29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:01 AM WIB

Strategi Pemulihan Ekonomi Memasuki New Normal Life

KETIDAKPASTIAN perekonomian global sepertinya akan masih berlanjut memasuki semester kedua di tahun 2020.

Protokol kesehatan tetap menjadi prioritas utama dengan diimbangi akselerasi stimulus variabel ekonomi untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional maupun regional sebagai persiapan menuju normal baru.

Bappenas memprediksi performa ekonomi pada kuartal II 2020 terkontraksi hingga minus 6 persen atau dua kali lipat dari estimasi Kemenkeu yang optimis hanya berkisar minus 3 persen.

Meskipun demikian roda perekonomian harus tetap berputar seburuk apapun kondisinya. Terlepas dari terpuruknya beberapa sektor perekonomian akibat pandemi, negara ini masih punya harapan pada sebagian kecil sektor ekonomi yang tumbuh positif.

Kajian ekonomi makro yang dirilis oleh Dcode EFC Analysis akan ada beberapa sektor yang diprediksi menjadi potential winners selama masa pandemic.

Di antaranya yaitu: jasa pelayanan kesehatan, industri pengolahan dan perdagangan makanan, jaminan kesehatan perorangan, industri teknologi dan informasi, dan e-commerce.

1 Juli 2020 menjadi momentum yang bersejarah dalam catatan upaya mencapai keseimbangan perekonomian baru.

Bagaimana tidak, pertanggal yang sama pemerintah secara resmi meluncurkan instrumen kebijakan ekspansi pajak dan relaksasi subsidi.

Pertama, setelah tarik ulur antara Presiden dan MA, pertanggal 1 Juli 2020 kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi kelas I, II, dan III untuk peserta mandiri kategori  Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja resmi diumumkan.

Kenaikan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tenang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Tak tanggung-tanggung kenaikan peserta kelas I dan II hampir mencapai dua kali lipat dari iuran sebelumnya.

Khusus peserta mandiri kelas III iuran masih diberi subsidi sehingga tarifnya masih tetap. Upaya ini dilakukan untuk meringankan beban ekonomi masyakat kelas menengah ke bawah.

Langkah ini diambil diperkirakan akibat performa industri jasa kesehatan dan layanan kegiatan sosial yang tumbuh sebesar 10,39 persen (y-on-y) pada triwulan I-2020 sesuai dengan rilis Badan Pusat Statistik.

Selain itu kesehatan merupakan kebutuhan dasar dan prioritas utama yang tidak bisa ditunda selama masa pandemi sehingga strategi ini diperkirakan cukup elastis untuk mendongkrak stabilitas ekonomi.

Strategi kedua adalah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi perusahaan digital asing seperti Netflik dan Spotify.

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 48/PMK.03/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. 

Meski secara aturan ditetapkan mulai per 1 Juli 2020, pemungutan pajaknya baru akan diterapkan sebulan kemudian.

Strategi ini diperkiran akibat potensi meningkatnya  waktu luang masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk berada di rumah.

Salah satunya dengan memanfaatkan layanan streaming, Netflix.  Dikutip dari Katadata.co.id Netflix mengumumkan peningkatan hingga 15,8 juta pelanggan berbayar di triwulan I-2020.

Sehingga secara keseluruhan menjadi 182,9 juta pelanggan berbayar. Kebutuhan akan hiburan digital menduduki salah satu prioritas basket komoditi masyarakat yang urgen.

Semuanya serba digital sehingga tak terelakkan lagi, industri ini menjadi salah satu tumpuan asa perekonomian nasional.

Strategi ketiga adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen akan dikenakan atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 menunjukkan bahwa 9 dari 10 responden melakukan aktivitas belanja online selama berada di rumah saat pandemi Covid-19.

Hasil survei juga menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 42 persen dalam aktivitas belanja online. Sinyal ini direspon positif oleh pemangku kebijakan sebagai potensi untuk menyeimbangkan sektor riil dengan cara mengenakan PPN.

Dengan adanya tambahan sumber pundi-pundi pendapatan negara dari transaksi digital yang semakin masif selama pandemi

maka dinamika roda perekonomian diharapkan dapat tetap berjalan setidaknya untuk mencapai keseimbangan jangka pendek.

Pada dasarnya roh besar dari semua strategi yang diterapkan dalam rangka mencapai keseimbangan jangka pendek hingga menengah berbasis stimulus pada konsumsi  rumah tangga.

Komponen ini merupakan kontributor terbesar dalam indikator perekonomian Produk Domestik Bruto.

Berdasar rilis Berita Resmi Statistik Triwulan I-2020, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tercatat sebagai sumber pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 1,56 persen dari total 2,97 persen.

Memprioritaskan produksi pasar domestik untuk menggerakkan roda perekonomian menghindari krisis juga dapat ditempuh sebagai katalis penggerak perekonomian.

Lemahnya performa neraca ekspor-impor antar wilayah tidak dapat dipungkiri bahwa pasar pada akhirnya akan berharap banyak dari output domestik demi efisiensi biaya produksi.

Pada akhirnya akan kembali menuju ke corak perekonomian sesuai dengan basis dan potensi wilayah masing-masing sebelum pandemi.

Beberapa strategi pemerintah yang diambil adalah upaya dalam jangka pendek hingga menengah untuk meredam guncangan perekonomian akibat pandemi Covid-19.

Kita sedang menuju kearah keseimbangan perekonomian baru di masa normal baru. Meskipun demikian cepat atau lambat dalam jangka panjang struktur perekonomian

akan kembali kepada basis perekonomian sebelum pandemi. Indonesia, bisa! (I Gede Heprin Prayasta/Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana)

KETIDAKPASTIAN perekonomian global sepertinya akan masih berlanjut memasuki semester kedua di tahun 2020.

