DENPASAR – Pasca-revisi Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) diberlakukan,
Pertamina wajib menyediakan BBM premium yang sempat langka di wilayah Jawa Madura Bali (Jamali).
Di Bali sendiri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui PT. Pertamina (Persero) menetapkan tujuh lembaga penyalur premium.
Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Bali IB Rai mengaku akan mengikuti kebijakan pemerintah.
Namun, dia mengklaim, penjualan premium di Bali cukup sulit, ini karena masyarakat sudah mulai cerdas dalam memilih bahan bakar yang bagus dengan perbandingan harga yang tidak terlalu jauh.
“Kalau untuk keperluan pribadi sulit, kalau keperluan niaga itu akan laku. Kami sebagai pengusaha ikut saja,” tutur IB Rai kemarin (10/6).
Namun, ketika ketersediaan premium ini dilakukan seperti sediakala di saat konsumen lebih memilih pertalite ketimbang premium,
membuat sejumlah pengusaha SPBU terbentur dengan tangki pendam dan nozzle (corong) pada POM bensin.
“Karena tangki pendam kita terbatas. Sehingga ada pilihan menjual salah satunya,” jelas IB Rai. Rai menuturkan, sebagai pengusaha ada hitung-hitungan untung rugi.
Kata dia, di tengah pergeseran konsumen di Bali yang banyak beralih ke Pertalite, diakui ada margin lebih yang didapat.
Dibanding penjualan premium, pengusaha SPBU rata-rata mendapatkan margin 3 persen lebih besar ketimbang menjual BBM Ron 88 (sebutan premium).
“Penjualan pertalite dibanding premium di Bali, jauh lebih besar pertalite,” klaimnya. Menurutnya, dengan adanya revisi tersebut pengusaha SPBU seperti dipaksa, di tengah meningkatnya konsumsi Pertalite di Bali.
“Menurut saya tidak bisa dipaksa menjual premium, buat apa kita menjual barang yang sudah tidak disukai konsumen. Selama ini premium selalu tersedia, dan konsumen lebih memilih pertalite,” paparnya.
Sebelumnya Branch Manager Pertamina Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) Doni Indrawan, mengungkapkan, dari 191 SPBU yang ada di Bali, 70 persennya selalu menyediakan premium.
Konsumsi premium di Bali pada harian normal mencapai 602 kilo liter (KL). Sementara untuk pertalite mencapai 1.161 KL per hari.