SINGARAJA – Kondisi perekonomian di Kabupaten Buleleng, diprediksi mengalami perlambatan pada triwulan keempat tahun 2020 mendatang.
Estimasi perlambatan itu muncul, setelah pemerintah melakukan perhitungan terhadap kondisi riil di masyarakat.
Hal itu diungkapkan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Agus mengatakan, pemerintah telah memperhitungkan kondisi ekonomi riil Buleleng.
Terutama pada masa pasca pandemi. Khusus di triwulan keempat 2020, yakni pada bulan Oktober-Desember mendatang, perekonomian Buleleng diprediksi mengalami perlambatan.
Agus mengaku sudah sempat berdiskusi dengan sejumlah pihak terkait upaya pemulihan ekonomi di Buleleng.
Ia memprediksi sektor ekonomi masih akan bergerak hingga bulan September mendatang. Sebab sektor pertanian masih akan bergerak.
Sementara pada bulan Oktober hingga Desember mendatang, ada kemungkinan ekonomi sedikit tersendat.
Sebab produk pertanian mengalami penumpukan. Industri pariwisata maupun konsumsi yang biasanya menyerap produk pertanian Buleleng, belum mengalami pergerakan signifikan.
Sehingga ekonomi bisa mengalami sedikit perlambatan. “Sampai bulan September, masih bisa bergerak. Karena masih ada panen cengkih.
Masyarakat yang dirumahkan maupun yang dari kapal pesiar, juga masih ada simpanan dana sampai bulan September. Nah bulan Oktober ke atas ini yang masih jad persoalan,” kata Agus.
Saat ini pihaknya masih mencari solusi yang bisa menjaga kondisi perekonomian di Buleleng. khususnya ekonomi mikro.
Salah satu program yang dianggap bisa menjadi solusi, ialah pengembangan infrastruktur dengan pendekatan padat karya.
“Kami usulkan agar dari provinsi atau pusat ada program infrastruktur ke kabupaten. Mungkin rabat beton atau penyediaan jaringan irigasi.
Skemanya dibuat padat karya. Sehingga masyarakat bisa bekerja. Itu jangka pendeknya,” jelasnya.
Sementara untuk jangka panjang, Agus mengaku belum menemukan skema yang tepat.
Sektor pariwisata yang diharapkan bisa memberikan dorongan ekonomi, juga diprediksi belum bisa memberikan dorongan yang optimal.
Sebab pariwisata sangat dipengaruhi dengan kedisiplinan masyarakat dalam melakukan protokol kesehatan.
“Jangka panjangnya itu tergantung dari kita, harus disiplin sama protokol kesehatan. Kalau belum bebas covid, mana ada orang mau datang.
Kalau toh Bali dibuka, siapa yang akan ke sini? Kalau Bali dibuka, tapi negaranya masih ada travel warning ke Bali,
masih ada larangan bepergian ke luar negeri, kita kan tidak bisa bicara banyak juga,” tukas Agus.