Buleleng, Gusti Putu Alit turun tangan memimpin pasukan.

Ia langsung membubarkan massa yang berkumpul di sekitar toko bangunan. Alit mengancam akan menangkap orang-orang tersebut, apabila menghalangi proses eksekusi. Upaya itu ternyata efektif. Massa satu persatu mundur menjauhi areal eksekusi.

Sebelum juru sita membacakan penetapan eksekusi, sempat terjadi negosiasi antara Yulius Logo selaku kuasa hukum pemohon eksekusi dengan Dewa Gede Suadnyana selaku termohon eksekusi. Pihak termohon meminta agar diberi perpanjangan waktu selama dua bulan untuk membereskan barang-barang. Namun kuasa hukum pemohon hanya memberikan waktu selama dua minggu.

Setelah negosiasi yang cukup panjang, kuasa hukum pemohon sepakat memberikan waktu selama sebulan, untuk mengosongkan tanah dan gedung.

Akhirnya Panitera PN Singaraja, Anak Agung Nyoman Diksa membacakan berita acara eksekusi dengan permohonan eksekusi Nomor 9/Pdt.Eks/2021/PN SGR. Dalam berita acara tersebut, panitera menyatakan dua bidang lahan masing-masing SHM Nomor 488/Desa Pemaron dengan luas 4 are dan SHM Nomor 625/Desa Pemaron dengan luas 2 are.

Kepada wartawan, Diksa mengatakan eksekusi tetap terus berjalan. Meski di atas lahan tersebut masih terdapat barang-barang milik termohon eksekusi. Menurutnya sudah ada kesepakatan bahwa termohon eksekusi siap mengosongkan lahan tersebut secara sukarela, dalam waktu 30 hari mendatang.

“Eksekusi sudah berjalan dan sudah kami lakukan penyerahan kunci pada kuasa pemohon. Apabila dalam waktu 30 hari mendatang terjadi ingkar janji, mak akan ada upaya paksa,” kata Diksa.

Sementara itu Yulius Logo menyatakan, kliennya yakni Sudarmiati Hadisoeselo membeli lahan itu melalui proses lelang terbuka di Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja. Prinsipalnya kemudian mengajukan permohonan eksekusi pada 2019 lalu, namun baru bisa terlaksana kemarin.

Menurutnya penundaan pengosongan juga mempertimbangkan situasi di lokasi eksekusi. “Waktu sebulan itu adalah kebijakan dari principal kami. Kami harap termohon memanfaatkan waktu itu untuk memindahkan barang secara sukarela. Apabila tidak dilakukan, maka kami akan mempertimbangkan untuk melakukan upaya paksa,” ujarnya. (eps/pit)

SINGARAJA– Proses eksekusi lahan di Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, berlangsung menegangkan. Puluhan orang massa sempat mengepung sebuah toko bangunan, setelah mendapat informasi adanya proses eksekusi.

Pagi kemarin (28/9), Pengadilan Negeri Singaraja memang hendak melakukan eksekusi terhadap dua bidang tanah milik Dewa Gede Suadnyana, yang ada di tepi Jalan Raya Singaraja-Seririt tepatnya di wilayah Desa Pemaron. Lahan itu sehari-harinya berfungsi sebagai toko bangunan yang secara khusus menjual batu-batu alam.

Sebelum tim juru sita PN Singaraja datang, puluhan massa telah mengepung toko bangunan tersebut. Mereka memasang poster dan spanduk yang menunjukkan rasa tidak puas dengan proses hukum. Dalam poster mereka menyatakan menolak proses eksekusi tanah dan bangunan. Selain itu mereka juga menolak berkompromi, karena ditengarai ada mafia tanah dibalik proses lelang dan eksekusi.

Sekitar pukul 10.30, tim juru sita PN Singaraja datang ke lokasi dengan dikawal satu peleton Pasukan Dalmas Polres Buleleng. Kabag Ops Polres Buleleng, Gusti Putu Alit turun tangan memimpin pasukan.

Ia langsung membubarkan massa yang berkumpul di sekitar toko bangunan. Alit mengancam akan menangkap orang-orang tersebut, apabila menghalangi proses eksekusi. Upaya itu ternyata efektif. Massa satu persatu mundur menjauhi areal eksekusi.

Sebelum juru sita membacakan penetapan eksekusi, sempat terjadi negosiasi antara Yulius Logo selaku kuasa hukum pemohon eksekusi dengan Dewa Gede Suadnyana selaku termohon eksekusi. Pihak termohon meminta agar diberi perpanjangan waktu selama dua bulan untuk membereskan barang-barang. Namun kuasa hukum pemohon hanya memberikan waktu selama dua minggu.

Setelah negosiasi yang cukup panjang, kuasa hukum pemohon sepakat memberikan waktu selama sebulan, untuk mengosongkan tanah dan gedung.

Akhirnya Panitera PN Singaraja, Anak Agung Nyoman Diksa membacakan berita acara eksekusi dengan permohonan eksekusi Nomor 9/Pdt.Eks/2021/PN SGR. Dalam berita acara tersebut, panitera menyatakan dua bidang lahan masing-masing SHM Nomor 488/Desa Pemaron dengan luas 4 are dan SHM Nomor 625/Desa Pemaron dengan luas 2 are.

Kepada wartawan, Diksa mengatakan eksekusi tetap terus berjalan. Meski di atas lahan tersebut masih terdapat barang-barang milik termohon eksekusi. Menurutnya sudah ada kesepakatan bahwa termohon eksekusi siap mengosongkan lahan tersebut secara sukarela, dalam waktu 30 hari mendatang.

“Eksekusi sudah berjalan dan sudah kami lakukan penyerahan kunci pada kuasa pemohon. Apabila dalam waktu 30 hari mendatang terjadi ingkar janji, mak akan ada upaya paksa,” kata Diksa.

Sementara itu Yulius Logo menyatakan, kliennya yakni Sudarmiati Hadisoeselo membeli lahan itu melalui proses lelang terbuka di Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja. Prinsipalnya kemudian mengajukan permohonan eksekusi pada 2019 lalu, namun baru bisa terlaksana kemarin.

Menurutnya penundaan pengosongan juga mempertimbangkan situasi di lokasi eksekusi. “Waktu sebulan itu adalah kebijakan dari principal kami. Kami harap termohon memanfaatkan waktu itu untuk memindahkan barang secara sukarela. Apabila tidak dilakukan, maka kami akan mempertimbangkan untuk melakukan upaya paksa,” ujarnya. (eps/pit)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/