RadarBali.com – Kondisi perang tarif yang terjadi dalam industri pariwisata membuat sejumlah pengusaha kerepotan.
Sistem perang tarif ini menimbulkan persaingan tidak sehat lantaran tidak kontrol dan berdampak pada pendapatan perusahaan.
Untuk itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mendesak pemerintah segera merealisasikan moratorium perang tarif.
Setelah itu ada penetapan standardisasi harga untuk menghindari persaingan yang tidak sehat.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace mengungkapkan, ketika perang tarif dibiarkan maka jumlah kamar yang ada di Bali tidak akan terkontrol karena ada persaingan yang tidak sehat antar pelaku usaha.
Selain berdampak pada pendapatan hotel, juga akan berdampak pada pekerja di Industri pariwisata akibat menurunnya pendapatan kesejahteraan.
“Makanya kami menginginkan ada moratorium perang tarif. Kami butuh dukungan dari teman-teman di Serikat Pekerja Pariwisata,” ujar Cok Ace.
Tokoh Puri Ubud ini mengatakan, saat ini di Bali terdapat 5000 hotel dengan jumlah kamar mencapai 130 ribu unit yang terdata.
Namun di luar itu faktanya masih banyak, bahkan yang tidak memiliki izin. Kondisi ini juga sangat mempengaruhi, karena akan mengakibatkan penurunan pendapatan dari pihak provinsi.
“Kondisi ini juga membuat persaingan semakin berat,” terangnya. Apakah upah yang diterima pekerja saat ini sudah ideal?
Cok Ace menjelaskan bahwa soal upah selalu menjadi pembicaraan. Dia sebagai pengusaha sangat menginginkan adanya kesejahteraan di tingkat pekerja.
Tapi, hal itu perlu keterbukaan antara pekerja dan pengusaha di tengah keluasan perekonomian saat ini.
“Kalau sudah ada keterbukaan tidak akan ada pertikaian dan demo,” ucap mantan Bupati Gianyar ini. Hal senada dilontarkan Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Pariwisata Bali Putu Satyawira Mahendra.
Dengan tegas FSP Pariwisata Bali menolak perang tarif hotel yang ada di Bali. “Kamar bisa penuh tetapi yang didapat oleh pekerja, apa?” tuturnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua PC FSP PAR Badung ini mendesak Pemprov Bali mengeluarkan regulasi terkait tarif hotel bintang 3, 4 dan 5.
Kalau tidak diatur, menurut Satyawira, akan terjadi perang tarif secara terbuka. Tidak hanya itu, perang tarif akan menggeser hotel-hotel yang dimiliki oleh masyarakat Bali karena kalah dengan para investor besar.
“Ada tiga hal yang harus dijaga Bali dan juga menjadi tantangan mempertahankan Pariwisata Bali yakni, keamanan, kesehatan dan tantangan bisnis,” pungkasnya.