DENPASAR, Radar Bali– Pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan, bonus demografi, dan sumber daya alam melimpah menjadi faktor utama kenapa investor melirik Indonesia untuk berinvestasi.
Salah satunya Pintar Ventura Group. Chief Business Development PVG Januar Parlindungan mengungkapkan bonus demografi yang berimbas banyaknya jumlah penduduk usia produktif juga menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan.
Teristimewa bagi Bali sebagai jendela dunia alias provinsi di mana lalu lintas antar negara terjadi, Januar Parlindungan menilai kondisi tersebut tanpa disadari membuat masyarakat Pulau Dewata lebih update terhadap perkembangan teknologi.
“Dari sisi tingkat pengetahuan atau meleknya teknologi di Bali itu lebih tinggi dibandingkan kota-kota lain di luar Jakarta,” imbuhnya sembari menyebut Bali berbeda karena menjadi rumah kedua bagi banyak wisatawan mancanegara yang datang dengan tujuan tidak hanya berlibur, melainkan bisa sembari bekerja seiring kemajuan teknologi.
“Jadi wajar kebutuhan teknologi di Bali jauh lebih tinggi,” ucapnya. Kebutuhan akan teknologi ini selaras dengan tipikal masyarakat Bali yang heterogen bahkan menginternasional.
Januar Parlindungan, menjelaskan kebutuhan teknologi warga negara asing saat berada di negaranya masing-masing membuat mereka memilih negara dengan layanan yang sama.
“Awalnya kami berfokus di Jakarta sebelum akhirnya melebarkan sayap ke Bali dan Surabaya, Samarinda, Balikpapan, serta kota-kota besar lain di tanah air. Kecuali Bali dan Medan, yang di luar Pulau Jawa, Pintar Ventura Group baru akan launching” tegasnya.
Bagaimana prospek bisnis Pintar Ventura Group di Indonesia? Dengan jumlah penduduk besar dan penerimaan masyarakat yang cukup baik, Pintar Ventura Group melihat prospek yang cukup tinggi.
Apalagi kondisi ini dikaitkan dengan jumlah UMKM di Indonesia yang berjumlah sekitar 65 juta. Pintar Ventura Group melihat banyak tantangan yang bisa dijawab melalui piranti teknologi.
“Ada 2 solusi yang kami tawarkan. Yang pertama bernama Posy, sebuah platform Point of Sales yang didesain untuk UMKM di Indonesia. Platform ini menawarkan kemudahan bagi UMKM untuk mengatur inventaris, membuat laporan keuangan serta membantu analisis kinerja bisnis dan pegawai. Kami menawarkan kemudahan dalam pembukuan. Karena kalau ngomongin toko, baik ritel maupun grosir, dan sejenisnya ada kebutuhan untuk melakukan pembukuan atau pencatatan transaksi secara detail sehingga jumlah stok, pesanan, dan alur transaksi tercatat detail,” jelas Januar Parlindungan.
Pintar Ventura Group juga siap membantu pemerintah dalam hal transformasi digital, khususnya terkait perubahan dari transaksi dengan uang tunai ke digital.
Klikoo bebernya, menawarkan kemudahan dalam melakukan transaksi PPOB. Ini menjadi jawaban bagi usaha-usaha kecil yang ingin menambah penghasilan dan naik kelas.
“Dengan Klikoo ini para pengusaha bisa mempunyai akses ke berbagai lini usaha. Dari pulsa, hingga tiket bus antar provinsi. Klikoo ini khusus bagi UMKM yang membutuhkan tambahan penghasilan,” tandasnya.
Bagaimana target Pintar Ventura Group di pasar Indonesia? Januar Parlindungan memilih tidak menyebut angka pasti. Pihaknya mengaku ingin membangun sebuah ekosistem digital untuk UMKM-UMKM di Indonesia, khususnya terkait solusi fintech.
Menyikapi bisnis serupa yang juga menjadikan Indonesia, khususnya Bali sebagai target market, Pintar Ventura Group menilai kondisi tersebut hal lumrah.
Kondisi tersebut justru menggambarkan bahwa potensi pasar dari UMKM Indonesia sangat besar. Januar Parlindungan bahkan menyebut wajah-wajah baru di industri digital juga berlomba-lomba masuk ke Indonesia.
“Ini sebuah hal yang positif. Buat si pengguna ini juga merupakan hal baik karena perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk terbaik dan terjangkau. Pintar Ventura Group unggul dalam kompetisi ini karena fokus menciptakan ekosistem digital. Kami tidak melihat dari satu aplikasi, melainkan mengupayakan adanya sebuah ekosistem yang lebih luas dan komprehensif,” urainya.
Aplikasi besutan Pintar Ventura Group, terang Januar Parlindungan juga didesain untuk transfer antar bank dengan harga yang kompetitif.
“Total yang terdaftar dan memanfaatkan aplikasi Pintar Ventura Group saat ini berjumlah 30.000 di 3 kota Indonesia. Yang terbanyak dari Jabodetabek. Oleh sebab itu, kini kami lebih fokus ke kota-kota lain, khususnya Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,” tandas Januar Parlindungan.
Jelasnya, Pintar Ventura Group menjadi solusi bagi sekitar 90 persen startup yang gagal mempertahankan bisnisnya. Dalam lingkup dukungan terhadap pengembangan bisnis, Pintar Ventura Group menawarkan konsep yang terbilang baru di Indonesia, yaitu venture studio.
