29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:58 AM WIB

15 Korban Launching Buku “Luka Bom Bali”, Ditulis Setahun Dua Bulan

Hampir setiap tahun peringatan tragedi bom Bali 1 dihelat. Tapi ada yang menarik dari peringatan bom Bali 1 kali ini.

Yayasan Isana Dewata yang menaungi para korban bom Bali 1 melaunching sebuah buku yang diberi judul “Luka Bom Bali”. Buku ini menceritakan korban bom Bali 1.

 

JULIADI, Kuta

DERETAN karangan bunga disematkan di Monumen Ground Zero Legian Kuta, Badung. Ya, tempat itu adalah Tugu Peringatan Bom Bali bagi 202 korban peledakan Bom Bali 1 tahun 2002 silam.

Duka dan luka dalam masih membekas bagi para keluarga korban maupun korban yang saat itu ikut menghadiri acara peringatan 15 tahun bom Bali.

Sejumlah wisatawan asing maupun domestik turut memperingati acara tersebut. Bukan hanya sebatas peringatan biasa saja yang dilakukan.

Tetapi ada yang menarik dari peringatan 15 tahun bom Bali. Para korban Bom Bali 1 yang terhimpun dalam wadah Yayasan Isana Dewata kembali memperkenalkan sebuah buku terbarunya.

Buku tersebut mengangkat kisah nyata korban bom Bali yang masih hidup. Buku setebal 382 halaman dengan dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris diberi judul “Luka Bom Bali”.

Menurut Tholina Marpaung, 46, salah satu penulis yang juga ketua Yayasan Isana Dewata, proses pembuatan buku tersebut memakan waktu satu tahun dua bulan.

Buku tersebut memuat kisah inspiratif tentang para korban terorisme bom Bali yang menjalani hidup dan lepas dari situasi sulit sampai hari ini.

Pesan singkat namun penuh makna medalam dari buku tersebut agar pemerintah agar tidak lupa dengan para korban peledakan bom Bali.

Karena para korban yang masih hidup walaupun luka bakar akibat bom tahun 2002 sudah sembuh dan masih membekas. Namun luka tersebut masih ada.

Para korban masih traumatik. Artinya secara psikologis masih mengingat kuat tragedi bom tersebut.

Pemerintah harus membantu para korban minimal memberikan bimbingan secara psikologis layanan psikolog terhadap para korban.

“Pemerintah baru memperhatikan dan hadir ditengah-tengah kami sebagai korban peledakan bom Bali sejak tahun 2014. Melalui lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK).

Namun sebelumnya kami sendiri yang memeriksakan diri dan melakukan layanan psikologis ke layanan kesehatan yang ada,” ungkap perempuan yang akrab disapa Lina.

Dikatakan Lina, melalui lembaga LPSK sejak tahun 2014 mulai diberikan pelayanan psikologi. Namun bukan perkara gampang untuk mendapat layanan tersebut.

Pemerintah memberikan aturan-aturan dan syarat yang cukup banyak harus dipenuhi untuk mendapat layanan tersebut.

“Salah satu ada bukti bentuk surat pernyataan dari pihak kepolisian dan rumah sakit yang kami harus penuhi. Ada surat pernyataan bahwa benar kami adalah korban peledakan bom Bali tahun 2002 silam,” jelas Lina.

Buku ini lebih banyak mengangkat kisah inspiratif tentang para korban terorisme bom Bali dan menyuarakan para korban bom Bali yang sama sekali belum diperhatikan oleh pemerintah.

Utamanya masalah kehidupan dan kesehatan mereka hingga saat ini. “Ya kami sebagai korban meminta diperhatikan,” tandasnya.

Gubenur Bali I Made Mangku Pastika yang hadir dalam acara tersebut mengatakan peristiwa bom Bali tahun 2002 merupakan tragedi kemanusian.

“Satu pesan yang ingin kami sampai dari peringatan 15 tahun bom Bali.  kepada kita semua dan dunia. Tidak ada manfaat melakukan peledakan bom bunuh diri.

Mari kita semua mencegahnya, pertama berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan saudara-saudara kita dan berdamai dengan dunia. Tidak ada yang lebih indah dari perdamian itu,” harap pria asal Seririt, Buleleng.

