SEMARAPURA – Memasuki musim hujan, petani garam di Desa Kusamba tidak bisa memproduksi garam.
Akibatnya, para petani garam yang tidak memiliki profesi sampingan terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama tidak bisa memproduksi garam.
Salah seorang petani garam Desa Kusamba, Ketut Kaping, 56 saat ditemui di wilayah Pantai Karang Dadi, menuturkan, sudah sejak tiga hari yang lalu dirinya tidak bisa memproduksi garam akibat lahan pertanian garamnya diguyur hujan.
Akibatnya, dia mengaku tidak memiliki stok garam siap jual sama sekali. Saat ini dia hanya memiliki garam setengah jadi yang masih membutuhkan terik matahari hingga beberapa hari ke depan agar bisa dijual.
“Tetapi kalau ada pelanggan yang ingin membeli garam, saya carikan ke petani garam lainnya yang masih punya stok garam. Dari pada pelanggannya rugi ke tempat saya tidak dapat garam,” tuturnya.
Menurut Kaping, dia tidak memiliki profesi lain selain menjadi petani garam. Atas situasi ini, dia terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dengan kondisi ekonomi yang demikian membuat dia tidak mau menyerah dengan keadaan. Ketika pagi hari dilihatnya cuaca cukup cerah,
dia akan menyiram lahan pertaniannya itu dengan air laut dengan harapan cuaca terus cerah hingga sore hari sehingga dia bisa memproduksi garam.
“Tapi kenyataannya, pagi disiram, siangnya sudah turun hujan. Begitu berturut-turut sejak dua hari lalu.
Tetapi tetap setiap pagi saya siram dengan harapan hujan tidak turun sehingga saya bisa memproduksi garam. Daripada saya berdiam diri,” terangnya.
Lebih lanjut dia mengenang, saat musim kemarau beberapa minggu lalu, para petani di Pantau Kusamba rata-rata bisa memproduksi garam sekitar 200 kilogram per bulan.
Oleh karena itu pihaknya berharap hujan tidak terus menerus turun sehingga dia bisa memproduksi garam untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya.