GIANYAR – Erupsi Gunung Agung membawa dampak panjang bagi perekonomian Bali. Mulai dari yang besar hingga kelas mikro.
Seperti yang dialami pedagang telur lukis di Banjar Penida, Desa Batuan Kauh, Kecamatan Sukawati, Gianyar.
Pesanan telur lukis kini turun drastis. Masalah makin panjang lantaran pasokan bahan baku kian seret belakangan ini.
“Saat ini kami kesulitan mendapatkan pasokan telur angsa,” ujar Jero Ami, pedagang telor lukis di Toko Agung Dian Egg Painting kemarin (8/12).
Sejak membuka toko 8 tahun silam, baru kali ini dia kesulitan mendapatkan bahan baku. Padahal, sebelumnya mudah sekali. “Kalau sekarang telor angsa jarang di Bali. Harus pesan dari luar,” kata Jero Ami.
Selain telur angsa, dia juga kesulitan mendapatkan telor burung unta. “Untuk telor burung unta harus import, karena tidak ada di Bali,” jelasnya.
Khusus telor unta ini memiliki karakteristik besar dan bisa diukir. Untuk mengatasi krisis pasokan telor, dia menyiasatinya dengan menggunakan telor dari bahan kayu. “Makanya di toko kami ini ada dua jenis, yaitu telor asli dan telor dari kayu,” ungkapnya.
Selain mengeluhkan pasokan telor, pihaknya kini ikut terdampak erupsi Gunung Agung. “Bulan ini biasanya ramai, tapi sekarang sepi,” ungkapnya.
Diakui, jika Banjar Penida ini menjadi jalur lintasan wisata dari Denpasar, Celuk, Pura Batuan lalu Ubud. “Sekarang sedikit turis yang singgah. Padahal kami sudah kerja sama guide untuk ajak tamu ke toko,” ungkapnya lagi.
Akibat minimnya turis yang melintas di jalur Banjar Penida, kini dia hanya bisa menanti. “Sekarang sepi sekali,” katanya. Solusi yang diambil dengan cara menjual ulang kepada reseller.
Harga telor lukis cukup beragam. Untuk telor bebek seharga Rp 35 ribu, telor angsa seharga Rp 12 ribu, telor Kaswari seharga Rp 700 ribu dan burung unta seharga Rp 1,2 juta.