28.9 C
Jakarta
31 Agustus 2024, 21:23 PM WIB

Diduga karena Kerusakan Hutan di Jembrana, Kayu Berukuran Besar Terbawa Banjir Bandang

NEGARA – Banjir bandang yang terjadi di sungai Bilukpoh, perbatasan Kelurahan Tegalcangkring dan Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, diduga salah satu penyebabnya adalah kerusakan hutan di hulu sungai. Terlihat dari dari kayu berukuran besar yang terbawa banjir bandang di sekitar aliran sungai hingga pantai.

Rusaknya hutan di utara Jembrana, diduga tidak hanya disebabkan pembalakan liar, tetapi juga pengelolan pemanfaatan hutan yang diberikan pemerintah kepada kelompok masyarakat. Karena pembalakan liar dan pemanfaatan hutan itu, kayu besar dibabat hinga gundul dan kawasan alih fungsi menjadi tanaman musiman.

Menurut unit pelaksana teknis daerah (UPTD) kesatuan pengelolaan hutan (KPH) Bali Barat, dugaan penyebab banjir bandang yang terjadi karena hutan yang rusak tidak sepenuhnya benar. Karena dipengaruhi juga dengan karakter daerah aliran sungai (DAS) Bilukpoh. “Karakter daerah aliran sungainya lintas kabupaten. Panjang DAS-nya melebihi 30 kilometer,” kata Kepala UPTD KPH Bali Barat Agus Sugiyanto, dikonfirmasi Rabu (19/10).

Menurutnya, dengan area hutan yang luas ditambah dengan ketinggian yang berada di wilayah Buleleng. Semua aliran sungai tumpah ke Jembrana, di satu sungai Bilukpoh. Dengan curah hujan tinggi, semua pohon yang ada di sepanjang DAS terbawa banjir. Baik di dalam kawasan hutan, maupun di luar kawasan hutan.

Pihaknya juga sudah melakukan pengecekan langsung ke dalam hutan bersama Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Bali. Pengecekan kondisi di hulu sungai, termasuk di akses pengelolan hutan oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Penyaringan. “Kita sempat cek kesana, kita melihat kanan kiri DAS. Ada yang tergerus 1 meter dan ada yang ditikungan sampai 2 meter,” ujarnya.

Pihaknya, tidak menampik adanya penyebab kerusakan hutan. Akan tetapi, lanjutnya, secara teknis dengan curah hujan yang tinggi dengan DAS yang panjang, semua air hujan tumpah di satu sungai.

Banjir juga tidak hanya terjadi di sungai Bilukpoh, beberapa tempat juga parah walaupun tidak ada sungai. “Kita lihat saja di luar kawasan di Desa Penyaringan. Kontur tanahnya curam, jurang -jurang di ketinggian,” terangnya.

Karena itu, perlu memitigasi bencana. Memang hutan Jembrana mempunyai banyak potensi. Tetapi juga harus dipikirkan antisipasi dengan mitigasi bencana banjir di beberapa sungai yang karakternya lintas kabupaten.

Agus menambahkan, pohon-pohon yang terbawa banjir bandang, tidak hanya kayu hutan. Tetapi juga ada kayu kelapa, rumpun bambu, kayu Bayur dan terbawa dengan akarnya. Tidak ada yang terpotong -potong.

Mengenai akses kelola hutan oleh LPHD, Agus menegaskan sependapat, jika ada yang tidak memenuhi standar atau melakukan kejahatan akan dipidanakan. Sekarang lebih gampang karena saat ini sudah terdata, di setiap areal yang dikelola sudah ada datanya. “Jadi  kerusakan bisa kita petakan dengan cepat,” tegasnya.

Mengenai LPHD, lanjutnya, di seluruh Jembrana sebanyak 32 akses kelola legal oleh LPHD. Area yang dikelola, awalnya adalah kawasan yang dirambah, sehingga untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan butuh skema tertentu. “Maka saya lihat, potensi masyarakat sekitar hutan ada di situ. Untuk bersama-sama mengembalikan fungsi hutan fungsi perlindungannya. Mereka sudah sadar menanam tanaman yang bisa dimanfaatkan seumur hidup,” terangnya.

