25.6 C
Jakarta
19 September 2024, 8:07 AM WIB

Harga Benang Naik, Perajin Tenun Endek Klungkung Makin Terhimpit

SEMARAPURA– Sejumlah persoalan dihadapi para perajin tenun endek Klungkung.

Selain minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mulai meninggalkan sector ini, para penenun juga dihadapkan dengan naiknya harga benang dan produk tenun dari luar Bali.

Seperti diakui salah satuPemilik Pertenunan Astiti, I Nyoman Sudira.

Menurutnya pasokan benang sempat langka dari sejak akhir 2017 hingga akhir Mei 2018. Atas kondisi itu, pihaknya sempat tidak bisa memproduksi kain tenun baik endek maupun songket. “Biasanya tersendat itu dari Desember dan bulan Februari sudah lancar. Tahun ini sampai bulan Mei 2018. Katanya barangnya tidak bisa masuk ke pelabuhan,” katanya.

Akibat tersendatnya pasokan benang itu, tidak hanya membuat produksi kain tenun terhambat namun juga membuat harga benang mengalami peningkatan harga sangat drastis.

Jika sebelumnya harga benang import berkisar Rp 625 ribu per lima kilogram, kini harganya Rp 725 ribu per lima kilogram.

“Sekarang pasokannya sudah lancar tetapi harga benangnya tetap di harga tinggi. Mungkin kelangkaan kemarin hanya sebagai cara untuk menaikan harga benang,” ujarnya.

Meski harga benang melambung, ia mengaku tidak bisa meningkatkan harga kain tenun yang diproduksinya karena persaingan di industri ini cukup berat.

Adapun saingan terberat adalah kain tenun asal Jawa yang memasang harga jual cukup murah dengan kualitas kain yang sama.

“Yang membedakan di kualitas celupan. Kualitas celupan tenun di sini tingkat lunturnya lebih rendah. Mereka bisa jual lebih murah karena tempat produksinya dekat dengan bahan baku, selain itu harga jasa buruhnya jauh lebih murah,” terang Sudira.

Selain itu, kain tenun asal jawa dalam kegiatan produksinya menggunakan benang lokal yang harganya Rp 425 ribu per lima kilogram.

Melihat selisih harga yang cukup jauh dari benang import, pihaknya mengaku sudah mencoba membuat kain tenun dengan menggunakan benang lokal.

Sebab diungkapkannya, benang lokal memiliki ukuran volume cukup besar sehingga memang butuh uji coba kualitas yang dihasilkan.

“Kami baru coba untuk pewarnaannya dan hasilnya bagus.

Karena volumenya besar, benangnya tidak mudah putus.

Tinggal kami coba untuk ditenun.

Kalau bagus, tentunya kami akan menggunakan benang lokal ini untuk produksi kain tenun selanjutnya sehingga kami bisa bersaing dari segi harga,” tandasnya

 

SEMARAPURA– Sejumlah persoalan dihadapi para perajin tenun endek Klungkung.

Selain minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mulai meninggalkan sector ini, para penenun juga dihadapkan dengan naiknya harga benang dan produk tenun dari luar Bali.

Seperti diakui salah satuPemilik Pertenunan Astiti, I Nyoman Sudira.

Menurutnya pasokan benang sempat langka dari sejak akhir 2017 hingga akhir Mei 2018. Atas kondisi itu, pihaknya sempat tidak bisa memproduksi kain tenun baik endek maupun songket. “Biasanya tersendat itu dari Desember dan bulan Februari sudah lancar. Tahun ini sampai bulan Mei 2018. Katanya barangnya tidak bisa masuk ke pelabuhan,” katanya.

Akibat tersendatnya pasokan benang itu, tidak hanya membuat produksi kain tenun terhambat namun juga membuat harga benang mengalami peningkatan harga sangat drastis.

Jika sebelumnya harga benang import berkisar Rp 625 ribu per lima kilogram, kini harganya Rp 725 ribu per lima kilogram.

“Sekarang pasokannya sudah lancar tetapi harga benangnya tetap di harga tinggi. Mungkin kelangkaan kemarin hanya sebagai cara untuk menaikan harga benang,” ujarnya.

Meski harga benang melambung, ia mengaku tidak bisa meningkatkan harga kain tenun yang diproduksinya karena persaingan di industri ini cukup berat.

Adapun saingan terberat adalah kain tenun asal Jawa yang memasang harga jual cukup murah dengan kualitas kain yang sama.

“Yang membedakan di kualitas celupan. Kualitas celupan tenun di sini tingkat lunturnya lebih rendah. Mereka bisa jual lebih murah karena tempat produksinya dekat dengan bahan baku, selain itu harga jasa buruhnya jauh lebih murah,” terang Sudira.

Selain itu, kain tenun asal jawa dalam kegiatan produksinya menggunakan benang lokal yang harganya Rp 425 ribu per lima kilogram.

Melihat selisih harga yang cukup jauh dari benang import, pihaknya mengaku sudah mencoba membuat kain tenun dengan menggunakan benang lokal.

Sebab diungkapkannya, benang lokal memiliki ukuran volume cukup besar sehingga memang butuh uji coba kualitas yang dihasilkan.

“Kami baru coba untuk pewarnaannya dan hasilnya bagus.

Karena volumenya besar, benangnya tidak mudah putus.

Tinggal kami coba untuk ditenun.

Kalau bagus, tentunya kami akan menggunakan benang lokal ini untuk produksi kain tenun selanjutnya sehingga kami bisa bersaing dari segi harga,” tandasnya

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/