Hampir setiap tahun peringatan tragedi bom Bali 1 dihelat. Tapi ada yang menarik dari peringatan bom Bali 1 kali ini.

Yayasan Isana Dewata yang menaungi para korban bom Bali 1 melaunching sebuah buku yang diberi judul “Luka Bom Bali”. Buku ini menceritakan korban bom Bali 1.

 

JULIADI, Kuta

DERETAN karangan bunga disematkan di Monumen Ground Zero Legian Kuta, Badung. Ya, tempat itu adalah Tugu Peringatan Bom Bali bagi 202 korban peledakan Bom Bali 1 tahun 2002 silam.

Duka dan luka dalam masih membekas bagi para keluarga korban maupun korban yang saat itu ikut menghadiri acara peringatan 15 tahun bom Bali.

Sejumlah wisatawan asing maupun domestik turut memperingati acara tersebut. Bukan hanya sebatas peringatan biasa saja yang dilakukan.

Tetapi ada yang menarik dari peringatan 15 tahun bom Bali. Para korban Bom Bali 1 yang terhimpun dalam wadah Yayasan Isana Dewata kembali memperkenalkan sebuah buku terbarunya.

Buku tersebut mengangkat kisah nyata korban bom Bali yang masih hidup. Buku setebal 382 halaman dengan dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris diberi judul “Luka Bom Bali”.

Menurut Tholina Marpaung, 46, salah satu penulis yang juga ketua Yayasan Isana Dewata, proses pembuatan buku tersebut memakan waktu satu tahun dua bulan.

Buku tersebut memuat kisah inspiratif tentang para korban terorisme bom Bali yang menjalani hidup dan lepas dari situasi sulit sampai hari ini.

Pesan singkat namun penuh makna medalam dari buku tersebut agar pemerintah agar tidak lupa dengan para korban peledakan bom Bali.

Karena para korban yang masih hidup walaupun luka bakar akibat bom tahun 2002 sudah sembuh dan masih membekas. Namun luka tersebut masih ada.

Para korban masih traumatik. Artinya secara psikologis masih mengingat kuat tragedi bom tersebut.

Pemerintah harus membantu para korban minimal memberikan bimbingan secara psikologis layanan psikolog terhadap para korban.

“Pemerintah baru memperhatikan dan hadir ditengah-tengah kami sebagai korban peledakan bom Bali sejak tahun 2014. Melalui lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK).

Namun sebelumnya kami sendiri yang memeriksakan diri dan melakukan layanan psikologis ke layanan kesehatan yang ada,” ungkap perempuan yang akrab disapa Lina.

Dikatakan Lina, melalui lembaga LPSK sejak tahun 2014 mulai diberikan pelayanan psikologi. Namun bukan perkara gampang untuk mendapat layanan tersebut.

Pemerintah memberikan aturan-aturan dan syarat yang cukup banyak harus dipenuhi untuk mendapat layanan tersebut.

“Salah satu ada bukti bentuk surat pernyataan dari pihak kepolisian dan rumah sakit yang kami harus penuhi. Ada surat pernyataan bahwa benar kami adalah korban peledakan bom Bali tahun 2002 silam,” jelas Lina.

Buku ini lebih banyak mengangkat kisah inspiratif tentang para korban terorisme bom Bali dan menyuarakan para korban bom Bali yang sama sekali belum diperhatikan oleh pemerintah.

Utamanya masalah kehidupan dan kesehatan mereka hingga saat ini. “Ya kami sebagai korban meminta diperhatikan,” tandasnya.

Gubenur Bali I Made Mangku Pastika yang hadir dalam acara tersebut mengatakan peristiwa bom Bali tahun 2002 merupakan tragedi kemanusian.

“Satu pesan yang ingin kami sampai dari peringatan 15 tahun bom Bali.  kepada kita semua dan dunia. Tidak ada manfaat melakukan peledakan bom bunuh diri.

Mari kita semua mencegahnya, pertama berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan saudara-saudara kita dan berdamai dengan dunia. Tidak ada yang lebih indah dari perdamian itu,” harap pria asal Seririt, Buleleng.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/