DENPASAR– Sejak WHO menetapkan kondisi darurat global karena wabah pandemic Covid-19 (Corona), banyak sektor yang terdampak akan situasi ini khususnya industri pariwisata.
Bali, yang menggantungkan 55 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) daerahnya dari pariwisata ikut goyah akibat virus bernama Covid-19 ini.
Wabah virus Corona yang terjadi di beberapa negara telah membuat kunjungan wisatawan mancanegara yang didominasi turis asal China dan Australia turun signifikan.
Akibatnya, aktivitas pariwisata di sejumlah kawasan wisata di Bali lesu yang pada gilirannya berimbas ke bisnis hotel dan restoran.
Kondisi ini jelas berdampak terhadap perekonomian masyarakat Bali.
Di tengah lesunya pariwisata di Bali, tidak ada salahnya mengandalkan sumber pertumbuhan dari sektor alternatif.
Selama ini, Bali memiliki sumber pertumbuhan ekonomi alternatif yang berasal dari industri kreatif.
Hanya saja, kiprahnya belum mendapatkan tempat utama dalam pengembangan perekonomian seperti halnya pariwisata
Untuk dapat memberikan kontribusi lebih tinggi lagi bagi perekonomian, perlu adanya campur tangan pemerintah.
Apalagi saat ini Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan perekonomian Bali dari sebelumnya 5,6 persen – 6 persen menjadi 4,6 persen – 5 persen karena dampak Covid-19.
Untuk itu, pemerintah perlu mendorong berbagai industri agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi tersebut.
Beberapa contoh industri kreatif yakni kerajinan tangan, barang kesenian, hingga yang terkini bisnis rokok elektrik atau yang lebih dikenal dengan vape lokal yang mulai menjamur di Bali.
Keberadaan industri kreatif ini tumbuh cukup signifikan di segala penjuru Bali, mulai dari Denpasar, Gianyar, hingga Buleleng yang telah membuka lapangan pekerjaan di Pulau Dewata.
Selain itu, industri kreatif yang mayoritas didominasi sektor UKM ini marak karena terobosan ide-ide untuk menjawab tantangan di Pulau Dewata, mulai dari inovasi yang memungkinkan untuk reservasi restoran lewat aplikasi, kantong belanja ramah lingkungan hingga konsep pengurangan risiko dengan vape yang merupakan bagian dari produk tembakau alternatif.
Bendahara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali, Pande Agus Widura mengatakan bahwa industri kreatif di Bali memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan
“Saya melihat industri kreatif dapat membantu perekonomian di Bali pada masa kondisi pariwisata sedang lemah seperti saat ini. Jika industri kreatif terus digenjot, tentunya dapat menjadi prospek bisnis yang bagus kedepannya,” ujarnya.
Ia mencontohkan industri vape yang sedang marak di Bali. Menurutnya, dengan konsep mengurangi bahaya tembakau, ini bisa menjadi suatu hal yang sangat diminati bagi para perokok dewasa.
Ketua Asosiasi Vaporizer Bali, Gede Agus Mahartika mengatakan, tidak sedikit usaha kecil dan menengah (UKM) bermunculan berkat produk rokok elektrik.
Secara tidak langsung, kehadiran rokok elektrik telah membuka kesempatan usaha baru bagi masyarakat.
Berdasarkan data AVB, setidaknya sudah ada 500 vape store alias toko vape yang tersebar di Pulau Bali.
Yang menarik, kata Gede, usaha baru yang bermunculan ini bukanlah bisnis kapitalis, melainkan usaha rintisan.
Sehingga, masyarakat memiliki peluang menjadi wirausaha dan memiliki penghasilan. Munculnya usaha-usaha baru ini otomatis membuka lapangan kerja bagi masyarakat di Bali.
Gede mengatakan, satu vape store alias toko rokok elektrik membutuhkan tenaga sekitar 5-6 orang.
Untuk industri yang baru berkembang, lanjut Gede, penyerapan sumber daya manusia (SDM) di sektor ini sudah terhitung lumayan.
“Yang sebelumnya menganggur, sekarang kerja,” ujarnya.
Karena itu, ditengah kegiatan ekonomi saat ini yang tengah terpukul akibat Corona, AVB berharap pemerintah turut memberikan perhatian untuk industri kreatif.
“Kami menghargai upaya pemerintah dalam membangkitkan kembali pelemahan ekonomi saat ini. Kami juga berharap ada stimulus yang diberikan, dengan begitu industri kami pelaku industri kreatif dapat membantu perekonomian dan menumbuhkan potensi lapangan pekerjaan,” pungkas Gede (rba).