DENPASAR – Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Bali menduga, 40 unit kapal penangkap ikan yang terbakar di Dermaga Barat Pelabuhan Benoa, Senin (9/7) dini hari lalu tidak ada yang diasuransikan.
Tak hanya kapal yang terbakar yang tidak diasuransikan, namun juga kapal penangkap ikan dengan daya jelajah cukup jauh, sebagian besar tidak ada yang diasuransikan.
Kondisi ini terjadi lantaran pihak asuransi yang enggan mengcover kapal-kapal tangkap ikan untuk diasuransikan.
Ketua II ATLI Bali Agus Dwi Siswaputra mengungkapkan, ATLI sebenarnya sudah menawarkan kapal-kapal tersebut untuk diikutsertakan asuransi dengan mengundang beberapa perusahaan asuransi.
Namun, pihak asuransi tidak berani menindaklanjuti lantaran kapal seluruhnya terbuat dari kayu berlapis fiber. “Karena memang rata-rata bahannya dilapisi fiber, jadi pihak asuransi tidak berani,” tutur Agus Dwi Siswaputra.
Meski ada beberapa perusahaan asuransi yang berani, namun mereka menetapkan pembayaran premi yang tinggi.
Premi yang dibayarkan harus lebih tinggi hingga 300 sampai 500 persen dari kapal besi pada umumnya. “Kami juga berpikir kalau mau ikut asuransi dengan bayaran tinggi sekali,” tutur Agus Dwi Siswaputra.
Selain mengenakan premi tinggi, adanya persyaratan untuk membatasi daya jelajah kapal. Di mana penangkapan ikan jarak operasinya tidak boleh melebihi kemampuan jenis kapal.
Seperti kapal longline yang jarak melautnya melebihi 60 mil dengan waktu di atas 3 bulan. “Jadi, kami tidak mau kalau dekat-dekat dengan ada batasan.
Karena kita pasti lebih dari 60 mil, nggak bisa disamakan dengan kapal kecil,” jelas Agus. Hal ini yang menjadi kendala, mengapa sejumlah kapal longline tidak diikutsertakan dalam asuransi.