NEGARA – Pandemi Covid-19 sejak delapan bulan terakhir membuat sektor pariwisata sepi dan berdampak pada ekonomi.
Salah satu yang terdampak adalah produksi cokelat Co Jaensan tidak produksi karena tidak ada permintaan. Padahal sebelum pandemi Covid-19, bisa memproduksi cokelat hingga belasan kilogram setiap harinya.
Produksi cokelat lokal Jembrana sebelum pandemi Covid-19 dipasarkan melalui sejumlah pasar oleh-oleh di Bali.
Karena wisatawan sejak pandemi menurun drastis dan pasar oleh-oleh tutup, produksi cokelat juga terhenti.
“Produk cokelat sama sekali tidak ada sejak pandemi ini,” kata I Putu Mawa, produsen cokelat dengan merek Co Jaensan ini.
Sedangkan untuk produksi pasta kakao atau cocoa mass masih tetap berjalan. Namun jumlah produksinya tidak seperti sebelum pandemi Covivd-19.
Mawa membandingkan, sebelum pandemi Covid-19 produksi pasta kakao mencapai 1,5 sampai 2 ton setiap bulannya.
Untuk memproduksi pasta kakao tersebut membutuhkan sekitar 2 sampai 3 ton biji kakao setiap bulan. “Untuk produksi cacao mass dan butter pasaknya ekspor dan pasar lokal,” ujarnya.
Akan tetapi, sejak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hingga delapan bulan terakhir ini, hanya bisa memproduksi sekitar 100 kilogram setiap bulan atau hanya 300 kilogram biji kakao untuk diproduksi menjadi pasta kakao.
Produksi pasta kakao sejak pandemi Covid-19 tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. “Jauh sekali menurun produksinya. Hanya untuk lokal, karena sejak bulan maret tidak ada ekspor,” imbuhnya.
Mawa menambahkan, pada bulan Desember mendatang sudah ada rencana untuk ekspor pasta kakao ke Belanda sebanyak 1 ton.
Meski jumlahnya menurun dibandingkan jumlah yang diekspor sebelumnya, saat ini sudah mulai ada permintaan dari pasar ekspor.
Karena itu, pihaknya berharap pandemi Covi-19 segera berakhir agar perekonomian kembali pulih.