AMLAPURA –Meski harganya tergolong mahal, Genteng Pejaten Tabanan, tampaknya, semakin diminati pasar.
Ini terjadi karena permintaan terhadap genteng yang dikenal garing dan kuat asli Tabanan ini kian meluas. Bahkan, pasar Lombok dan Nusa Penida, Klungkung, ikut merespons produk lokal ini.
Fakta ini terlihat dari distributor genteng Pejaten di Karangasem, Komang Mustika. Dia mengakui naiknya harga genteng tersebut akibat permintaan semakin deras.
Per lembar genteng Pejaten di banderol Rp 1.400 hingga Rp 1.500. Padahal, sebelumnya harga pada kisaran Rp 1.200 per lembar.
Terlebih pasca recovery pembangunan rumah dan perumahan baru di Lombok pascamusibah gempa bumi beberapa waktu lalu.
Permintaan terus mengalir, hingga pemasok di Karangasem kewalahan melayani permintaan dari seberang pulau. “Di Lombok Barat saja banyak permintaan,” sebutnya.
Permintaan juga datang dari Lombok Utara, baik untuk keperluan perbaikan rumah maupun pembangunan rumah baru sebagai dampak gempa.
“Memang kualitas genteng Pejaten cukup bagus sehingga diminati pihak luar,” tukasnya.
Permintaan genteng Pejaten juga datang dari masyarakat Nusa Penida, yang kini sedang giat-giatnya menggalakkan pembangunan, termasuk fasilitas wisata.
Dikatakan, derasnya permintaan juga memicu melejitnya harga bahan baku tanah untuk genteng. Bahkan sejak beberapa bulan lalu kenaikan bahan baku berupa tanah sudah naik.
“Tanah untuk genteng per kubiknya sekarang Rp 750 ribu, sebelumya hanya Rp 550 ribu,” sebut Komang Mustika..
Parahnya, musim hujan membuat penggali tanah untuk genteng makin sulit. Tanah liat untuk genteng itu lengket dan berat.
Sehingga buruh penggali tanah menjadi bekerja lebih ekstra keras. Akibatnya kata dia, harga juga naik selain memang permintaan juga tinggi.
Menyikapi kondisi ini kata Mustika, banyak warga lokal Karangasem lebih memanfaatkan genteng bekas yang masih layak pakai untuk mengganti genteng rumah yang pecah.
Di antaranya, warga Seraya juga banyak yang menggunakan genteng bekas untuk dapur. Sementara untuk rumah baru menggunakan genteng baru.