Konsep Venture Studio. Cukup berbeda dengan pendekatan modal ventura, venture studio terlibat erat dalam operasi sehari-hari dan keputusan strategis dalam upaya pengembangan bisnis baru. Setelah startup menunjukkan daya tarik, ia dapat mencari untuk meningkatkan modal dari investor luar, termasuk VC. Konsep ini cukup dekat dengan definisi venture builder.
Co-Founder & CEO Pintar Ventura Group Vlad Ayukaev mengatakan, Venture Studio merupakan solusi yang tepat untuk membangun bisnis dengan risiko yang lebih kecil. “Ini mungkin bukan konsep yang familiar di Asia Tenggara, namun konsep ini telah terbukti berhasil di Eropa, utamanya pasar di mana pengusaha masih mengalami kesulitan untuk mendapat dukungan kapital secara independen,” katanya.
Setelah lebih dari satu tahun beroperasi, Pintar Ventura Grup (PVG) sudah memulai inisiatif venture studio dan menetapkan fokus untuk produk fintech yang menyasar pasar UMKM. “Kami percaya bahwa kekuatan ekonomi utama Indonesia adalah UMKM. Negara ini memiliki sekitar 57 juta bisnis, di mana sekitar tiga per empatnya belum mengalami digitalisasi,” tambah Vlad.
Vlad mengakui perusahaan telah mengalami pertumbuhan cukup pesat dalam satu tahun belakangan. Dengan 16 tim developer yang kebanyakan offshore, perusahaan menargetkan untuk ekspansi dan membangun pusat R&D terpisah di Indonesia.
PVG didukung oleh perusahaan keluarga dari Eropa yang memiliki keyakinan besar akan pasar di Indonesia. Saat ini, PVG telah melancarkan dua proyek di ranah fintech yaitu Point of Sales dan Bill Payment.
“Target kami adalah untuk bisa mengembangkan paling tidak 5 proyek di tahun ini. Untuk masing-masing proyek, kami akan berinvestasi dari sisi kapital dan pengembangan produk hingga BEP (Break Event Point),” lanjutnya.
Dalam hal ini, perusahaan menyadari bahwa inisiatif ini membutuhkan proses yang tidak singkat. Demi melancarkan potensi bisnis yang ada, PVG juga tengah mencari partner lokal yang memiliki kesamaan visi untuk bekerja sama untuk mengembangkan inisiatif ini.
Dalam agenda membantu pengembangan bisnis yang fokus menyasar UMKM, PVG mengaku telah berinvestasi sebanyak USD 2,5 juta atau setara 35 miliar Rupiah. Selain itu juga memiliki 2 dua portfolio produk yaitu POS bernama Posy dan platform pembayaran Klikoo yang telah menjangkau lebih dari 20 ribu UMKM di Indonesia.
“Tidak ada satu solusi yang bisa menjawab semua pain poin dalam industri ini. Maka dari itu, kami ingin menciptakan sebuah ekosistem produk yang sangat niche untuk UMKM. Berangkat dari satu pain poin satu ke pain poin yang lainnya,” ujar Chief Business Development PVG Januar Parlindungan.
Salah satu produk yang telah diluncurkan adalah Posy, sebuah platform Point of Sales yang didesain untuk UMKM di Indonesia. Platform ini menawarkan kemudahan bagi UMKM untuk mengatur inventaris, membuat laporan keuangan serta membantu analisis kinerja bisnis dan pegawai. Selain itu yang akan segera meluncur adalah Klikoo yang menawarkan kemudahan dalam melakukan transaksi PPOB.
Disinggung mengenai tantangan, perusahaan menyadari bahwa pemahaman pasar lokal sangat dibutuhkan untuk segmen ini. Perusahaan sendiri sudah yakin dengan teknologi mumpuni yang dimiliki.
Sejauh ini, timnya melihat bahwa digitalisasi menjadi salah satu masalah yang paling mendasar, selain regulasi. “Saya tidak ingin menciptakan aturan sendiri, maka dari itu kami mencoba menarik partner lokal sebanyak mungkin selama itu bisa membantu peluncuran produk lebih cepat dan penetrasi yang lebih luas,” ujar Vlad.
Dari sisi pemerintah, pemulihan transformatif tahun 2022 di sektor UMKM dan koperasi ialah meningkatkan jumlah UMKM untuk masuk ke ekosistem digital sebesar 30 persen, sekitar 20 juta UMKM ditargetkan untuk go digital. Saat ini UMKM yang telah on boarding ke ekosistem digital sebesar 16,9 juta pelaku usaha.
Terkait produk untuk UMKM, lanjut Vlad, satu hal yang paling penting adalah mengetahui celah atau hook untuk menggaet merchant. Bukan hanya menjadi perantara, tapi juga bisa memberikan nilai atau value akhir bagi mereka.
Dengan memberi harga yang cukup terjangkau, harapannya merchant akan bertahan lebih lama. Hal ini melibatkan loyalitas dari kedua belah pihak.
“Kami mungkin akan kehilangan sedikit revenue, namun bisa menawarkan lebih banyak value. Penting sekali untuk mengetahui hook yang tepat untuk masing-masing segmen,” ujar Vlad. (ken)