Kawasan hutan KPH Bali Barat seluas 37.182,13 hektar. Kawasan hutan inti seluas 21.000 hektar, kawasan pemanfaatan 12.000 hektar. Luas hutan pemanfaatan dipetakan berdasarkan hasil perambahan hutan pada saat era reformasi,” jelasnya.

Dengan luas hutan ribuan hektar tersebut, sumberdaya manusia dari KPH Bali Barat terbatas. Hanya ada empat orang. Terdiri dari polisi hutan dan penyuluh masing-masing 2 orang. Sehingga, mengandalkan para relawan yang secara aturan bisa diberikan akses kelola oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan untuk mengelola kawasan dan memanfaatkan sesuai dengan rencana pengelolaan.

Harapannya, harus berimbang. Masyarakat yang sudah mulai peduli menanam tanaman berkayu dan menghasilkan, serta berfungsi lindung. “Kita tidak boleh bully mereka. Mereka mulai sadar. Jadi semua ayo bersatu padu, mengingat memaknai kawasan hutan lindung yang ada di Jembrana. Karana sumber mata air dari kawasan hutan,” tegasnya.

Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengatakan, memang ada dugaan adanya pembalakan hutan dan dugaan pengelolan hutan oleh pemegang hak kelola hutan. Karena itu, bupati secara khusus mengundang pemegang hak kelola untuk bertemu pada Sabtu (22/10) mendatang. Mereka akan diundang rapat bersama Polres Jembrana dan Kodim Jembrana. “Kita akan paksa membuat pernyataan tidak melakukan ilegal loging dan harus menjaga hutan,” tegasnya.

Setelah ada surat pernyataan tersebut, apabila masih melakukan pembalakan hutan dan terjadi banjir bandang lagi yang diduga berasal dari kawasan hutan, maka hak pengelolan akan dicabut. “Kalau terjadi lagi, kita cabut,” tegasnya.

Sebelumya, bupati menyebut, banjir bandang ini terjadi diduga akibat dari hutan yang sudah mulai gundul dan alih fungsi lahan. Karena itu, bupati sudah meminta kepada kehutanan untuk mengumpulkan semua pemilik hak pengelola hutan. “Ini pengalaman dua tahun terulang lagi. Saya lihat faktanya pohon ini, diduga akibat pengrusakan hutan. Tidak bisa kita diemin,” tegasnya.(bas)

NEGARA – Banjir bandang yang terjadi di sungai Bilukpoh, perbatasan Kelurahan Tegalcangkring dan Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, diduga salah satu penyebabnya adalah kerusakan hutan di hulu sungai. Terlihat dari dari kayu berukuran besar yang terbawa banjir bandang di sekitar aliran sungai hingga pantai.

Rusaknya hutan di utara Jembrana, diduga tidak hanya disebabkan pembalakan liar, tetapi juga pengelolan pemanfaatan hutan yang diberikan pemerintah kepada kelompok masyarakat. Karena pembalakan liar dan pemanfaatan hutan itu, kayu besar dibabat hinga gundul dan kawasan alih fungsi menjadi tanaman musiman.

Menurut unit pelaksana teknis daerah (UPTD) kesatuan pengelolaan hutan (KPH) Bali Barat, dugaan penyebab banjir bandang yang terjadi karena hutan yang rusak tidak sepenuhnya benar. Karena dipengaruhi juga dengan karakter daerah aliran sungai (DAS) Bilukpoh. “Karakter daerah aliran sungainya lintas kabupaten. Panjang DAS-nya melebihi 30 kilometer,” kata Kepala UPTD KPH Bali Barat Agus Sugiyanto, dikonfirmasi Rabu (19/10).

Menurutnya, dengan area hutan yang luas ditambah dengan ketinggian yang berada di wilayah Buleleng. Semua aliran sungai tumpah ke Jembrana, di satu sungai Bilukpoh. Dengan curah hujan tinggi, semua pohon yang ada di sepanjang DAS terbawa banjir. Baik di dalam kawasan hutan, maupun di luar kawasan hutan.

Pihaknya juga sudah melakukan pengecekan langsung ke dalam hutan bersama Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Bali. Pengecekan kondisi di hulu sungai, termasuk di akses pengelolan hutan oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Penyaringan. “Kita sempat cek kesana, kita melihat kanan kiri DAS. Ada yang tergerus 1 meter dan ada yang ditikungan sampai 2 meter,” ujarnya.

