DENPASAR – Penggunaan konverter kit (konkit) untuk masyarakat nelayan mengubah sistem bahan bakar mesin yang sebelumnya menggunakan solar menjadi elpiji.
Di Bali, baru dua kabupaten memanfaatkan konkit. Masing-masing Jembrana dan Karangasem. Sales Executive LPG Bali PT. Pertamina (Persero) Rainier Axel Gultom mengatakan,
dua daerah ini pada awal 2017 lalu mendapat konkit yang diberikan oleh Kementerian ESDM agar para nelayan di dua daerah ini mengkonversi penggunaan bahan bakar solar ke gas elpiji 3 kg bersubsidi atau tabung melon.
Dua daerah ini dipilih mengingat jumlah nelayan di dua daerah tersebut cukup banyak. “Pembagian konverter kit ini jumlahnya antara 1.500 sampai 2.000 paket,” tuturnya.
Sebenarnya, pada akhir 2017 lalu akan kembali dikucurkan, namun lantaran ada bencana erupsi Gunung Agung membuat wilayah Karangasem ditunda.
“Kemungkinan untuk Karangasem akan kembali disalurkan pada September tahun ini,” sambungnya.
Disinggung mengenai, dampak peningkatan konsumsi elpiji tabung melon di Bali akibat konversi bahan bakar dari solar ke gas, mengakui ada peningkatan.
Hanya saja, untuk datanya tersebut belum bisa dibeberkan. “Nanti deh saya carikan berapa jumlah konsumsi gas elpiji 3 kg untuk pemakaian bahan bakar nelayan di dua daerah ini,” kata Gultom.
Diakui, penggunaan bahan bakar gas untuk melaut jauh lebih efisien. “Dia lebih ekonomis dan awet,” imbuhnya.
Kuota elpiji tabung melon di Bali tahun 2018 mencapai 185.802 metrik ton (MT). Kuota ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2017 yang mencapai 177.633 MT.
Di mana rata-rata konsumsi normal harian mencapai 630 MT. “Tapi, kuota ini belum termasuk elpiji untuk nelayan,” bebernya.
Sementara secara nasional, PT Pertamina (Persero) mencatat konsumsi elpiji 3 kg bersubsidi hingga akhir Juli mencapai 3,759 juta MT.
Angka tersebut melebihi 1,1 persen dari target penyaluran tabung melon yang telah dialokasikan. Kelebihan kuota ini salah satunya dipicu konversi bahan bakar nelayan dari solar menuju gas.(