RadarBali.com – Pasca disahkan sebagai undang-undang, kalangan legislatif terus menyosialisasikan penerapan UU No 1/2017 tentang Pertukaran Informasi Keuangan untuk Perpajakan.
Berdasar UU tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masing-masing wilayah bebas mengakses harta kekayaan wajib pajak (WP).
Dengan keterbukaan informasi ini, diharapkan mampu meningkatkan ketaatan WP untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.
Anggota Komisi XI DPR RI M. Misbakhun menyatakan, UU Keterbukaan Informasi memberi akses kepada DJP untuk memperolah data keuangan di bidang asuransi, pasar modal, data nasabah di perbankan dan bursa berjangka.
Dengan keterbukaan ini para WP harus secara sukarela memperbaiki data setelah pemberlakuan program tax amnesty beberapa waktu yang lalu.
“Dengan laporan yang benar, WP bisa terhindar dari resiko pemeriksaan,” ujar M. Misbakhun di Universitas Warmadewa, kemarin (25/8).
Politisi Golkar ini menjelaskan, dengan adanya keterbukaan informasi ini tidak ada lagi kucing-kucingan antara WP dengan DJP untuk menghindari pajak.
Jika ada temuan data berbeda dari WP antara pelaporan SPT pajak yang dilaporkan kepada pihak DJP akan memiliki resiko yang tidak ringan.
“Selama ini hanya perbankan, asuransi, pasar modal, dan bursa berjangka yang tidak bisa ditembus oleh pihak pajak,” paparnya.
Dengan penerapan UU ini, kata Misbakhun, akan meningkatkan potensi pajak di masing-masing daerah. Pelaporan SPT dari masing-masing WP terkadang tidak fair atau sengaja ditutupi.
Misalnya, salah satu WP memiliki aset tanah yang sedikit, tapi rekening banknya besar, bahkan sampai di luar negeri.
“Dengan begitu kami bisa koordinasi dengan bank di luar negeri melalui program keterbukaan informasi perbankan melalui akses kerjasama internasional,” jelas Misbakhun.
Bentuk kerjasama dengan pihak perbankan internasional dilakukan melalui multilateral dan bilateral untuk mencapai kesepakatan bersama.
“Sudah ditandatangani kesepakatan itu oleh Kementerian Keuangan,” tegasnya. Apakah aturan ini bakal diterapkan kepada ekspatriat? Menurutnya, iya.
“Tapi, penerapannya harus sesuai aturan, karena kalau WNA lebih dari 180 hari ada di Indonesia akan dikenakan pajak,” paparnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Warmadewa Prof dr Dewa Putu Widjana berharap dengan adanya keterbukaan informasi membuat WP sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara.
Dengan diberlakukan aturan ini akan membawa dampak positif. Salah satunya akan mengurangi praktik pengemplangan pajak.
“Pajak yang menjadi komponen utama APBN akan lebih optimal dicapai. Ini akan memperlancar pembangunan nasional juga kan,” pungkasnya.