27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:24 AM WIB

Alamak…Baru Tanam Padi, Air Irigasi Malah Tidak Mengalir Lagi

SEMARAPURA– Kesulitan air sudah sejak beberapa tahun lalu menghantui para petani Subak Tohpati, Desa Tohpati, Kecamatan Banjarangkan.

Dengan berbagai pertemuan dan kesepakatan yang dilakukan dengan subak yang ada di Kabupaten Bangli pada bulan Januari 2018 lalu, pasalnya subak ini sudah mulai dialiri air.

Aktivitas menanam padi pun sudah mulai dilakukan. Sayang, air kembali tidak lancar bahkan tidak mengalir sejak dua minggu yang lalu

di beberapa tempek yang ada di Subak Tohpati sehingga sejumlah petani yang sudah mulai menanam benih padi mulai resah.

Seperti yang dialami salah seorang petani Tempek Abian Salak, Subak Tohpati, Wayan Resmi. Saat ditemui di sawahnya, Resmi menuturkan, sudah sejak tahun 2014 sawahnya tidak pernah teraliri air karena masalah pembagian air.

Namun setelah dilakukan kesepakatan, akhirnya air mulai mengalir di sawahnya. Sehingga, ia yang sebelumnya menanam kacang dan kadang tidak menanam apapun di sawahnya, kini mulai menanam padi.

“Tapi sudah tuju hari sawah saya sudah tidak dapat air. Padahal umur padi saya baru 25 hari dan butuh banyak air hingga umur 60 hari,” katanya.

Kondisi itu pun membuat dia sangat resah. Pasalnya jika terus-terusan tidak mendapat air, ia akan mengalami gagal panen.

Tentunya ini akan membuat ia mengalami kerugian hingga jutaan rupiah untuk 25 are lahan yang sudah ia tanami padi.

Apalagi untuk mendapat air, dia mengaku membawa sebesar Rp 4 ribu per are per sekali masa tanam.

“Makanya saya sampai begadang menunggu air mengalir. Awalnya airnya mengali kecil, lama-kelamaan tidak mengalir-ngalir,” ujar ibu tiga orang anak ini.

Hal senada juga diungkapkan Wayang Sukaja, petani Tempek Abian Salak lainnya. Bahkan diungkapkannya, air mulai kecil mengalir sejak dua minggu yang lalu.

Ia yang baru mulai menanam padi sejak lima tahun yang lalu pun kini mulai merasa resah mengingat biaya yang sudah dia keluarkan untuk memulai menanam padi tidak lah sedikit.

“Saya sampai begadang dari pukul 00.00- 04.00 agar dapat air. Siapa tahu ada air mengalir,” ungkapnya.

Klian Subak Tohpati, Nengah Sudana pun sudah menanyakan kondisi ini, namun hingga saat ini belum menuai hasil.

Pihaknya pun berharap air bisa segera mengalir dan pihak Pemerintah Provinsi Bali yang bolak-balik melakukan survei ke subaknya

bisa segera merealisasikan perbaikan terhadap bendungan suplesi, saluran suplai, terowongan, talang air dan saluran irigasi.

“Warga desa kami dominan bekerja di sektor pertanian. Kami tidak memerlukan bantuan beras sejahtera 25 kilogram kalau pemerintah bisa membantu

kami mengaliri sawah kami ini. Bahkan kami bisa mendapat beras lebih banyak jika itu terealisasi. Petani kami di sini adalah petani yang rajin,” tandasnya.

SEMARAPURA– Kesulitan air sudah sejak beberapa tahun lalu menghantui para petani Subak Tohpati, Desa Tohpati, Kecamatan Banjarangkan.

Dengan berbagai pertemuan dan kesepakatan yang dilakukan dengan subak yang ada di Kabupaten Bangli pada bulan Januari 2018 lalu, pasalnya subak ini sudah mulai dialiri air.

Aktivitas menanam padi pun sudah mulai dilakukan. Sayang, air kembali tidak lancar bahkan tidak mengalir sejak dua minggu yang lalu

di beberapa tempek yang ada di Subak Tohpati sehingga sejumlah petani yang sudah mulai menanam benih padi mulai resah.

Seperti yang dialami salah seorang petani Tempek Abian Salak, Subak Tohpati, Wayan Resmi. Saat ditemui di sawahnya, Resmi menuturkan, sudah sejak tahun 2014 sawahnya tidak pernah teraliri air karena masalah pembagian air.

Namun setelah dilakukan kesepakatan, akhirnya air mulai mengalir di sawahnya. Sehingga, ia yang sebelumnya menanam kacang dan kadang tidak menanam apapun di sawahnya, kini mulai menanam padi.

“Tapi sudah tuju hari sawah saya sudah tidak dapat air. Padahal umur padi saya baru 25 hari dan butuh banyak air hingga umur 60 hari,” katanya.

Kondisi itu pun membuat dia sangat resah. Pasalnya jika terus-terusan tidak mendapat air, ia akan mengalami gagal panen.

Tentunya ini akan membuat ia mengalami kerugian hingga jutaan rupiah untuk 25 are lahan yang sudah ia tanami padi.

Apalagi untuk mendapat air, dia mengaku membawa sebesar Rp 4 ribu per are per sekali masa tanam.

“Makanya saya sampai begadang menunggu air mengalir. Awalnya airnya mengali kecil, lama-kelamaan tidak mengalir-ngalir,” ujar ibu tiga orang anak ini.

Hal senada juga diungkapkan Wayang Sukaja, petani Tempek Abian Salak lainnya. Bahkan diungkapkannya, air mulai kecil mengalir sejak dua minggu yang lalu.

Ia yang baru mulai menanam padi sejak lima tahun yang lalu pun kini mulai merasa resah mengingat biaya yang sudah dia keluarkan untuk memulai menanam padi tidak lah sedikit.

“Saya sampai begadang dari pukul 00.00- 04.00 agar dapat air. Siapa tahu ada air mengalir,” ungkapnya.

Klian Subak Tohpati, Nengah Sudana pun sudah menanyakan kondisi ini, namun hingga saat ini belum menuai hasil.

Pihaknya pun berharap air bisa segera mengalir dan pihak Pemerintah Provinsi Bali yang bolak-balik melakukan survei ke subaknya

bisa segera merealisasikan perbaikan terhadap bendungan suplesi, saluran suplai, terowongan, talang air dan saluran irigasi.

“Warga desa kami dominan bekerja di sektor pertanian. Kami tidak memerlukan bantuan beras sejahtera 25 kilogram kalau pemerintah bisa membantu

kami mengaliri sawah kami ini. Bahkan kami bisa mendapat beras lebih banyak jika itu terealisasi. Petani kami di sini adalah petani yang rajin,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/