26.7 C
Jakarta
25 November 2024, 5:07 AM WIB

Industri Garam Olahan Terkendala Bahan Baku

RadarBali.com – Produsen garam rumahan di Kota Denpasar saat ini terkendala bahan baku. Yakni sukarnya mendapatkan bahan baku garam krosok.

Selama ini mereka mengandalkan garam krosok bermutu dari Madura, Jawa Timur. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, pengolah garam terpaksa kini harus memesan garam dari wilayah Bima dan juga Lombok Timur.

Salah seorang pemilik industri rumahan olahan garam di kawasan Suwung, Hijriyah, 35, mengaku sejak lima bulan terakhir ini tidak lagi mendapat pasokan garam krosok dari Jawa Timur.

Kondisi ini terjadi lantaran panen garam di wilayah Gresik dan Madura terhambat akibat sebelumnya terkendala cuaca hujan.

“Dua minggu sempat ada lagi pasokan garam dari Madura, itu cuma sekali saja. Setelah itu harganya naik lagi karena kondisi cuaca masih belum normal,” ujarnya ditemui Jawa Pos Radar Bali.

Normalnya, dia membeli garam krosok per kilogram di harga Rp 2.000 rupiah. Namun sejak seminggu ini harganya naik menjadi Rp 2.500 per kilo.

“Itu perkilo masih belum ongkos transportasi. Bisa di harga Rp 3.500 jadinya,” terangnya. Dengan kondisi sulitnya bahan baku, perempuan yang akrab disapa Meri Handayani ini terpaksa memesan bahan baku garam di Lombok Timur dan Bima.

“Kalau Bima saya ngambil sejak empat bulan lalu, tapi kalau Lombok Timur baru seminggu ini. Tapi kualitasnya masih lebih bagus dari Jawa Timur,” ucap perempuan anak satu ini.

Disinggung soal garam impor, dia enggan memakai garam tersebut. Menurutnya, dari segi hasil lumayan bagus hanya saja kualitasnya jauh dengan produk lokal Indonesia.

“Kalau garam impor mahal, kayak kaca. Dan kualitasnya masih ada kadar air, tidak mau kering, lembek,” paparnya.

Kelangkaan bahan baku ini dirasakan oleh enam orang pengolah Garam yang ada di kawasan Suwung. Untuk satu karung garam dengan berat mencapai 30 kilogram, ia menjual di kisaran harga Rp 175 ribu hingga Rp 200 ribu.

“Itu garam yang sudah siap digunakan. Produksi garam juga agak turun, biasanya sampai 1 ton per hari, sekarang hanya 500 kilogram, bahkan di bawah itu,” pungkasnya.

RadarBali.com – Produsen garam rumahan di Kota Denpasar saat ini terkendala bahan baku. Yakni sukarnya mendapatkan bahan baku garam krosok.

Selama ini mereka mengandalkan garam krosok bermutu dari Madura, Jawa Timur. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, pengolah garam terpaksa kini harus memesan garam dari wilayah Bima dan juga Lombok Timur.

Salah seorang pemilik industri rumahan olahan garam di kawasan Suwung, Hijriyah, 35, mengaku sejak lima bulan terakhir ini tidak lagi mendapat pasokan garam krosok dari Jawa Timur.

Kondisi ini terjadi lantaran panen garam di wilayah Gresik dan Madura terhambat akibat sebelumnya terkendala cuaca hujan.

“Dua minggu sempat ada lagi pasokan garam dari Madura, itu cuma sekali saja. Setelah itu harganya naik lagi karena kondisi cuaca masih belum normal,” ujarnya ditemui Jawa Pos Radar Bali.

Normalnya, dia membeli garam krosok per kilogram di harga Rp 2.000 rupiah. Namun sejak seminggu ini harganya naik menjadi Rp 2.500 per kilo.

“Itu perkilo masih belum ongkos transportasi. Bisa di harga Rp 3.500 jadinya,” terangnya. Dengan kondisi sulitnya bahan baku, perempuan yang akrab disapa Meri Handayani ini terpaksa memesan bahan baku garam di Lombok Timur dan Bima.

“Kalau Bima saya ngambil sejak empat bulan lalu, tapi kalau Lombok Timur baru seminggu ini. Tapi kualitasnya masih lebih bagus dari Jawa Timur,” ucap perempuan anak satu ini.

Disinggung soal garam impor, dia enggan memakai garam tersebut. Menurutnya, dari segi hasil lumayan bagus hanya saja kualitasnya jauh dengan produk lokal Indonesia.

“Kalau garam impor mahal, kayak kaca. Dan kualitasnya masih ada kadar air, tidak mau kering, lembek,” paparnya.

Kelangkaan bahan baku ini dirasakan oleh enam orang pengolah Garam yang ada di kawasan Suwung. Untuk satu karung garam dengan berat mencapai 30 kilogram, ia menjual di kisaran harga Rp 175 ribu hingga Rp 200 ribu.

“Itu garam yang sudah siap digunakan. Produksi garam juga agak turun, biasanya sampai 1 ton per hari, sekarang hanya 500 kilogram, bahkan di bawah itu,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/