Protokol kesehatan tetap menjadi prioritas utama dengan diimbangi akselerasi stimulus variabel ekonomi untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional maupun regional sebagai persiapan menuju normal baru.

Bappenas memprediksi performa ekonomi pada kuartal II 2020 terkontraksi hingga minus 6 persen atau dua kali lipat dari estimasi Kemenkeu yang optimis hanya berkisar minus 3 persen.

Meskipun demikian roda perekonomian harus tetap berputar seburuk apapun kondisinya. Terlepas dari terpuruknya beberapa sektor perekonomian akibat pandemi, negara ini masih punya harapan pada sebagian kecil sektor ekonomi yang tumbuh positif.

Kajian ekonomi makro yang dirilis oleh Dcode EFC Analysis akan ada beberapa sektor yang diprediksi menjadi potential winners selama masa pandemic.

Di antaranya yaitu: jasa pelayanan kesehatan, industri pengolahan dan perdagangan makanan, jaminan kesehatan perorangan, industri teknologi dan informasi, dan e-commerce.

1 Juli 2020 menjadi momentum yang bersejarah dalam catatan upaya mencapai keseimbangan perekonomian baru.

Bagaimana tidak, pertanggal yang sama pemerintah secara resmi meluncurkan instrumen kebijakan ekspansi pajak dan relaksasi subsidi.

Pertama, setelah tarik ulur antara Presiden dan MA, pertanggal 1 Juli 2020 kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi kelas I, II, dan III untuk peserta mandiri kategori  Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja resmi diumumkan.

Kenaikan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tenang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Tak tanggung-tanggung kenaikan peserta kelas I dan II hampir mencapai dua kali lipat dari iuran sebelumnya.

Khusus peserta mandiri kelas III iuran masih diberi subsidi sehingga tarifnya masih tetap. Upaya ini dilakukan untuk meringankan beban ekonomi masyakat kelas menengah ke bawah.

Langkah ini diambil diperkirakan akibat performa industri jasa kesehatan dan layanan kegiatan sosial yang tumbuh sebesar 10,39 persen (y-on-y) pada triwulan I-2020 sesuai dengan rilis Badan Pusat Statistik.

Selain itu kesehatan merupakan kebutuhan dasar dan prioritas utama yang tidak bisa ditunda selama masa pandemi sehingga strategi ini diperkirakan cukup elastis untuk mendongkrak stabilitas ekonomi.

Strategi kedua adalah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi perusahaan digital asing seperti Netflik dan Spotify.

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 48/PMK.03/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. 

Meski secara aturan ditetapkan mulai per 1 Juli 2020, pemungutan pajaknya baru akan diterapkan sebulan kemudian.

Strategi ini diperkiran akibat potensi meningkatnya  waktu luang masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk berada di rumah.

Salah satunya dengan memanfaatkan layanan streaming, Netflix.  Dikutip dari Katadata.co.id Netflix mengumumkan peningkatan hingga 15,8 juta pelanggan berbayar di triwulan I-2020.

Sehingga secara keseluruhan menjadi 182,9 juta pelanggan berbayar. Kebutuhan akan hiburan digital menduduki salah satu prioritas basket komoditi masyarakat yang urgen.

Semuanya serba digital sehingga tak terelakkan lagi, industri ini menjadi salah satu tumpuan asa perekonomian nasional.

Strategi ketiga adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen akan dikenakan atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 menunjukkan bahwa 9 dari 10 responden melakukan aktivitas belanja online selama berada di rumah saat pandemi Covid-19.

Hasil survei juga menunjukkan terjadi peningkatan sebesar 42 persen dalam aktivitas belanja online. Sinyal ini direspon positif oleh pemangku kebijakan sebagai potensi untuk menyeimbangkan sektor riil dengan cara mengenakan PPN.

Dengan adanya tambahan sumber pundi-pundi pendapatan negara dari transaksi digital yang semakin masif selama pandemi

maka dinamika roda perekonomian diharapkan dapat tetap berjalan setidaknya untuk mencapai keseimbangan jangka pendek.

Pada dasarnya roh besar dari semua strategi yang diterapkan dalam rangka mencapai keseimbangan jangka pendek hingga menengah berbasis stimulus pada konsumsi  rumah tangga.

Komponen ini merupakan kontributor terbesar dalam indikator perekonomian Produk Domestik Bruto.

Berdasar rilis Berita Resmi Statistik Triwulan I-2020, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tercatat sebagai sumber pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 1,56 persen dari total 2,97 persen.

Memprioritaskan produksi pasar domestik untuk menggerakkan roda perekonomian menghindari krisis juga dapat ditempuh sebagai katalis penggerak perekonomian.

Lemahnya performa neraca ekspor-impor antar wilayah tidak dapat dipungkiri bahwa pasar pada akhirnya akan berharap banyak dari output domestik demi efisiensi biaya produksi.

Pada akhirnya akan kembali menuju ke corak perekonomian sesuai dengan basis dan potensi wilayah masing-masing sebelum pandemi.

Beberapa strategi pemerintah yang diambil adalah upaya dalam jangka pendek hingga menengah untuk meredam guncangan perekonomian akibat pandemi Covid-19.

Kita sedang menuju kearah keseimbangan perekonomian baru di masa normal baru. Meskipun demikian cepat atau lambat dalam jangka panjang struktur perekonomian

akan kembali kepada basis perekonomian sebelum pandemi. Indonesia, bisa! (I Gede Heprin Prayasta/Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/