AMLAPURA – Dua pasar tradisional di Karangasem belakangan ini mangrak. Pasar ini sendiri merupakan warisan pemerintahan sebelumnya yakni zaman Bupati Karangasem I Wayan Geredeg.
Kedua pasar tersebut adaah Pasar Seni Manggis dan juga Pasar Yadnya, Rendang. Sejak dibangun, kedua pasar tersebut belum beroperasi secara maksimal. Malah belakangan ini sepi alias mangkrak.
Pasar Seni Manggis, misalnya, dibangun terkait dengan pembangunan Dermaga Pesiar, Tanah Ampo. Pasar ini direncanakan untuk menjual barang-barang seni untuk oleh-oleh wisatawan.
Karena Dermaga Tanah Ampo juga mangkrak, maka pasar ini ikut terbengkalai. Bahkan, sempat beberapa kali berganti nama dan dikembalikan ke pasar umum, namun tetap saja sepi.
Pasar ini sempat menjadi lokasi para pengungsi saat erupsi Gunung Agung lalu. Sementara Pasar Yadnya yang ada di Desa Menangga, Rendang, direncanakan akan menjual khusus hasil pertanian.
Terlebih lagi Rendang memang dikenal dengan hasil pertaniannya. Diakui Kadis Perindustrian dan Perdagangan Karangasem I Wayan Sutrisna, kedua pasar tersebut sudah terbengkalai sejak puluhan tahun.
Padahal, kedua pasar tersebut dibangun dengan anggaran miliaran rupiah. “Ya, sampai saat ini belum bisa memberikan pemasukan atau PAD buat Pemkab Karangasem,” ujar Sutrisna.
Di kedua pasar tersebut belum ada pedagang yang mau jualan disana sehingga sepi. “ini karena pembeli juga enggan kesana,” kata Sutrisna.
Sutrisna sendiri mengaku tidak tahu persis penyebab sepinya kedua pasar tersebut. Padahal, lokasi kedua pasar itu cukup strategis.
Pasar Yadnya, misalnya, ada di jalan utama Rendang menuju Besakih, sementara pasar Manggis juga ada di jalur utama Karangasem—Klungkung yang cukup ramai.
Pemkab Karangasem sendiri telah melakukan beberapa upaya agar pasar ramai, namun tetap saja nihil pembeli.
Di antaranya dengan membuat pasar malam dengan mendatangkan arena permainan agar ramai. Bahkan, di pasar Yadnya retribusi sampai digratiskan agar pedagang mau datang.
Pemkab sendiri dalam waktu dekat akan mencari solusi kenapa pasar tersebut sepi. Untuk itu pihaknya akan berdiskusi dengan desa adat setempat untuk mencari solusi dan masukan agar pasar tersebut bisa hidup kembali.
Dirinya berharap ada masukan yang mampu memberikan terobosan sehingga pasar tersebut bisa kembali bergairah.
Terlebih lagi saat kondisi ekonomi seperti saat ini pasar tradisional diharapkan bisa menjadi pendongkrak ekonomi masyarakat.
“Kita ingin mencari masukan, karena kemungkinan desa disana lebih paham,” ujarnya. Dan diharapkan pedagang dan pembeli bisa datang sehingga pasar ramai.
Pasar Yadnya sendiri sempat beberapa kali beralih, awalnya untuk menjual hasil pertanian, sempat menjual dan menampung perlengkapan upacara dan souvenir.
Beberapa kali sempat buka tutup dan sekarang kosong melompong. Sementara Pasar Manggis sejak dibangun nyaris belum pernah beroperasi.
Sampai saat ini tidak ada pedagang yang mau jualan dan pembeli juga sepi. Pasar Yadnya malah sempat ditata dengan dana DAK namun tetap saja belum bisa ramai.