JAKARTA, Radar Bali – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pentingnya mengoptimalkan sumber daya dan kapasitas lokal untuk mempercepat pembangunan ekonomi kewilayahan atau spasial.
“Kita perlu melakukan penyesuaian tentang apa yang perlu dilakukan untuk menggenjot perekonomian di daerah-daerah,” ujar Menko Airlangga, saat Rapat Koordinasi Pembahasan Percepatan Pembangunan Ekonomi Kewilayahan (Spasial) di Jakarta, Kamis (22/4).
Motor penggerak dalam membangun ekonomi daerah merupakan seluruh pemangku kepentingan ekonomi dalam tingkat komunitas, perkotaan, dan kabupaten. Namun, perlu juga diselaraskan dengan kebijakan dari pemerintah pusat.
“Kita dapat memanfaatkan kesempatan dengan efektif menggunakan modal tenaga kerja, modal kapital, dan segala sumber daya yang ada untuk mencapai prioritas yang ditetapkan daerah tersebut,” lanjut Airlangga.
Ketua Umum Partai Golkar ini juga mengatakan, inisiatif wiraswasta formal, informal, mikro, menengah, dan besar untuk maju bersama juga perlu didukung dengan memfasilitasi akses pasar serta menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi dan aktivitas bisnis.
Kemudian, lapangan usaha yang saat ini berpotensi mendorong pemulihan ekonomi, antara lain pertanian, kehutanan dan perikanan, industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, industri logam dasar, informasi dan komunikasi, jasa pendidikan, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Program percepatan pembangunan ekonomi spasial ini sempat tertunda saat pandemi, karena adanya pergantian prioritas. Namun jika ingin tumbuh lebih cepat maka program ini sangat penting untuk segera dilaksanakan kembali.
“Hasil dari pertemuan awal ini, akan kita cari formula yang lebih tepat untuk mengevaluasi dan mendorong sektor perekonomian masyarakat di setiap daerah,” ujarnya.
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di setiap daerah juga perlu dikawal oleh Kementerian Dalam Negeri agar selaras dengan pembangunan ekonomi nasional.
Pada pertumbuhan ekonomi daerah tahun 2020, hanya terdapat 3 provinsi yang pertumbuhannya di atas nol, yakni Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. Sedangkan yang mengalami kontraksi terdalam adalah Bali dengan sektor pariwisata yang sepenuhnya bergantung pada mobilitas, sementara selama pandemi mobilitas sangat dibatasi.