DENPASAR – Pandemi Covid-19 di Bali memengaruhi sejumlah sektor. Salah satunya adalah dalam penggunaan listrik di Bali. Saat masa pandemi ini, beban puncak kelistrikan Bali mengalami penurunan yang signifikan dari 900 MW menjadi 600 MW.
Di sisi lain, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut ketersediaan kelistrikan Bali tentunya akan mengalami rebound dalam kurun 1-2 tahun ke depan. Sehingga kapasitas dan daya mampu kelistrikan Bali harus dipersiapkan dengan baik dan mantap.
Baginya, dipandemi seperti ini adalah waktu yang dirasa sangat tepat untuk menyiapkan kelistrikan Bali. Koster pun kemudian menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) dan PT Dewata Energy Bersih (DEB) yang bertujuan untuk Joint Study Pengembangan LNG Terminal Bali.
Diketahui, penandatangan Nota Kesepahaman dilakukan secara virtual oleh Moh Riza Affiandi selaku Direktur Utama PLN GG dan Cokorda Alit Indra Wardhana selaku Direktur PT DEB Selasa kemarin (23/2). Bagi Koster, hal ini penting dilakukan untuk kebutuhan energi di Bali dimasa mendatang.
“Bali memang tidak mempunyai sumber daya alam dan mineral untuk pembangkitan listrik, namun keinginan kuat kami sejalan dengan regulasi energi dan kelistrikan nasional, yaitu untuk menjaga alam Bali bersih mulai dari sumber/ hulu hingga ke hilir serta upaya kami untuk mendorong peran aktif badan usaha milik daerah/ Perusda Bali dan badan usaha lokal dalam penyiapan infrastruktur, logistik pada pembangkit listrik, utamanya yang berbahan energi bersih yaitu gas alam. Sehingga tidak hanya manfaat (benefit) yang diperoleh oleh daerah namun juga profit, sebagai salah satu alternatif dalam peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor energi,” kata Koster.
Untuk itu, ia berharap penandatanganan MoU ini menjadi langkah awal bagi Pemerintah Provinsi Bali melalui badan usaha (PT. Dewata Energi Bersih) yang bekerja sama dengan PT. PLN Gas dan Geothermal dalam menyiapkan infrastruktur dan logistik terminal gas untuk menyuplai pembangkit-pembangkit listrik di Bali.
Sementara itu, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menyampaikan mengacu pada visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, dimana pengembangan infrastruktur energi harus ramah lingkungan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal.
Oleh karena itu, lanjut dia, PLN dalam pelayanan kelistrikan di Bali mengedepankan penggunaan energi bersih salah satunya adalah Pembangkit Listrik berbahan bakar Gas. PLN selain mengoptimalkan pembangkit listrik eksisting saat ini PLTDG Pesanggaran kapasitas 200 MW, PLN juga mencanangkan untuk melakukan relokasi PLTG/GU ke lokasi Pesanggaran dengan kapasitas 300 MW sebagai upaya pemenuhan kebutuhan beban di Bali ke depannya, dan penguatan sistem kelistrikan Bali untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi Bersih.
Untuk menjaga keandalan sistem kelistrikan Bali, PLN juga akan mewujudkan integrasi sistem tenaga listrik Jawa-Bali sebagai sistem interkoneksi kelistrikan terbesar di Indonesia.
Untuk pemenuhan bahan bakar Pembangkit Listrik Gas di Pesanggaran akan memanfaatkan gas alam, baik dalam bentuk cair (Liquified Natural Gas / LNG). Dimana saat ini PLN telah memiliki kontrak jangka panjang dengan produsen LNG BP Tangguh.
Tantangan utama yang dihadapi dalam penyediaan pasokan gas alam adalah masih terbatasnya ketersediaan infrastruktur gas, khususnya infrastruktur yang terkait dengan terminal LNG termasuk transportasi LNG serta sarana pendukung lainnya.
Oleh karena itu, menurutnya nota kesepahaman studi kelayakan kajian atas pengembangan bisnis LNG yang dilakukan ini tentunya menjadi awal rencana Kerjasama Pengembangan Infrastruktur Terminal Penerima dan Regasifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) di Provinsi Bali antara PT PLN GG dan PT Dewata Energi Bersih untuk memanfaatkan potensi bisnis pengembangan Terminal Penerima dan Regasifikasi LNG di Bali beserta bisnis turunan lainnya di Propinsi Bali.
Diharapkan alam hal kajian kelayakan dinyatakan feasible, maka para pihak akan melanjutkan pembahasan konsep kerjasama dengan menuangkannya dalam suatu dokumen perjanjian definitif yang mana dalam pelaksanaannya harus tetap memegang prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).