27.1 C
Jakarta
23 November 2024, 17:16 PM WIB

Punya Rasa Khas dan Natural, Garam Kusumba Digilai Turis Asing

SEMARAPURA – Meski memiliki kandungan yodium sangat rendah, garam Kusumba produksi warga Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Klungkung, sangat digemari warga asing.

Dibuat secara tradisional dengan warna putih bersih, rasanya yang khas serta tidak pahit, serta natural, menjadi daya tarik dari garam Kusamba ini.

Tidak heran jika garam ini dihargai cukup tinggi dibanding garam tradisional lainnya. “Dulu dihargai sangat murah. Hanya Rp 1.000 per kilogram.

Namun, sejak ada warga Ubud memperkenalkan garam Kusumba ke turis Jepang, garam kami kian terkenal,” ujar petani garam Kusumba, Ketut Kaping.

Sejak tahun 2000 – an, sejumlah wisatawan mulai berdatangan ke Pantai Kusamba untuk melihat proses produksi garam secara tradisional.

Karena tertarik, tidak jarang di antara mereka mulai memesan dalam jumlah besar. “Bisa ratusan kilogram per sekali pemesanan. Saya saja sampai kewalahan.

Sampai marah-marah pelanggan saya karena tidak dapat garam sesuai pesanan. Pesanannya tidak tentu, kadang tiga hari sudah datang lagi,” ungkapnya.

Mulai dari sana, harga garam Kusamba terus merangkak naik. Bahkan saat ini harganya berkisar Rp 15 ribu – Rp 30 ribu per kilogram, tergantung kualitas garam yang dihasilkan.

Untuk kualitas I, biasanya dipergunakan untuk memasak makanan. Sementara untuk kualitas II, biasanya untuk kebutuhan Spa.

“Saya punya pelanggan warga negara asing sekitar 10 pelanggan yang biasanya memesan dalam jumlah besar untuk hotel dan Spa mereka,” imbuh Kaping.

Agar tidak ditinggal pelanggan, menjaga kualitas garam merupakan hal yang wajib untuk dilakukan. Dirinya tidak pernah mencampur garam Kusumba dengan garam lain.

“Dulu pernah saya taruh garam Jawa sedikit saja, pelanggan saya yang asal Jepang tahu. Mulai saat itu, dia tidak pernah ke sini lagi.

Jadi saya tidak berani lagi mencampur dengan garam lain walau sedikit,” ungkap pria yang pernah ke Italia untuk memperlihatkan teknik membuat garam tradisional Kusamba itu.

Sejak bulan April, lanjut dia, produksi garam Kusamba mengalami penurunan. Itu lantaran panas matahari tidak terlalu terik sehingga produksinya hanya berkisar 5-10 kilogram.

Meski produksi menurun, menurutnya, garam Kusamba tidak mengalami peningkatan karena kualitasnya juga mengalami penurunan.

“Bulan Agustus – September produksi dan kualitasnya baru bagus, sekitar 15-20 kilogram,” tandasnya. 

SEMARAPURA – Meski memiliki kandungan yodium sangat rendah, garam Kusumba produksi warga Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Klungkung, sangat digemari warga asing.

Dibuat secara tradisional dengan warna putih bersih, rasanya yang khas serta tidak pahit, serta natural, menjadi daya tarik dari garam Kusamba ini.

Tidak heran jika garam ini dihargai cukup tinggi dibanding garam tradisional lainnya. “Dulu dihargai sangat murah. Hanya Rp 1.000 per kilogram.

Namun, sejak ada warga Ubud memperkenalkan garam Kusumba ke turis Jepang, garam kami kian terkenal,” ujar petani garam Kusumba, Ketut Kaping.

Sejak tahun 2000 – an, sejumlah wisatawan mulai berdatangan ke Pantai Kusamba untuk melihat proses produksi garam secara tradisional.

Karena tertarik, tidak jarang di antara mereka mulai memesan dalam jumlah besar. “Bisa ratusan kilogram per sekali pemesanan. Saya saja sampai kewalahan.

Sampai marah-marah pelanggan saya karena tidak dapat garam sesuai pesanan. Pesanannya tidak tentu, kadang tiga hari sudah datang lagi,” ungkapnya.

Mulai dari sana, harga garam Kusamba terus merangkak naik. Bahkan saat ini harganya berkisar Rp 15 ribu – Rp 30 ribu per kilogram, tergantung kualitas garam yang dihasilkan.

Untuk kualitas I, biasanya dipergunakan untuk memasak makanan. Sementara untuk kualitas II, biasanya untuk kebutuhan Spa.

“Saya punya pelanggan warga negara asing sekitar 10 pelanggan yang biasanya memesan dalam jumlah besar untuk hotel dan Spa mereka,” imbuh Kaping.

Agar tidak ditinggal pelanggan, menjaga kualitas garam merupakan hal yang wajib untuk dilakukan. Dirinya tidak pernah mencampur garam Kusumba dengan garam lain.

“Dulu pernah saya taruh garam Jawa sedikit saja, pelanggan saya yang asal Jepang tahu. Mulai saat itu, dia tidak pernah ke sini lagi.

Jadi saya tidak berani lagi mencampur dengan garam lain walau sedikit,” ungkap pria yang pernah ke Italia untuk memperlihatkan teknik membuat garam tradisional Kusamba itu.

Sejak bulan April, lanjut dia, produksi garam Kusamba mengalami penurunan. Itu lantaran panas matahari tidak terlalu terik sehingga produksinya hanya berkisar 5-10 kilogram.

Meski produksi menurun, menurutnya, garam Kusamba tidak mengalami peningkatan karena kualitasnya juga mengalami penurunan.

“Bulan Agustus – September produksi dan kualitasnya baru bagus, sekitar 15-20 kilogram,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/