28 C
Jakarta
19 April 2024, 23:05 PM WIB

Akhirnya Pajak Golf, Biliar dan Bowling Dihapus

RadarBali.com – Tiga objek pajak di Kabupaten Badung yakni pajak golf, biliar dan bowling akan dihapus dari pajak hiburan.

Dinilai tiga objek pajak tersebut tidak memberikan pendapatan yang signifikan alias kecil.

Sesuai rancangan perubahan atas  Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang pajak hiburan, beberapa objek pajak  hiburan yang masuk kategori kena pajak.

Di antaranya   tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, atau busana. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya.

Pameran, diskotek, karaoke, club malam dan sejenisnya. Kemudian ada sirkus, akrobat dan sulap. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan.

Panti pijat, refleksi mandi uap/spa, pusat kebugaran dan pertandingan olahraga. Namun untuk golf, biliar dan bowling dihapus.

Pun begitu, pansus mengusulkan evaluasi pengenaan pajak hiburan yang saat ini hanya 12,5 persen. Berdasarkan bunyi pasal 45 UU 28 ayat (1) dinyatakan, pajak hiburan ditetapkan paling tinggi 35 persen.

Kemudian pada ayat (2) dinyatakan, khusus untuk pergelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat dan mandi uap/spa tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi  sebesar 75 persen.

“Dari kajian kami di Pansus termasuk pertimbangan staf ahli DPRD Badung, pengenaan pajak hiburan di Kabupaten Badung akan dievaluasi. Dari semula 12,5 persen, kita usulkan menjadi 35 persen,” tegas Nyoman Satria  selaku Ketua Pansus perubahan atas  Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang pajak hiburan usai melakukan pembahasan yang melibatkan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung yang diwakili Kabid Data dan TI, Ketut Gde Budhiarta, Senin (24/7).

Pertimbangannya, konsumen atau pengunjung tempat-tempat hiburan adalah orang-orang dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas.  

Dengan pengenaan pajak tinggi ini, menurutnya, tentu akan meningkatkan target pendapatan dari pajak hiburan.

Anggota Komisi III ini mengakui, beberapa objek pajak  diusulkan dihapus karena tidak memberikan pendapatan yang signifikan ke kas daerah.

Selain itu penghapusan objek pajak ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retrebusi daerah.

“Yang diusulkan dihapus itu, pajak golf, biliar dan bowling. Dalam perda lama, itu masuk objek kena pajak,” jelas politisi asal Mengwi, Badung ini. 

Sementara Ketut Gde Budhiarta selaku Kabid Data dan TI Bapenda Badung, membenarkan kalau tiga objek pajak yang diusulkan dihapus itu dari segi penerimaan karena pajak nilainya cukup kecil.

“Iya, tadi ada usulan pajak dari golf, biliar dan bowling dihapus. Selain karena ada yang sudah double tax, nilainya (pendapatan) juga kecil,” ujarnya. 

Kata dia,  dari sekian pajak hiburan yang ada di Badung, dominan penyumbang pendapatan terbesar berasal dari “tempat dugem”, seperti diskotek, klab malam, karaoke dan spa.

Retribusi tempat hiburan ini dikenakan pajak sekitar 12,5 persen dari total penjualannya. “Walaupun itu dihapus (pajak golf, billar dan bowling) tidak akan berpengaruh signifikan pada pendapatan daerah, karena nilainya cukup kecil. Paling cuma Rp 11 juta. Kalau dikenakan pajak juga kita ngurusnya ruwet , banyak dari mereka yang tidak melapor (karena nilai kecil, red),” terangnya.

Berdasar data Bapenda Badung untuk realisasi pajak hiburan per 31 Desember 2016 dipatok sebesar Rp 49 miliar lebih. Sementara pada tahun 2017, pajak hiburan ditarget sebesar Rp 51 miliar lebih. 

RadarBali.com – Tiga objek pajak di Kabupaten Badung yakni pajak golf, biliar dan bowling akan dihapus dari pajak hiburan.

Dinilai tiga objek pajak tersebut tidak memberikan pendapatan yang signifikan alias kecil.

Sesuai rancangan perubahan atas  Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang pajak hiburan, beberapa objek pajak  hiburan yang masuk kategori kena pajak.

Di antaranya   tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, atau busana. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya.

Pameran, diskotek, karaoke, club malam dan sejenisnya. Kemudian ada sirkus, akrobat dan sulap. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan.

Panti pijat, refleksi mandi uap/spa, pusat kebugaran dan pertandingan olahraga. Namun untuk golf, biliar dan bowling dihapus.

Pun begitu, pansus mengusulkan evaluasi pengenaan pajak hiburan yang saat ini hanya 12,5 persen. Berdasarkan bunyi pasal 45 UU 28 ayat (1) dinyatakan, pajak hiburan ditetapkan paling tinggi 35 persen.

Kemudian pada ayat (2) dinyatakan, khusus untuk pergelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat dan mandi uap/spa tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi  sebesar 75 persen.

“Dari kajian kami di Pansus termasuk pertimbangan staf ahli DPRD Badung, pengenaan pajak hiburan di Kabupaten Badung akan dievaluasi. Dari semula 12,5 persen, kita usulkan menjadi 35 persen,” tegas Nyoman Satria  selaku Ketua Pansus perubahan atas  Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang pajak hiburan usai melakukan pembahasan yang melibatkan pihak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung yang diwakili Kabid Data dan TI, Ketut Gde Budhiarta, Senin (24/7).

Pertimbangannya, konsumen atau pengunjung tempat-tempat hiburan adalah orang-orang dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas.  

Dengan pengenaan pajak tinggi ini, menurutnya, tentu akan meningkatkan target pendapatan dari pajak hiburan.

Anggota Komisi III ini mengakui, beberapa objek pajak  diusulkan dihapus karena tidak memberikan pendapatan yang signifikan ke kas daerah.

Selain itu penghapusan objek pajak ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retrebusi daerah.

“Yang diusulkan dihapus itu, pajak golf, biliar dan bowling. Dalam perda lama, itu masuk objek kena pajak,” jelas politisi asal Mengwi, Badung ini. 

Sementara Ketut Gde Budhiarta selaku Kabid Data dan TI Bapenda Badung, membenarkan kalau tiga objek pajak yang diusulkan dihapus itu dari segi penerimaan karena pajak nilainya cukup kecil.

“Iya, tadi ada usulan pajak dari golf, biliar dan bowling dihapus. Selain karena ada yang sudah double tax, nilainya (pendapatan) juga kecil,” ujarnya. 

Kata dia,  dari sekian pajak hiburan yang ada di Badung, dominan penyumbang pendapatan terbesar berasal dari “tempat dugem”, seperti diskotek, klab malam, karaoke dan spa.

Retribusi tempat hiburan ini dikenakan pajak sekitar 12,5 persen dari total penjualannya. “Walaupun itu dihapus (pajak golf, billar dan bowling) tidak akan berpengaruh signifikan pada pendapatan daerah, karena nilainya cukup kecil. Paling cuma Rp 11 juta. Kalau dikenakan pajak juga kita ngurusnya ruwet , banyak dari mereka yang tidak melapor (karena nilai kecil, red),” terangnya.

Berdasar data Bapenda Badung untuk realisasi pajak hiburan per 31 Desember 2016 dipatok sebesar Rp 49 miliar lebih. Sementara pada tahun 2017, pajak hiburan ditarget sebesar Rp 51 miliar lebih. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/