29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:03 AM WIB

Harga Terus Merosot, Petani Minta Pemerintah Kendalikan Harga Cengkeh

SINGARAJA – Harga cengkeh yang terus anjlok membuat sejumlah petani di Buleleng belum bisa benapas lega.

Belakangan ini harga cengkeh kering mencapai Rp 65 per kilogram. Merosotnya harga cengkeh ini sudah terjadi sejak dua bulan yang lalu.

Menurut petani cengkeh asal Desa Tajun, Kubutambahan yang juga mantan Ketua Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) wilayah Bali Made Suyasa,

sebelumnya harga cengkeh menyentuh harga Rp 100 ribu, kemudian turun menjadi Rp 80 ribu perkilogramnya dan turun kembali diharga Rp 65 ribu saat ini.

“Harga cengkeh yang tidak kunjung normal membuat sejumlah petani di Buleleng mengeluh. Padahal cengkeh saat ini tidak dalam masa panen raya,” ungkapnya.

Sebagai mantan Ketua APCI Bali, Made Suyasa menilai penyebab harga cengkeh anjok dipicu beberapa hal.

Karena pasar bebas, cengkeh luar negeri bisa masuk ke Indoensia dan tidak ada patokan harga per kilogram cengkeh di Indonesia. Selain itu ada kebijakan pemerintah soal bahaya rokok.

“Cengkeh sebenarnya jika dilihat tidak hanya digunakan sebagai racikan tambahan dalam pembuatan rokok.

Tetapi cengkeh lebih banyak digunakan sebagai bahan pembuatan parfum dan untuk obat, bahkan untuk bumbu kue dan masakan,” ungkap pria berusia 54 tahun.

Petani cengkeh di Buleleng bukan hanya tertimpa masalah harga cengkeh yang terus turun. Tetapi juga masalah hama penyakit yang menyerang tanaman cengkeh mereka.

Belakangan ini banyak petani cengkeh yang menebang pohon cengkeh miliknya lantaran tanaman diserang dengan penyakit akar jamur putih cengkeh dan penggerek batang.  

“Masalah ini juga yang membuat petani kelimpungan, sehingga beban biaya perawatan cengkeh semakin tinggi,” tutur pria yang memiliki kebun cengkeh seluas 2 hektar lebih ini.

Made Suyasa menambahkan, harga cengkeh yang tidak kunjung bersahabat membuat sejumlah petani di Buleleng beralih menanam komoditi perkebunan lain.

Di antaranya petani di Desa Tajun mulai menanam manggis, durian dan vanili. Mereka mengangap tanaman ini lebih menguntungkan dan tak harga relatif stabil.  

Sebagai petani cengkeh pihaknya berharap pemerintah dapat mencari jalan keluar terkait harga cengkeh yang anjlok ini.

“Minimal pemerintah mampu mengendalikan harga cengkeh agar dapat normal kembali,” pungkasnya. 

SINGARAJA – Harga cengkeh yang terus anjlok membuat sejumlah petani di Buleleng belum bisa benapas lega.

Belakangan ini harga cengkeh kering mencapai Rp 65 per kilogram. Merosotnya harga cengkeh ini sudah terjadi sejak dua bulan yang lalu.

Menurut petani cengkeh asal Desa Tajun, Kubutambahan yang juga mantan Ketua Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) wilayah Bali Made Suyasa,

sebelumnya harga cengkeh menyentuh harga Rp 100 ribu, kemudian turun menjadi Rp 80 ribu perkilogramnya dan turun kembali diharga Rp 65 ribu saat ini.

“Harga cengkeh yang tidak kunjung normal membuat sejumlah petani di Buleleng mengeluh. Padahal cengkeh saat ini tidak dalam masa panen raya,” ungkapnya.

Sebagai mantan Ketua APCI Bali, Made Suyasa menilai penyebab harga cengkeh anjok dipicu beberapa hal.

Karena pasar bebas, cengkeh luar negeri bisa masuk ke Indoensia dan tidak ada patokan harga per kilogram cengkeh di Indonesia. Selain itu ada kebijakan pemerintah soal bahaya rokok.

“Cengkeh sebenarnya jika dilihat tidak hanya digunakan sebagai racikan tambahan dalam pembuatan rokok.

Tetapi cengkeh lebih banyak digunakan sebagai bahan pembuatan parfum dan untuk obat, bahkan untuk bumbu kue dan masakan,” ungkap pria berusia 54 tahun.

Petani cengkeh di Buleleng bukan hanya tertimpa masalah harga cengkeh yang terus turun. Tetapi juga masalah hama penyakit yang menyerang tanaman cengkeh mereka.

Belakangan ini banyak petani cengkeh yang menebang pohon cengkeh miliknya lantaran tanaman diserang dengan penyakit akar jamur putih cengkeh dan penggerek batang.  

“Masalah ini juga yang membuat petani kelimpungan, sehingga beban biaya perawatan cengkeh semakin tinggi,” tutur pria yang memiliki kebun cengkeh seluas 2 hektar lebih ini.

Made Suyasa menambahkan, harga cengkeh yang tidak kunjung bersahabat membuat sejumlah petani di Buleleng beralih menanam komoditi perkebunan lain.

Di antaranya petani di Desa Tajun mulai menanam manggis, durian dan vanili. Mereka mengangap tanaman ini lebih menguntungkan dan tak harga relatif stabil.  

Sebagai petani cengkeh pihaknya berharap pemerintah dapat mencari jalan keluar terkait harga cengkeh yang anjlok ini.

“Minimal pemerintah mampu mengendalikan harga cengkeh agar dapat normal kembali,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/