GEROKGAK – Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, tampaknya, memilih mengedepankan budidaya lobster, ketimbang melakukan ekspor benih lobster.
Kebijakan Menteri Sakti selaras dengan kebijakan mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Kemarin (20/1) Sakti melihat secara dekat pengembangan budidaya lobster di Desa Sumberkima, Gerokgak.
Budidaya itu dikembangkan dengan pola keramba jaring apung. Konon pengelolaan budidaya ini dilakukan oleh Gabungan Pengusaha Lobster Indonesia (GPLI). Keramba itu sudah dikembangkan sejak bulan Juni 2020 lalu.
Kemarin, menteri Sakti Wahyu Trenggono melakukan panen perdana terhadap lobster hasil budidaya itu. Total lobster yang dipanen mencapai 300 kilogram.
Meliputi lobster pasir dan lobster mutiara. Dari 300 kilogram lobster yang dipanen, sebanyak 6 kilogram diantaranya dilepaskan kembali ke laut untuk menjaga populasi.
Sakti menyebut upaya budidaya merupakan salah satu langkah untuk menjaga kesinambungan populasi. Dengan melakukan budidaya lobster, ia meyakini akan terjadi kelestarian ekosistem dan kelestarian populasi lobster itu sendiri.
“Kalau ini bisa dikembangkan ke wilayah lain, ini akan sangat bagus dalam pengembangan ekonomi nelayan. Apalagi tadi saya lihat satu ekor itu besarnya ada sampai 1 kilogram lebih.
Rata-rata untuk mencapai besar segitu, butuh waktu setahun. Tapi, untuk konsumsi, 4 bulan sudah bisa panen,” kata Sakti.
Dengan skema budidaya lobster yang melibatkan kelompok budidaya dan nelayan, ia meyakini hal itu akan memberikan dampak ekonomi besar bagi masyarakat.
Ia pun meminta agar Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto memerhatikan hal tersebut. Sebab kementerian akan fokus melakukan pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
“Harapannya kami akan jadi produsen lobster terbesar di dunia. Karena bibit lobster terbanyak itu di Indonesia. Saya harap semua pihak mendukung, agar tidak terjadi penyelundupan benih lobster lagi,” tukas Sakti.