SINGARAJA – Petani buah naga di Kabupaten Buleleng sudah tak sabar mengantongi izin ekspor dari otoritas Tiongkok.
Terlebih lahan pertanian tersebut sudah dua kali disurvei dan dinilai otoritas karantina Tiongkok.
Otoritas karantina Tiongkok diketahui mendatangi kebun buah naga milik Wayan Kantra di Desa Bulian, pada Sabtu (18/2) lalu.
Saat itu ada dua orang petugas karantina Tiongkok yang melakukan survei di kebun tersebut.
Selain itu petugas karantina juga mendatangi sejumlah lokasi pengemasan buah untuk ekspor impor di Bali.
Pemilik kebun buah naga, Wayan Kantra mengatakan, Sabtu lalu merupakan kali kedua petugas karantina mendatangi kebun miliknya.
Sekitar dua tahun lalu, petugas karantina juga sempat melakukan pengecekan dan pengujian di lahan tersebut.
Kantra menyatakan, dirinya tak pernah menggunakan bahan kimia sejak mengelola kebun buah naga pada 2011 lalu.
“Tidak ada penyemprotan. Tidak ada pupuk kimia, pakai limbah kandang (pupuk kandang) saja.
Dari segi biaya juga jauh lebih murah kalau organik. Tapi kalah waktu di pembersihan gulma saja,” kata Kantra.
Menurutnya, perlakuan yang ia berikan terhadap tanaman miliknya, sudah maksimal. Kalau toh nantinya tak disetujui oleh otoritas Tiongkok, ia pun tak bisa berbuat banyak.
“Perlakuan kami di sini ya seperti ini. Apakah nanti disetujui atau tidak, ya kami nggak tahu. Ini sudah dua kali dinilai,” ungkapnya lagi.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengatakan, kunjungan pada Sabtu lalu diharapkan menjadi kunjungan terakhir.
Sehingga otoritas karantina Tiongkok bisa segera menerbitkan izin ekspor ke negara tirai bambu itu.
“Kebutuhan buah naga di Tiongkok itu sebenarnya tinggi sekali. Setahun mereka butuh pasokan hampir satu juta ton per tahun.
Makanya kita punya peluang besar sebenarnya. Apalagi kebun ini sudah dikelola secara organik,” kata Sumiarta.
Lebih lanjut Sumiarta mengatakan, di Buleleng kebun buah naga tercatat seluas 29 hektare. Areal terluas ada di Desa Bulian dengan luas mencapai 11 hektare.
Sementara lahan lainnya tersebar di Seririt dan Gerokgak. Rencananya pemerintah akan mendorong petani bercocok tanam secara kelompok.
Sehingga memudahkan pemerintah menyalurkan bantuan, melakukan pembinaan, dan memfasilitasi pemasaran.
“Nanti target kami bukan hanya pasar ekspor saja. Tapi juga pasar lokal. Karena permintaan terhadap buah naga di lokal Bali itu sebenarnya cukup tinggi,” tegas Sumiarta.
Sekadar diketahui, luas lahan pertanian buah naga di Desa Bulian milik Wayan Kantra mencapai sebelas hektare.
Dalam setahun, Kantra bisa memanen hingga 700 ton buah naga. Pasar terbesar buah tersebut berada di Bali dan Lombok.