RadarBali.com – Ekspor barang yang dulunya menjadi salah satu tumpuan Bali untuk meningkatkan penghasilan para pelaku usaha kini mengalami penurunan.
Bahkan, merosotnya dalam kondisi memprihatinkan. Anjloknya ekspor barang terungkap berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali. Total ekspor di bulan Juni 2017 mencapai USD 38.126.267.
Jika dibandingkan tahun 2016 lalu di bulan yang sama, nilai ekspor mencapai USD 48.050.453. Turun signifikan hingga 20,65 persen.
Sementara pada bulan Mei tahun 2017, nilai ekspor mencapai USD 50.841.335. Turun 25,01 persen bila dibandingkan dengan bulan Juni.
Pasar utama ekspor barang pada bulan Juni 2017 di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Australia, dan Hongkong dengan proporsi masing–masing 27,53 persen, 8,99 persen, 8,42 persen, 7,13 persen, dan 4,81 persen.
Ekspor komoditas kayu dalam bentuk kerajinan dan furniture juga mengalami penurunan signifikan.
Padahal, Bali dari segi kerajinan selalu paling unggul capaian nilai ekspornya mengingat sebagian masyarakat bergerak di sektor kerajinan.
Berdasar data BPS, nilai ekspor komoditas kayu, atau barang berbahan kayu di bulan Juni 2017 mencapai USD 3.517.195.
Di banding tahun sebelumnya di bulan yang sama, nilai ekspor mencapai USD4.732.654 dengan nilai penurunan mencapai 25,68 persen.
Bahkan, Juni tahun ini dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni Mei pun mengalami penurunan hingga 18,54 pesen.
Terkait merosotnya ekspor, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bali AA Ngurah Alit Wiraputra mengungkapkan akan terus menggerakkan semua sektor terutama komoditas kayu untuk meningkatkan nilai ekspornya.
Pihak Kadin Bali telah melakukan kerjasama dengan menggandeng Angkasa Pura Bandara I Gusti Ngurah Rai untuk membangun UMKM di bandara. “Hari ini (Selasa kemarin) kami akan survei lokasi, setelah itu akan dikembangkan,” ujar Alit Wiraputra.
Beberapa langkah yang akan ditempuh untuk peningkatan ekspor ini, kata dia, salah satunya akan berkoordinasi dengan gubernur Bali untuk mengeluarkan imbauan.
Bentuk imbauan tersebut yakni kalangan perusahaan swasta, seluruh SKPD di tingkat provinsi hingga kabupaten wajib membeli kerajinan kayu khususnya patung dari perajin Bali.
“Kalau tidak dibegitukan akan sangat sulit mengangkat kerajinan ini,” jelasnya. Alit Wiraputra menambahkan, saat ini para perajin di Bali seperti mati suri.
Banyak para perajin yang beralih profesi lantaran pekerjaan ini dianggap tidak menjanjikan penghasilan.
“Padahal, dulu itu kan menjadi pendapatan utama masyarakat Bali, kehidupan dari seni dan budaya. Tapi, faktanya saat ini patung jarang diperjualbelikan. Bahkan, turis domestik pun jarang yang melirik,” tegasnya.