Pihaknya, tidak menampik adanya penyebab kerusakan hutan. Akan tetapi, lanjutnya, secara teknis dengan curah hujan yang tinggi dengan DAS yang panjang, semua air hujan tumpah di satu sungai.

Banjir juga tidak hanya terjadi di sungai Bilukpoh, beberapa tempat juga parah walaupun tidak ada sungai. “Kita lihat saja di luar kawasan di Desa Penyaringan. Kontur tanahnya curam, jurang -jurang di ketinggian,” terangnya.

Karena itu, perlu memitigasi bencana. Memang hutan Jembrana mempunyai banyak potensi. Tetapi juga harus dipikirkan antisipasi dengan mitigasi bencana banjir di beberapa sungai yang karakternya lintas kabupaten.

Agus menambahkan, pohon-pohon yang terbawa banjir bandang, tidak hanya kayu hutan. Tetapi juga ada kayu kelapa, rumpun bambu, kayu Bayur dan terbawa dengan akarnya. Tidak ada yang terpotong -potong.

Mengenai akses kelola hutan oleh LPHD, Agus menegaskan sependapat, jika ada yang tidak memenuhi standar atau melakukan kejahatan akan dipidanakan. Sekarang lebih gampang karena saat ini sudah terdata, di setiap areal yang dikelola sudah ada datanya. “Jadi  kerusakan bisa kita petakan dengan cepat,” tegasnya.

Mengenai LPHD, lanjutnya, di seluruh Jembrana sebanyak 32 akses kelola legal oleh LPHD. Area yang dikelola, awalnya adalah kawasan yang dirambah, sehingga untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan butuh skema tertentu. “Maka saya lihat, potensi masyarakat sekitar hutan ada di situ. Untuk bersama-sama mengembalikan fungsi hutan fungsi perlindungannya. Mereka sudah sadar menanam tanaman yang bisa dimanfaatkan seumur hidup,” terangnya.

Kawasan hutan KPH Bali Barat seluas 37.182,13 hektar. Kawasan hutan inti seluas 21.000 hektar, kawasan pemanfaatan 12.000 hektar. Luas hutan pemanfaatan dipetakan berdasarkan hasil perambahan hutan pada saat era reformasi,” jelasnya.

Dengan luas hutan ribuan hektar tersebut, sumberdaya manusia dari KPH Bali Barat terbatas. Hanya ada empat orang. Terdiri dari polisi hutan dan penyuluh masing-masing 2 orang. Sehingga, mengandalkan para relawan yang secara aturan bisa diberikan akses kelola oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan untuk mengelola kawasan dan memanfaatkan sesuai dengan rencana pengelolaan.

Harapannya, harus berimbang. Masyarakat yang sudah mulai peduli menanam tanaman berkayu dan menghasilkan, serta berfungsi lindung. “Kita tidak boleh bully mereka. Mereka mulai sadar. Jadi semua ayo bersatu padu, mengingat memaknai kawasan hutan lindung yang ada di Jembrana. Karana sumber mata air dari kawasan hutan,” tegasnya.

Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengatakan, memang ada dugaan adanya pembalakan hutan dan dugaan pengelolan hutan oleh pemegang hak kelola hutan. Karena itu, bupati secara khusus mengundang pemegang hak kelola untuk bertemu pada Sabtu (22/10) mendatang. Mereka akan diundang rapat bersama Polres Jembrana dan Kodim Jembrana. “Kita akan paksa membuat pernyataan tidak melakukan ilegal loging dan harus menjaga hutan,” tegasnya.

Setelah ada surat pernyataan tersebut, apabila masih melakukan pembalakan hutan dan terjadi banjir bandang lagi yang diduga berasal dari kawasan hutan, maka hak pengelolan akan dicabut. “Kalau terjadi lagi, kita cabut,” tegasnya.

Sebelumya, bupati menyebut, banjir bandang ini terjadi diduga akibat dari hutan yang sudah mulai gundul dan alih fungsi lahan. Karena itu, bupati sudah meminta kepada kehutanan untuk mengumpulkan semua pemilik hak pengelola hutan. “Ini pengalaman dua tahun terulang lagi. Saya lihat faktanya pohon ini, diduga akibat pengrusakan hutan. Tidak bisa kita diemin,” tegasnya.(bas)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/